2. Tak Mau Dijodohkan

81.2K 7K 184
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Terima kasih.
__________________________________

Sejak tadi Naya terus mondar-mandir di dalam kamar sembari memikirkan ucapan Dimas beberapa menit yang lalu.

Jika benar Dimas menjodohkan dirinya dengan seorang lelaki pilihannya, Naya akan nekat kabur dari rumah besar. Sumpah demi apa pun, ia benar-benar tidak mau dijodohkan. Oh ayolah, sekarang bukan lagi zamannya Siti Nurbayah.

Suara ketukan pintu berhasil mengambil alih perhatian Naya. Meski rasa malas mendera, ia tetap melangkahkan kakinya menuju ke arah pintu untuk membukakan pintu kamar tersebut.

Tampaklah wajah Dimas saat ia membuka pintu kamarnya.

"Bersiap-siaplah sekarang, Nak. Lelaki yang akan dijodohkan denganmu sedang berada di perjalanan menuju rumah kita," ucap Dimas dengan wajah berseri.

Naya memutar kedua bola matanya, malas. Entah sejak kapan papanya ini peduli dengan hidupnya. Dulu, ketika ia mengharapkan sedikit perhatian atau kasih sayang dari sang papa, lelaki paruh baya itu sama sekali tidak mau memberikannya.

"Naya nggak mau dijodohin, Pa!" Setiap kata yang keluar dari mulut Naya ditekan semata agar Dimas tahu bahwa ia memang tidak mau dijodohkan dengan seorang lelaki yang tidak ia kenal.

"Ini semua demi kebaikan kamu, Naya. Papa semakin tua, Papa nggak tau bisa hidup sampai kapan. Papa takut jika Papa sudah meninggal dunia nanti, kamu masih berada di jalan yang salah. Papa takut itu semua terjadi, Nak."

Mendengar kata demi kata yang keluar dari mulut Dimas barusan, Naya pun mengembuskan napas kasar kemudian melipat kedua tangan di bawah dada. "Beneran itu alesannya? Tapi sayang, Naya nggak percaya." Jeda beberapa detik sampai akhirnya ia kembali berucap, "Papa menjodohkan Naya dengan lelaki yang tidak Naya kenal karena Papa udah capek ngurusin Naya, iya kan? Ngaku aja deh, Pa!"

Memang, hal demikianlah yang sedari tadi bergumul di benak Naya. Karena masalahnya, tidak mungkin Dimas tiba-tiba berniat menjodohkan dirinya tanpa ada alasan yang logis. Terlebih, semalam ia dan sang papa baru saja bertengkar hebat.

Cepat-cepat Dimas menggelengkan kepala. "Bukan begitu, Naya."

"Ya terus gimana, Pa?! Papa terlalu memaksakan kehendak Papa sendiri, ini nih yang ngebuat Naya nggak betah di rumah!"

Brug!

Tanpa memikirkan bagaimana perasaan Dimas, Naya langsung membanting pintu kamarnya dengan sangat keras. Biarlah, ia benar-benar muak dengan semua yang dilakukan oleh papanya itu.

"Gue harus cari cara buat kabur dari sini," gumam Naya. Sungguh, ia merasa bingung untuk kabur karena kamarnya berada di lantai 2.

Kabur dari balkon kamar? Tentu saja tidak mungkin jika dirinya tidak mempunyai tali tambang untuk membantunya turun.

"Kayaknya gue punya tali tambang, tapi gue simpen di mana ya." Segera Naya mencari tali tambang miliknya sampai ketemu. Ya, bagaimanapun caranya tali tambang itu harus bisa ditemukan.

Matanya berbinar bahagia kala barang yang dicari sejak tadi berada di dalam laci meja. Tanpa menunggu waktu lama, ia segera memasukkan baju-baju yang ada di dalam lemari ke dalam koper lalu berjalan menuju balkon kamar saat barang-barang pentingnya sudah dimasukkan ke dalam koper tersebut.

Sementara di sisi lain, Dimas tengah duduk di sofa ruang keluarga sembari menunggu kedatangan lelaki yang akan dijodohkan dengan putrinya. Tatapan mata Dimas mengarah pada foto yang terpajang di atas meja.

Ia pun mengambilnya. Di foto itu, terlihatlah dua orang yang sangat cintai sedang tertawa berbahagia. Siapa lagi jika buka anak dan almarhumah istrinya.

Dear Mas Ali (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now