Bagin 11 : Momen Manis

375 43 14
                                    

Jihyo sedikit terkekeh meninggalkan kelas. Ia masih mengingat saat dirinya sibuk sendiri, padahal ada dosen di dalam kelas dan tengah menjelaskan pembelajaran mengenai akuntansi manufaktur. Beruntung, Jihyo tahu banyak soal jurusan sendiri karena ia ke akuntansi memang menyukainya. Kelak di masa depan ia ingin menjadi seorang konsultan akuntansi atau setidaknya ia bekerja di jalur jurusannya.

Itulah ambisi Jihyo selama ini. Ambisi yang membuat dirinya menjadi sosok yang egois dan tidak tahu diri. Seperti yang dikatakan oleh Sohyun, ia adalah wanita iblis. Ya, Jihyo tidak bisa menampik itu. Sontak saja, Jihyo menghentikan langkah tepat di area gedung administrasi, seperti yang telah mereka janjikan beberapa jam yang lalu—bertemu dan kembali bersama.

Jihyo mengingat itu, tetapi ia belum melihat eksistensi Jungkook, berakhir ia mengamati sneakers yang ia kenakan—membalut dua kaki mungilnya. Dilakukannya begitu lekat sembari mengingat beberapa hal yang sudah terjadi antara dirinya dan Jungkook. Sikap spontan yang ia lakukan. Terkadang, Jihyo juga merasa heran karena ia merasa dirinya digerakkan begitu saja karena ia tidak ingin kehilangan Jungkook dan calon bayi mereka. Jihyo menyadari satu hal, ia tidak memiliki siapapun selain mereka berdua.

"Walau sulit, karena terkadang aku mengingat ketika mereka tiada di depan mataku. Sangat menyedihkan," gumamnya bersamaan dengan mata yang terpejam untuk beberapa saat.

"Jihyo, kau sudah menunggu lama? Aku minta maaf. Ada sedikit kendala di Kantor Kepolisian tadi." Sebuah suara alto yang menenangkan, tetapi mengejutkan Jihyo. Ketika dirinya menganggap hanya sedang berimajinasi, yang dinanti memang ada di depan mata—tampak abis berlari kekuatan penuh dengan napas yang naik turun.

"Aku baru saja sampai di sini, tetapi kau seperti habis berlari dari Kantor Kepolisian ke kampus ini," balas Jihyo dengan tenang.

Jungkook tersenyum tipis atas balasan sang istri, terdengar menyenangkan. "Aku hanya berlari dari parkiran. Akan menyusahkan jika berlari dari kantor kepolisian dan tidak membawa mobil, Ji. Aku bisa saja melakukannya, tetapi tidak mungkin dengan dirimu, bukan? Kehamilanmu masih begitu dini, jadi kau harus menghindari beberapa pekerjaan berat."

"Siap, kapten! Ayo kita kembali. Aku sudah memikirkan apa yang akan aku masak," ucap Jihyo seraya menggenggam jemari Jungkook untuk meninggalkan area sekitar. Sampai saat ini, Jungkook sebenarnya masih terkejut dengan sentuhan yang dilakukan oleh Jihyo—ia belum terbiasa kala biasanya mereka membentang jarak yang begitu lebar bak seluas samudera. Namun, Jungkook juga tidak berniat untuk menghindar atau mengelak. Ia menikmatinya.

"Seharusnya tidak perlu masak. Kau akan kelelahan. Kita mampir di salah satu kedai makan saja atau kau ingin jalan-jalan, aku akan antar. Oh iya, kebetulan ada pasar malam di ujung Seoul. Mau ke sana tidak?" tanya Jungkook, keduanya berbincang sembari menarik langkah menuju mobil sedan putih milik Jungkook yang ada diparkiran.

Tawaran yang diberikan oleh Jungkook mengesankan. Terlebih, ia sudah lama tidak berkunjung ke pasar malam. Biasanya, ia hanya ke mal atau tempat modis untuk menghabiskan isi kartu Jungkook. Kebiasaan buruknya yang amat menjengkelkan. Jihyo pun mengakuinya. "Apa kau tidak lelah? Kau'kan sehabis dari Kantor Kepolisian? Tetapi omong-omong, apa yang kau lakukan di sana? Apa baik-baik saja?"

Jungkook langsung mengangguk kepala. "Semuanya baik-baik saja. Proses pengambilan data memang cukup rumit dan lama terkait narkoba. Dan soal menemanimu itu tidak masalah. Lagipula, kita akan bersenang-senang di sana. Aku bisa jamin. Aku mendapatkan informasi itu dari Sohyun. Pembukaannya bahkan hari ini. Kurasa kita bisa jika kau memang menginginkannya," jelas Jungkook lagi.

Jihyo tanpa berpikir pun memilih untuk setuju. Perkataan Jungkook membuatnya sangat yakin. Jihyo bahkan sudah memikirkan untuk memainkan wahana yang mana, terlebih lagi, ia tidak sendirian seperti kala usianya sepuluh tahun—ke pasar malam seorang diri dan hanya bisa menjadi pengamat. Kali ini, ia merasa akan bersenang-senang.

My Second LifeWhere stories live. Discover now