Part 22

18.3K 883 75
                                    

Mungkinkah ....

Dengan cepat aku membuka pita, lalu merobek asal bungkus kadonya. Sebuah kotak persegi putih membuatku menelan ludah gugup. Jika benar ini hadiah Karin untukku, apa isinya?

Dengan perlahan kubuka penutup kotaknya, mengernyitkan dahi saat melihat sebuah kertas putih yang dilipat menjadi origami bentuk angsa.

Deg!

Mataku seketika membelalak terkejut saat origami itu diambil. Detak jantung sempat berhenti sepersekian detik saat melihat sebuah testpack bergaris dua yang diletakkan di bawah origami tersebut.

Ini ....

Dengan tangan yang gemetar, aku mengambil testpack itu. Bibir bergetar seiring dengan pandangan yang semakin buram karena terhalang air mata.

"Apa ... apa ini testpack milik Karin? Dia ... dia hamil?" lirihku kaget sekaligus tak percaya. "Ya Allah ...."

Aku menatap origami di tangan, meletakkan kotak dan testpack itu di lantai, lalu membuka lipatan origami tersebut. Aku tercengang, duduk mematung dengan napas tercekat saat mengetahui kertas apa yang dilipatnya membentuk angsa.

"Astaghfirullah, Karin ...." Aku menangis frustasi saat membaca surat keterangan hamil dari sebuah rumah sakit. "Ya Allah, Karin ... Karin ...." Aku bersujud di lantai sambil mendekap di dada surat hasil pemeriksaan tersebut.

Karin ... Karin pergi dengan membawa darah dagingku yang bahkan aku tak mengetahuinya sama sekali. Karin hamil.

Kenapa? Kenapa aku baru mengetahuinya sekarang?

"Kariiin!"

Aku menangis sesenggukan saat teringat kembali raut wajah kagetnya ketika melihatku datang bersama Ayu. Rasanya sangat sesak dan nyeri di dalam sini. Aku teringat kembali pesannya yang begitu bersemangat memintaku segera pulang. Ternyata, dia ingin memberikan kabar bahagia ini sebagai hadiah.

Karin ingin memberi kejutan tentang kehamilannya. Akan tetapi, aku sudah lebih dulu memberi kejutan yang menyakitkan di malam itu. Aku malah pulang dengan membawa madu yang tidak ada seujung kukunya pun jika dibandingkan dirinya.

"Maafkan aku, Karin. Maaf .... Kembalilah bersama calon anak kita, Karin." Aku meringkuk di lantai sambil terus memeluk surat pemeriksaan di dada.

Bak disayat-sayat belati berkarat. Perih. Sakit, tapi tak berdarah. Aku tak hanya kehilangan Karin, tapi juga kehilangan darah dagingku. Pantas saja saat itu Karin terlihat lebih kurus dan sering terlihat pucat. Ternyata dia sedang mengandung.

"Kariiin ... Ya Allah! Kenapa kamu merahasiakan ini dariku, Karin?" Aku menangis meraung-raung seperti orang tidak waras. Mungkin semua ini tidak akan terjadi dan aku juga akan memiliki keberanian untuk menolak menikahi Ayu andai saja mengetahui kehamilannya lebih awal.e

Seketika aku bangkit saat menyadari surat yang pernah ditinggalkan Karin. Mengabaikan kaki yang terasa lemas, aku berlari mendekati tempat sampah di dekat pintu dan mencari-cari kertas tersebut.

Ada!

Untung saja semua sampah kertas-kertas yang ada di sini tak langsung dibuang. Aku berjalan lemas, lalu duduk di lantai dengan bersandar pada tepi ranjang. Menatap nanar kertas yang sempat kuremas-remas dulu.

Dengan perasaan ragu dan takut, aku kembali membuka lipatan kertas yang sudah sangat kusut tersebut. Tanganku gemetar melihat tulisan indah dan rapi Karin. Ada jejak air mata yang sudah mengering. Menandakan Karin menulis ini sambil menitikkan air mata. Satu lembar kertas ini full dengan tulisan di kedua sisinya.

––––––

Mas ... saat kamu membaca surat ini, mungkin aku sudah pergi jauh. Sangat jauh. Aku tahu Mas tidak akan mungkin langsung membacanya saat melihat surat ini. Mas yang masih diselimuti amarah, tak akan sudi mendengarkan penjelasan meski hanya melalui sebuah tulisan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 15, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Sesal Tak BertepiWhere stories live. Discover now