Part 4

7.6K 462 26
                                    

Pekerjaan yang menumpuk membuatku sedikit lupa akan masalah di rumah. Ayu sendiri sudah diantar ke tempat kerjanya. Kami memang tidak satu kantor. Dia anak dari sahabat Mama yang pernah mau dijodohkannya denganku, tapi batal. Ayu lebih memilih pria lain yang pada akhirnya malah mencampakkan setelah merebut mahkotanya.

"Sibuk?"

Aku mendongak. Athony menumpukan dagunya di pembatas meja kerja.

"Lumayan. Ada apa?" tanyaku sembari tetap fokus menatap layar komputer.

"Aku dengar kamu menikah lagi. Beneran?"

Gerakan tanganku yang sedang mengetik seketika terhenti, lalu menghela napas berat. Menatap Anthony dengan raut tidak suka.

"Dari mana kamu tahu itu?"

Anthony berdecak dengan senyuman miringnya. "Satu kantor juga sudah pada tahu kali. Mau kamu sembunyikan gimana juga, tetap saja gosip itu cepat menyebar."

Aku mengusap wajah dengan kasar, lalu duduk bersandar dengan kepala menengadah.

"Semuanya di luar kemauanku, Ton," desahku.

"Cih, itu, sih, hanya alasan klasik kamu saja," cibirnya dengan kekehan kecil. "Selama kamu bisa tegas, kamu pasti bisa menghindari pernikahan kedua ini, Mal. Tapi kenyataanya apa? Dengan teganya kamu malah mengkhianati Karin."

"Kamu tidak memahami posisiku. Aku terpojok, Ton. Kamu tahu sendiri, 'kan, mamaku itu orang yang seperti apa?" kataku sembari menegakkan kembali posisi duduk. "Dulu aku pernah menentangnya demi mendapat restu untuk menikahi Karin. Tapi sekarang, saat Mama dan Papa menuntut kehadiran cucu, aku nggak bisa berkutik lagi, Ton. Aku—"

"Pecundang," potongnya yang langsung membuatku menatap tajam.

"Maksud kamu apa?" tukasku kesal. "Aku cuma berusaha berbakti pada orangtua, tapi kamu bilang aku pecundang?"

"Malik, Malik." Anthony tertawa sembari menggeleng. "Kamu itu sudah bukan anak kecil lagi. Niat kamu berbakti sama orangtua memang patut diacungi jempol. Tapi bukan berarti semua yang terjadi dalam hidup kita itu ada dalam kendali mereka. Paham?" Anthony menatapku dengan satu alisnya terangkat naik.

"Hidupmu, ya, hidupmu. Kamu yang lebih berhak untuk menentukan pilihan. Orangtua itu cuma sebatas menasehati atau memberi masukan. Harusnya kamu itu bisa tegas! Tidak semuanya kata-kata orangtua itu harus dituruti, Malik! Ada saatnya kamu harus bisa mengambil sikap!"

"Sudahlah diam! Jangan sok bijak! Aku tahu apa yang kulakukan. Semua pasti akan baik-baik saja. Kamu tahu sendiri, 'kan, Karin wanita seperti apa? Dia pasti bisa menerima kehadiran Ayu dengan ikhlas," debatku dengan dada mulai bergemuruh karena terpancing emosi atas kata-kata Anthony barusan.

Jauh di dalam sudut hati, aku setuju dengan apa yang dikatakannya barusan. Memang seharusnya aku bisa tegas. Ada saatnya harus bisa mengambil sikap tanpa menuruti kemauan Mama. Namun, mau bagaimana lagi? Semua sudah terlanjur.

Sesal Tak BertepiWhere stories live. Discover now