8. Pindah ke Rumah Baru

66.9K 5.5K 266
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Komen yang banyak ya! Terima kasih.
____________________________________________

Pagi ini Ali tengah membantu Naya memasukkan barang-barangnya ke dalam koper, tentu karena mereka berdua akan pindah ke rumah baru.

Sebelum menikah, Ali sudah membeli rumah untuk tempat tinggalnya nanti bersama sang istri. Jadi ia tidak akan terlalu merepotkan kedua orang tuanya.

"Pa, Ali sama Naya pamit ya," ucap Ali pada Dimas.

Dimas yang melihat hal tersebut mengangguk mengiyakan lantas memeluk tubuh menantunya itu seraya menepuk pelan pundaknya. "Apa kamu sama Naya nggak bisa tinggal lebih lama lagi di sini, Ali? Kenapa harus buru-buru pindah ke rumah baru? Padahal di sini Papa sendirian."

Mendengar penuturan Dimas barusan, Ali mengulum senyum. "Papa tenang aja, kami berdua bakalan sering main ke sini kok."

Sementara Naya yang sejak tadi terus diam langsung memutar kedua bola matanya malas begitu melihat wajah sedih Dimas. "Nggak usah pura-pura sedih. Naya juga tau Papa pasti seneng kan ngeliat Naya bakalan pergi sejauh-jauhnya dari rumah ini?"

Gadis cantik itu tertawa hambar. "Selamat, Pa. Selamat karena Papa udah lepas dari belenggu Naya, selamat karena Naya nggak akan nyusahin Papa lagi!"

"Kamu nggak boleh ngomong begitu sama papa kamu sendiri, Nay. Turunkan nada bicaramu!" ucap Ali penuh penekanan.

"Ck! Nggak usah sok ngatur deh lo!" Setelah berkata demikian, Naya pergi begitu saja keluar dari rumah tanpa berpamitan dengan Dimas.

"Astaghfirullahal'adzim." Ali menggeleng-gelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan sikap Naya yang sangat tidak sopan pada papanya sendiri.

"Ali, Papa minta maaf ya." Dimas menundukkan kepala sembari merapatkan kedua tangannya di hadapan Ali. Suaranya terdengar begitu lirih.

Sontak Ali mengerutkan keningnya—heran. "Untuk apa meminta maaf pada Ali, Pa? Papa nggak punya salah sama Ali. Tolong jangan begini." Lelaki berparas tampan itu menurunkan kedua tangan Dimas.

"Papa adalah orang tua yang gagal. Gagal dalam mendidik Naya dan gagal dalam menjadi papa yang baik buat dia. Papa ini orang tua yang nggak patut dicontoh oleh siapa pun."

"Papa meminta maaf padamu karena Papa ngerasa nggak enak sama kamu, Nak. Kamu liat sendiri gimana sikap Naya, kan? Dia susah banget buat diatur, tapi Papa malah memberikan tanggung jawab sebesar ini padamu untuk menjaga serta menjadi suami yang baik buat dia. Maafin Papa, Ali," ujar Dimas, air mata seketika luruh dari pelupuk mata lelaki paruh baya itu.

"Papa nggak usah minta maaf. Ali menerima perjodohan ini tanpa paksaan, Ali menerimanya dengan lapang dada, yang artinya Ali pun siap menerima bagaimana sikap Naya." Jeda beberapa detik sampai akhirnya Ali kembali berucap, "Sekarang Naya adalah tanggung jawab Ali. Bismillah, Ali pasti bisa membuat Naya berubah menjadi perempuan yang baik dan penurut."

"Perempuan yang tau bagaimana caranya menghormati orang yang lebih tua, perempuan yang tau bagaimana caranya menjaga tutur kata, juga perempuan yang bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk untuk hidupnya. Ali janji akan membahagiakan anak Papa."

Kata demi kata yang keluar dari mulut Ali berhasil membuat Dimas merasa tenang. Ia memang tidak salah memilih pendamping hidup untuk anaknya.

"Alhamdulillah, terima kasih banyak ya, Nak. Semoga Allah segera memberi Naya hidayah." Dimas memegang bahu Ali dengan senyum tipis yang tercetak jelas di wajahnya.

"Aamiin Allahumma Aamiin. Ya sudah, Pa. Ali pamit. Jaga diri Papa baik-baik di sini. Kalau ada apa-apa langsung telpon Ali aja." Ali mencium punggung tangan Dimas. "Assalamu'alaikum."

Dear Mas Ali (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang