Bagian 43 : Sangat Benci

119 23 4
                                    

"Hari ini kemungkinan pemeriksaan saksi dan alat bukti kedua belah pihak. Kemungkinan lama tetapi aku akan kembali dengan segera," ucap Jungkook sembari memeriksa berkas-berkas yang sudah ia masukkan semalam ke dalam tasnya.

Jihyo sudah berpakaian rapi, mengenakan elegant tweed warm mermaid dress motip kotak-kotak perpaduan warna krem dan coklat susu. Dari pintu, ia mengamati kesibukan suaminya dari sana. Sekejap, Jihyo memanyunkan bibir. "Apa aku boleh ikut?"

Alhasil, Jungkook langsung menghentikan kegiatannya lantas mengamati Jihyo dengan sebelah alis terangkat. "Tiba-tiba?"

Agak ragu, Jihyo mengangguk. "Lagipula terbuka untuk umum'kan? Aku tidak akan menganggu kok. Hanya mau lihat acara persidangan berlangsung." Perlahan, Jihyo menarik langkah untuk mendekat. Kala jarak dengan Jungkook tidak begitu jauh, ia lantas memegangi lengan suaminya sembari memasang wajah bak anak anjing yang ingin menangis. "Sayang ... boleh, ya?"

Bagi Jihyo, hal seperti itu mudah untuk dilakukan. Tanpa menunggu waktu yang lama, ia bahkan sudah mendengar suara helaan napas. Sepertinya, Jungkook memang tidak bisa menolak keinginan istrinya yang tiba-tiba saja ingin ikut. Hanya, Jihyo tidak mengerti saat Jungkook tersenyum didetik itu juga. Maksudnya, senyum yang memiliki arti lain.

"Boleh, tetapi kau harus banyak-banyak sabar nanti, apa tidak masalah? Jika bosan di ruangan persidangan, keluar juga tidak masalah. Ada kafe di sekitar pengadilan dan hari ini ada beberapa mahasiswi magang. Ia akan menemanimu." Jungkook berujar membuat Jihyo mengangguk dengan semangat.

"Tentu saja. Kalau begitu, aku akan mempersiapkan diri. Tidak lama, hanya lima menit—"

"Tetapi sebelum itu." Jungkook langsung menahan pergerakan istrinya yang hendak melenggang. Seperti yang ia katakan, namun Jungkook memiliki hal yang harus ia lakukan ketika satu sudut bibirnya terangkat. "Berikan ciuman pagi dulu. Hari ini hari persidangan yang pastinya akan membuang banyak—"

Jungkook langsung menghentikan perkataannya saat Jihyo tanpa berpikir panjang membiarkan kedua bibir mereka menyatu. Bahkan, Jihyo melakukan sedikit lumatan lantas kembali menjauhkan bibirnya dari bibir Jungkook sebelum sang empu yang kini terkejut membuatnya semakin jauh.

"Itu ...."

Jihyo lekas menaruh jari telunjuknya di bibir Jungkook, membuat sang suami didetik itu terdiam. "Kita harus segera berangkat! Aku, aku ber—bersiap-siap dulu! Tidak akan lama," ucap Jihyo lalu melenggang—meninggalkan Jungkook yang mematung, tetapi Jungkook sendiri bisa melihat wajah istrinya yang merona merah.

Dengan santai, Jungkook berkacak pinggang. Ia memang terkejut karena Jihyo bersedia tanpa dirinya begitu memohon. Jungkook merasa suasana hati istrinya begitu baik. Kalau begini, bukankah harus dimanfaatkan?

Nyatanya, seperti yang Jihyo katakan, ia sudah menyelesaikan persiapannya. Masih menggunakan gaun sebelumnya. Perbedaannya pun hanya ada di genggaman Jihyo yang membawa tas berwarna krem dan Jungkook baru menyadari perkara rambut istrinya yang memang lebih rapi lagi. Keduanya tidak berbicara banyak hal tatkala Jihyo juga sibuk bermain ponsel dan Jungkook fokus dengan sesi menyetirnya. Hanya suara alunan musik dari radio, tetapi fokus Jungkook pecah kala ponselnya bergetar, bertepatan dengan lampu lalu lintas yang berwarna merah sehingga Jungkook bisa memeriksa ponselnya yang ditaruh di dashboard mobil.

Nomor tidak dikenal: Ayo kita bertemu sebelum persidangan di mulai. Saya tidak akan membuang banyak waktu. Apa kita bisa melakukannya?

Tanpa mengirimkan pertanyaan yang merujuk menyuruh untuk perkenalan diri, Jungkook sudah bisa menebak. Siapa yang lagi yang memaksa untuk melakukan pertemuan ini kalau bukan dia? Walau rasanya tidak ingin, tetapi Jungkook merasa harus mengalah untuk saat ini karena selain pria tua itu ingin mengatakan hal yang ia inginkan, Jungkook juga ingin memberikan peringatan. Bagi Jungkook, ini adalah waktu yang tepat.

My Second LifeWhere stories live. Discover now