11.| 19 Desember 1941

2 0 0
                                    

Kisah Nak Dare dan Pengayuh Sampan
*************************

Pontianak,
19 Desember 1941-bagian 1

Ah, pemandangan itu begitu menyesakkan.. Sepasang muda-mudi Belanda berdiri berhadapan dan saling bergenggaman tangan.

Mungkin itu suatu pertemuan? Perpisahan? Atau kelaziman sehari-hari mereka?.. Ah, kupalingkan wajah dan meneruskan mengayuh sepeda menuju gedung sekolahku.

Hari ini Jum'at pagi, cuaca cerah. Sekolahku telah memasuki masa akhir, sepertinya pertemuan hari ini dengan mevrouw -guru dan kepala sekolah- akan menentukan aku magang di sekolah mana.

Kaki melangkah sambil kurapikan lipatan kain batik, kebaya, dan kerudungku.. Ayah mengizinkan aku sekolah di Pontianak ini asalkan memakai kerudung.. Aku tersenyum mengingat wajahnya.

"Ani! Ada surat.. Dari Singapura," Siti, teman sekelasku itu, berlari menghampiri sambil mengacungkan sepucuk surat beramplop putih.

"Makasih, Ti. Kapan datangnya ini?"tanyaku sambil meraih surat itu. Tertulis "Hamid" sebagai pengirimnya. Ah, apa kabarnya?

"Barusan.. Aku ketemu pak pos di gerbang tadi.. Dari siapa tuh? Pacar ya? " tanya Siti dengan seulas senyum menggoda.

"Rahasia", jawabku sambil berlalu meninggalkannya. Wajah Siti penasaran.

Tok.. Tok.. Dua kali aku mengetuk pintu ruang kepala sekolah itu. Ruangan besar dengan jendela besar menghadap sungai Kapuas. Terakhir ke sini, saat April Mop dan aku dikerjai teman-teman sekelasku.

Kata mereka mevrouw memanggilku, dan marah! Kecutlah hatiku saat beringsut-ingsut bak keong menemuinya di ruangan ini. Mevrouw terkenal disiplin dan galak. Saat kusapa dia, mevrouw malah bertanya, "Ada apa kamu kemari? Saya tidak panggil kamu. "
Dasar teman-teman iseng semua!
Tapi hari ini mevrouw benar memanggilku.

"Ani, berdasarkan prestasi belajarmu selama ini, kami memutuskan kamu untuk magang di HIS. Kamu memegang nilai terbaik di kelasmu, jadi kami harap kamu bisa membawa nama baik sekolah kita saat magang di sekolah kalangan atas itu, ya? " begitu katanya.

HIS? Hollandsch Inlansche School.. Tidak jauh sih dari sini.. Masih di area Tanah Seribu juga, letaknya dekat perumahan orang-orang Belanda. Siswanya campuran, anak Belanda dan anak pribumi dari golongan terpandang. Levelnya sekolah dasar..
Hari ini juga aku disuruh lapor ke HIS dan meminta jadwal magang.

Keluar dari kantor mevrouw, aku mencari bangku untuk membuka surat. Tak sabar ingin tahu kabarnya. Kakanda sudah sebulan pergi untuk berdagang ke Singapura.

"Singapura, 28 November 1941
Dinda, aku telah sampai di sini dengan selamat. Perjalanan laut dengan kapal cukup melelahkan tetapi sangat bersyukur perjalanan lancar dan tiba tepat waktu. Di sini aku telah mulai bekerja di toko kain milik seorang India muslim. Aku sedang mempelajari perdagangan dan ingin pula kelak membuka toko serupa di Pontianak. Doakan aku sehat dan berhasil, ya.
Apa kabarmu Dinda? Maaf tak bisa menemani makan siangmu sementara waktu. Apakah kau sudah mulai magang di sekolah? Semoga kau bisa mengajar dengan baik dan memberikan manfaat bagi murid-muridmu.
Kiranya sekian dulu kabar dariku. Kuharap kita segera bertemu dan mewujudkan cita-cita bersama.
Wassalam,
HAMID"

Aku menghela napas.. Ya Allah mudahkanlah segala urusan kami.. Semoga kami segera dapat bersama dalam ikatan pernikahan yang Engkau ridhoi.

Aku menuntun sepeda menuju gerbang, jam di atas pintu masuk sekolah menunjukkan pukul 08.30. Tak kan lama mencapai sekolah HIS dengan bersepeda. Jalan raya ramai orang berlalu lalang dengan berjalan kaki, bersepeda dan bahkan ada yang mengendarai mobil. Langit cerah, tapi ada beberapa pesawat melintas di atas kota. Sepertinya berbendera Jepang. Apa mereka sekedar lewat atau latihan, atau apa? Beberapa tentara Belanda tampak berjaga di pos masing-masing.

Kisah Nak Dare dan Pengayuh SampanWhere stories live. Discover now