21. Ada yang Kurang

53.8K 5.7K 1.6K
                                    

Makasih banyak buat kalian yang udh vote dan spam komen di chapter sebelumnya sampai bisa mencapai target.

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen juga di chapter ini. Komen yang banyak ya! Komen di setiap paragraf.

Rekomendasikan cerita ini ke temen-temen kalian yang suka baca wattpad atau ke sosial media kalian ya supaya ceritanya makin banyak yang baca, heheh. Oke makasih banyak.

1 rb vote + 1,5 rb komen untuk next chapter^^
_______________________________________

"Hasna." Panggilan Ria barusan sama sekali tak digubris oleh sang pemilik nama.

Ria pun mencoba mengguncang pelan tubuh Hasna seraya kembali berucap, "Hasna!"

Barulah Hasna menolehkan pandangan ke arah Ria dengan kedua alis saling bertaut. "Kenapa, Ri?"

"Seharusnya aku yang tanya, kamu kenapa? Kamu belum ikhlas ya Ali udah nikah sama perempuan lain? Aku ngerti perasaan kamu, tapi jangan kayak gini terus-terusan, kamu juga berhak bahagia ...."

"Bahagia sama siapa, Ria? Kebahagiaan aku terletak pada Ali, sayangnya sekarang Ali ninggalin aku gitu aja tanpa kabar dan kepastian yang jelas." Kedua mata Hasna sudah berkaca-kaca, siap meluruh apabila ia mengedipkan mata.

"Aku udah coba buat ngikhlasin Ali." Ia menggelengkan kepala. "Tapi aku belum bisa ngikhlasin Ali sepenuhnya."

"Jujur, ngeliat Ali sama istrinya tadi aku cemburu. Aku cemburu, Ria." Air mata yang sejak tadi menggenang di pelupuk mata Hasna akhirnya tumpah juga, rasa sesak di dalam dada semakin terasa ketika ia mengambil napas dalam-dalam.

"Sakit, Ri. Hati aku sakit ngeliat Ali deket sama perempuan yang jelas-jelas adalah istrinya." Ia terduduk di lantai, tak kuat menahan sakit di dalam hatinya yang tak kunjung sembuh.

Ria yang melihat Hasna sangat menderita segera membantu perempuan itu untuk berdiri kemudian memeluknya begitu erat, ia memang ikut merasakan kesedihan yang tengah dirasa oleh sahabatnya.

"Aku ngerti pasti sulit buat kamu hilangin rasa cinta kamu sama Ali, aku juga ngerti gimana sakitnya hati kamu saat tau kalau sekarang Ali udah punya istri, tapi aku nggak mau ngeliat kamu terus terpuruk dalam kesedihan cuma gara-gara Ali, Hasna. Hidup kamu masih panjang, kamu masih bisa menata kehidupan kamu agar menjadi lebih baik lagi dan bahagia bersama lelaki yang memang jodoh kamu," ujar Ria.

Beberapa detik kemudian, Ria melepas pelukannya. Ia menghapus pelan air air mata yang berlinang di pipi Hasna.

"Kita pulang sekarang yuk."

Hasna hanya menanggapi ucapan Ria dengan anggukan kepala tanpa ada niatan untuk berbicara sepatah kata pun.

Sementara di sisi lain, Naya dan Ali segera berjalan menuju ke arah meja yang sudah diduduki oleh Ranti dan Aryo.

Sejauh ini memang terlihat biasa saja, Ali sendiri masih menerka-nerka mengenai sesuatu yang akan diberitahu oleh kedua orang tuanya. Sungguh, Ali berharap sesuatu yang dimaksud tersebut adalah berita baik bukan berita buruk seperti apa yang ia takutkan.

"Assalamu'alaikum, Ummah, Abah. Maaf sudah menunggu lama." Ali mencium punggung tangan mereka berdua.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." Kedua orang tua Ali menjawab salam itu secara bersamaan.

"Iya nggak papa kok, Li," jawab Aryo disertai senyuman.

Melihat Naya yang diam, Ali menyikut lengan perempuan itu, seolah memberi perintah bahwasanya Naya harus mencium punggung tangan Ranti dan Aryo juga.

Dear Mas Ali (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now