6. Hari Pernikahan

73.9K 6.5K 245
                                    

Absen dulu, siapa yang nunggu Dear Mas Ali up?👉

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Terima kasih.
____________________________________

Naya duduk di meja rias sembari memandangi pantulan dirinya di cermin, tatapannya kosong, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Naya terjerat oleh janjinya sendiri kepada sang papa.

Hari ini adalah hari yang sangat dibenci Naya, hari ini adalah hari di mana dirinya akan berganti status menjadi seorang istri dari Muhammad Ali Al-Fikri, lelaki asing yang tak pernah ia kenal sebelumnya.

Sejujurnya Naya merasa berat, akan tetapi bagaimana? Ia tidak bisa hidup luntang-lantung di jalanan tanpa membawa sepeserpun uang. Lebih baik ia menuruti keinginan papanya dibandingkan harus hidup susah.

"Non Naya," panggil seseorang dari ambang pintu. Cepat-cepat Naya mengusap air matanya kasar, kemudian menarik dua sudut bibirnya, melengkungkan seulas senyuman manis.

"Eh, Bi Ani. Ayo masuk, Bi." Meski hatinya tengah dilanda kesedihan, ia tetap memaksakan senyumannya terukir agar Bi Ani tidak curiga. Bi Ani adalah pembantu di rumah Naya, sejak Amira masih hidup, wanita yang telah menginjak usia 60 tahun itu sudah bekerja di rumah tersebut.

Sebenarnya Dimas merasa tidak enak pada Bi Ani. Di usianya yang tak lagi muda, seharusnya Bi Ani sudah tidak bekerja.

Setelah dipersilakan masuk ke dalam kamar, Bi Ani segera masuk lantas menghampiri Naya yang masih duduk di meja rias. "Masyaa Allah, Non Naya cantik banget. Bibi sampe pangling liatnya. Apalagi, Non Naya memakai krudung seperti ini, jadi beda. Keliatan kalem." Bi Ani terkekeh kecil.

"Makasih banyak, Bi." Naya bangkit dari duduknya dan memeluk erat tubuh Bi Ani. Ia terisak dalam dekapan tersebut, bukan menyalurkan rasa bahagia, melainkan hatinya benar-benar sulit menerima kenyataan ini. Alhasil, air mata-lah yang yang hanya bisa menetes membasahi pipi.

"Kenapa Non Naya nangis? Hapus air mata ini, Non." Tak dapat dipungkiri bahwa Bi Ani tahu bagaimana perasaan anak majikannya. Dipaksa menikah di usianya yang masih muda, pastilah sangat berat untuk diterima.

Akan tetapi jika Bi Ani berada di posisi Dimas pun pasti ia akan melakukan hal yang sama. Bukan karena ingin membuang Naya, melainkan ingin melihat agar Naya bisa berubah menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya lalu menjauhi dunia gelap penuh dosa itu.

"Papa jahat, Papa nggak pernah mikirin kebahagiaan aku," ucap Naya dengan suara yang amat parau.

"Ssttt, Non Naya nggak boleh ngomong gitu ah, nggak baik." Bi Ani memperingatkan.

"Kayaknya Papa udah capek ngurus aku, Bi. Makanya Papa jodohin aku sama cowok yang bernama Ali." Naya tidak tahu jika laki-laki yang bernama Ali itu adalah laki-laki yang sama yang pernah bertemu dengannya di masa lalu.

"Bibi ngerti gimana perasaan Non Naya, tapi sekarang Non kan udah semakin dewasa, udah waktunya juga buat menikah dan punya pendamping hidup. Bibi yakin Den Ali itu laki-laki yang baik. Bibi udah pernah liat dia, orangnya kalem, murah senyum," papar Bi Ani seraya mengelus penuh sayang punggung Naya.

Bi Ani langsung melepaskan pelukan Naya tatkala suara klakson mobil terdengar memasuki pekarangan rumah. "Sepertinya mempelai pria sudah datang. Bibi akan ke bawah untuk menyambut kedatangan mereka. Non Naya tunggu di sini ya. Ingat, jangan kabur lagi!"

"Aku nggak bakal kabur, Bi. Udah kapok kabur-kaburan, nggak bisa ngapa-ngapain karena aku nggak punya uang!"

Sementara di sisi lain, seorang lelaki berparas tampan tengah duduk di dalam mobil sembari mencoba meminimalisir kegugupannya.

Dear Mas Ali (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now