23. Dia-kah Orangnya?

52K 5.7K 1.7K
                                    

Demi apa?! Aku seneng banget karena kalian mau komen di setiap paragraf di chapter sebelumnya😭❤️ Lope sekebon buat kalian! Walaupun sekarang aku lagi PTS di kampus, tapi aku tetep up karena semangat ngetik waktu ngeliat keantusiasan kalian atas cerita Dear Mas Ali.

Makasih banyak buat kalian yang udh vote dan spam komen di chapter debelumnya.

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komentar juga di chapter ini. Komen yang banyak ya! Kalau bisa, komen di setiap paragraf. Terima kasih, Ges.

1 rb vote + 1,51 rb komen untuk next chapter❤️
____________________________________________

"Ada yang salah, Mel. Gue ngerasa ada yang salah dalam diri gue!!!" teriak Naya begitu menggelegar.

Perempuan itu sedang berada di sebuah taman bersama Melisa, ia butuh teman untuk curhat, ia butuh teman untuk meringankan keanehan yang tiba-tiba muncul di dalam dirinya.

"Apa maksud lo, Nay? Sumpah, gue nggak ngerti maksud omongan lo, Njir! Jelasin dulu kek permasalahannya apa, jangan langsung ngomong poin intinya aja! Gue jadi kayak orang bego yang nanggapin cerita lo karena nggak akar permasalahannya." Sungguh, Melisa kesal sekali menghadapi sahabatnya ini jikalau ingin berbagi cerita kepadanya.

Kebiasaan Naya itu bercerita langsung pada intinya, Naya tidak menceritakan terlebih dulu awal mula permasalahan yang tengah dirasakannya bagaimana.

Naya menepak jidat kemudian menampilkan deretan gigi putihnya di hadapan Melisa. "Jadi gini, Mel. Setiap gue deket sama Ali, kenapa jantung gue detakannya kenceng banget? Terus setiap denger omongan Ali yang lembut dan menyentuh hati, pipi gue kerasa panas. Ini nggak kayak biasanya. Gue nggak pernah ngerasain hal ini sebelumnya."

"Kalau jantung lo nggak berdetak, lo bakalan mati-lah hahahah."

Ekspresi Naya seketika berubah datar kala mendengar tanggapan yang keluar dari mulut sahabatnya. "Gue serius, Bangsat!"

"Eh, eh, mulutnya dijaga dong, Mbak. Istri seorang lelaki tegas, lulusan pondok pesantren, dan paham agama kayak Ali kok nggak bisa dijaga lisannya? Malu dong sama orang-orang." Ia semakin mendekatkan mulutnya tepat di telinga Naya. "Kalau suami lo sampe tau lo ngomong kasar kayak tadi, habis lo sama dia. Lo bisa di-unboxing selama berjam-jam. Siap-siap aja."

Melisa sengaja menggoda Naya dan mengatakan hal yang membuat perempuan itu bergidik ngeri. Pasalnya Melisa sangat senang melihat Naya menampakkan ekspresi terkejut seperti itu. Memang sahabat yang sangat tidak pengertian, bukan?

"Melisa!!!"

Tawa Melisa pecah ketika mendengar teriakan frustasi dari Naya. Padahal ia hanya asal bicara, tidak mungkin juga kata-kata yang ia lontarkan benar terjadi. Ia yakin Ali bukanlah orang yang suka meng-unboxing istri seenaknya jikalau istrinya belum siap melakukan hal tersebut.

"Nyesel gue cerita masalah gue ke lo! Bukannya ngurangin beban pikiran, ini malah nambah beban pikiran!" sembur Naya, ia pun bangkit dari duduknya, hendak pergi dari hadapan Melisa.

"Eh, mau ke mana?"

"Pulang! Mendingan gue di rumah aja dan curhat sama tembok daripada curhat sama lo!" Setiap kata yang terlontar dari mulut Naya ditekan, pertanda kekesalan yang dirasa sudah memuncak dan menguap sampai ke ubun-ubun.

"Dih ngambekan, padahal gue cuma bercanda doang. Sensi amat si, Nay." Melisa mengerucutkan bibirnya.

"Iya deh, iya deh. Gue minta maaf," ucap Melisa akhirnya, perempuan itu menyuruh Naya untuk duduk kembali di bangku taman. "Sekarang gue bakalan dengerin curhatan lo terus kasih solusi terbaik biar beban pikiran lo sedikit berkurang."

Dear Mas Ali (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now