Part 16

10.3K 570 21
                                    

Dengan senyuman sinis, aku menghampiri mereka yang tengah fokus menatap layar televisi. Semula aku mendengar mereka semua sempat tertawa-tawa bahagia. Namun, sekarang mereka terlihat serius mengamati berita.

"Ada apa, Ma? Serius sekali menontonnya?" tanyaku lalu kembali mengambil posisi duduk di samping Ayu yang juga serius menyaksikan berita.

"Itu, Malik. Sore tadi ada kapal yang terbakar lalu karam di perairan."

Mau tak mau aku ikut fokus lalu menambah volume televisi tersebut. Tim BASARNAS masih sedang berusaha mengevakuasi korban selamat. Diberitakan jika kapal tersebut berlayar dari Tanjong Priok menuju Pulau Bangka dengan membawa penumpang berlebih. Diketahui jika 230 orang selamat, 32 orang tewas dan 17 orang dinyatakan hilang dan masih dilakukan pencarian.

"Kasihan, ya. Pasti mereka syok dengan kejadian itu," komentar mama mertua.

"Iya, benar. Apalagi untuk keluarga yang korbannya belum ditemukan keberadaannya," sambung Mama.

"Oh, ya. Katanya ada yang mau dibicarakan oleh Malik. Ada apa, Nak?" tanya papa mertua.

"Iya, Pah." Aku mematikan televisi lalu menatap satu per satu orang yang ada di sini.

"Ada apa, sih, Mas? Kamu terlihat serius begitu?" cicit Ayu.

"Memang ini serius, Ayu. Kalau tidak serius, untuk apa aku memanggil kedua orangtuamu?" ucapku santai.

"Mana hadiahnya, Mas? Katanya mau ambil hadiah tadi." Ayu menengadahkan tangannya kepadaku.

Aku tersenyum lalu mengambil amplop cokelat yang tadi sempat diletakkan di meja, kemudian memberikannya kepada Ayu.

"Apa ini, Mas? Kok, amplop?" Ayu membolak-balik, menatap bingung amplop di tangannya.

"Itu hadiahmu, Ayu. Bukalah! Kamu pasti suka." Aku mengedipkan mata.

Ayu langsung tersenyum sumringah.

"Wah, pasti hadiah istimewa kalau dibungkus amplop cokelat begitu. Benar, 'kan?" Papa mertua tersenyum kepadaku.

"Benar, Pah. Istimewa sekali." Aku mengangguk dengan senyum tertahan. Mereka tidak tahu saja kalau itu berisi semua bukti kebusukan kelakuan putrinya itu. "Bukalah, Ayu. Ayo!" desakku karena tak sabar ingin melihat ekspresinya.

"Iya, Mas." Ayu mengangguk lalu dengan cepat memutar tali pengikat dan merogoh ke dalam amplop tersebut.

Senyum yang sedari tadi menghiasi wajahnya seketika langsung lenyap setelah ia tahu apa hadiah itu. Ayu terdiam mematung memandangi lembaran foto dan kertas dengan raut wajah tegang dan kedua tangannya yang sedikit gemetar. Ia melirik takut padaku lalu kembali menunduk.

"Ada apa, Ayu? Kenapa kamu terlihat tegang seperti itu? Memangnya hadiah apa yang sudah Malik berikan padamu?" tanya mamanya.

Sesal Tak BertepiWhere stories live. Discover now