Bagian 44 : Berakhir

111 25 2
                                    

Kejadian itu terjadi begitu saja di depan mata Jungkook. Tidak pernah ia bayangkan, pria yang ia benci mengalami hal tak terduga. Seperti dunia dan perasaan yang ia miliki berkhianat, menuntun dirinya berlari, mendekat ke arah kejadian penabrakan yang baru saja terjadi. Darah terus saja mengalir tiada henti, membuat Jungkook terpaku.

Apa dia akan mati?

Namun, Jungkook menggelengkan kepala. Ia tampak frustrasi. Pikirannya bahkan tidak bisa berfungsi dengan baik sebagaimana mestinya. Selain itu, Jungkook juga meninggalkan Hyunki yang masih mematung. Seakan merasakan hal aneh antara Jungkook dan Seojun.

"Demi apapun! Kau tidak boleh mati seperti ini! Kau belum menebus kesalahamu Pengacara Goo Seojun!" Jungkook berujar lalu meluruhkan tubuhnya dekat dengan pria tersebut yang saat ini menatap langit, air mata terus saja mengalir dan Jungkook bisa melihatnya.

"Jung ... kook! Saya tahu, sampai kapanpun itu, anda tidak akan bisa memaafkan saya. Saya menerima itu hingga detik jantung saya berdetak—"

"Apa anda sudah gila? Jangan mengatakan hal omong kosong dan anda harus tetap sadar! Ambulans akan segera tiba. Karena saya belum memaafkan anda jadi anda tidak boleh pergi begitu saja!" ucap Jungkook dengan air mata yang mulai menggenai matanya.

Semua orang yang berada disekitar terjadinya kecelakaan itu, tentu khawatir dengan kondisi Pengacara teratas seperti Goo Seojun. Akan tetapi, tidak ada yang mendekat. Mereka lebih memilih menantikan tim evakuasi beserta ambulans datang setelah mereka sudah memberikan informasi terkait kecelakaan yang baru saja terjadi. Namun tak sedikit membuat mereka heran kala salah satu pengacara yang mulai disorot seakan begitu dekat dengan Goo Seojun.

"Kasihan sekali. Bukankah Pengacara Goo baru saja melakukan gugatan perceraian pada istrinya karena kasus perselingkuhan? Nasibnya sungguh sial!"

"Semoga dia baik-baik saja. Akan tetapi, kenapa Pengacara Jung tampak begitu terpukul? Apa mereka dekat?"

Hyunki yang mendengar itu memilih untuk mengamati saja. Ia tidak tahu harus memberikan respon seperti apa. Hanya saja, ia memiliki pertanyaan yang sama dengan beberapa orang. 

Jungkook sendiri pun seperti tidak peduli menjadi bahan pembicaraan. Ia begitu kesal, jengkel dan marah dengan pria tua yang saat ini merekahkan senyum walau terlihat bergetar. Apa ia begitu senang dengan kondisinya sekarang?

"Brengsek! Anda harus tetap hidup!" Perkataan Jungkook beriringan dengan Seojun yang terbatuk, tetapi membuat semua orang terkejut karena batuk itu keluar bersama darah—muncrat mengenai pakaian Seojun dan Jungkook yang berada begitu dekat dengannya.

"Saya ... saya masih ingin tetap hidup karena saya harus membuat putra saya memberikan maafnya, tetapi kenapa rasanya seperti sulit?" tanya Seojun. Ia tidak bisa menggerakan tubuhnya yang terasa kaku dan kebas. Menoleh saja sulit, padahal ia ingin mengamati wajah itu, mungkin untuk terakhir kalinya sebelum matanya terpejam?

Jungkook benar-benar dibuat diam membisu. Situasi sekarang, rasanya memuakkan tetapi juga menyesakkan secara bersamaan. Dalam lubuk hatinya, ia tidak ingin pria yang menjadi penyebab dirinya menderita tiada begitu saja. Ia harus hancur sehancurnya sebelum memejamkan mata, bukan? Akan tetapi, kenapa dia berakhir seperti ini?

"Jung ... Jung! Saya telah membuatmu dan ibumu menderita. Saya minta maaf." Lalu Seojun kembali terbatuk, darah kembali keluar, membuat Jungkook memalingkan wajah.

Apa yang menimpanya sekarang, membuat Seojun menyunggikan senyum sekali lagi. Momen-momen yang tak pernah ia tepis satu persatu menghiasi pikirannya. "Inilah hukuman dari Tuhan yang begitu berat, Jung. Saya seperti sudah tidak waras kala putaran-putaran masa lalu tentang dirimu dan ibumu berputar. Tuhan menghukum saya seakan saya berada diujung kematian dengan membawa dosa itu."

My Second LifeWhere stories live. Discover now