Part 31 (David Pov)

45K 2K 87
                                    

Happy reading guys...

Warning! Typo bertebaran!
Cerita gaje!

***

Kau tau? Aku benci situasi seperti ini. Aku benci senyummu saat ini. Tubuhmu penuh luka dan itu semua karna aku. Tapi kenapa? Kenapa kau masih tersenyum kepadaku sementara dirimu diambang maut? Aku benci sanyummu saat ini yang seolah mengejekku. Tak taukah kau ketakutanku karnamu? Apapun yang terjadi, kumohon bertahanlah. Bertahan demi cinta kita.

---

Aku sungguh sangat kacau saat ini. Sekarang Lauren ada di ruang operasi. Dokter mengatakan kalau tusukan di perutnya sangat dalam dan peluru itu menggores sedikit jantungnya. Beruntung peluru iu tidak sampai menancap tepat di jantungnya hingga masih ada kemungkinan Lauren agar selamat.

Melihat Lauren seperti ini sungguh membuatku menderita. Melihatnya dilukai tepat di depan mataku dan aku tidak bisa melakukan apapun. Hidupku rasanya sama sekali tak berguna. Gadisku selalu terluka karenaku. Dia selalu terluka, entah hatinya atau raganya. Entah berapa kali dia sakit hati atau terluka.

Apalagi keadaannya tadi sungguh buruk membuat banyak pikiran buruk menghinggapi otakku. Banyak sekali sayatan di lehernya, dua luka tusukan yang sangat dalam, peluru yang harusnya untukku bersarang di bahunya. Dan yang menurutku paling mengerikan adalah darah yang mengalir dari mulutnya.

Ini sudah empat jam sejak pintu ruang operasi tertutup dan belum tanda-tanda akan terbuka, sekarang bahkan sudah pukul dua dini hari.

Andai saja tadi aku tidak meninggalkannya kemarin, andai saja Mom tidak pergi, andai saja aku bisa menyelamatkannya tanpa luka sedikitpun, andai saja aku bisa menggantikan dan mengambil seluruh rasa sakitnya. Andai saja, terlalu banyak pengandaian dalam otakku.

Pintu terbuka dan nampaklah seorang dokter dengan wajah lelahnya.

"Bagaimana keadaannya, dok?" tanyaku begitu dia membuka maskernya.

"Luka-luka nya sangat banyak dan parah. Kami sudah berusaha sekuat tenaga, operasinya berjalan lancar. Kondisinya juga sudah stabil. Tapi--"

"Tapi kenapa?" tanyaku tak sabar.

"Sekarang dia koma"jawabnya singkat yang sukses membuatku terpaku.

"Kira-kira kapan dia bisa sadar?" tanya Mom bergetar.

"Kami tidak tau dan kami tidak ingin memberi harapan palsu. Dia bisa saja sadar dalam hitungan jam, hari, bulan bahkan tahun. Yang bisa kita lakukan sekarang hanya berdoa pada tuhan agar sang pasien cepat di beri kesembuhan" jawabnya dan memberi nasehat.

"Baiklah, saya permisi dulu. Pasien akan di pindahkan ke ruang perawatan dan kalian boleh menjenguknya setelah dia di pindahkan" lanjut nya di antara keheningan yang tercipta.

Brankar rumah sakit itu lewat di hadapanku. Tubuhnya tergolek lemah disana dengan banyak selang yang menempel disana.

Lauren di pindahkan ke ruang VVIP yang entah sampai kapan akan ditinggali nya.

Aku mendekatinya dengan langkah lunglai tepat setelah para perawat pergi. Aku duduk di salah satu kursi yang tepat di samping ranjangnya. Aku menggenggam tangannya yang terbebas selang infus dan mengecupnya berulang kali. Air mataku meluncur begitu saja melihat kondisinya yang seperti ini.

"Sayang--" panggil Mom yang tidak ku gubris sama sekali. Aku sekarang sangat marah pada Mom, kalau saja dia tidak meninggalkan Lauren waktu itu.

"Keluar Mom" ucapku dingin.

"Tapi sayang--"

"KELUAR MOM! LAUREN SEPERTI INI ITU SEMUA KARNAMU. KALAU SAJA KAU TIDAK MENINGGALKAN DIA KEMARIN PASTI MEREKA TIDAK AKAN MELUKAI LAUREN!" bentakku pada Mom, dan bisa kulihat dia menangis. Dan detektor jantung Lauren berbunyi lebih cepat. Aku tau, Lauren pasti tidak menyukai aku yang membentak Mom seperti tadi.

"David! Jaga bicaramu!" ucap Dad padaku.

"Kalian semua keluar dari sini" ucapku datar. Kulihat Dad yang masih ingin memarahiku dihentikan oleh Nathan.

"Dia butuh waktu sendiri" ucapnya pada Dad yang hanya dibalas anggukan.

Aku melihat mereka semua berderap meninggalkan ruangan hingga hanya tersisa aku dan Lauren disini.

Aku kembali menatap wajahnya yang terlihat sangat damai. Rahangku kembali mengeras melihat luka goresan yang memang sengaja dibuat. Goresan itu sangat banyak dan sekarang ditutupi plaster transparan. Bekas jahitan di bahu indahnya, dua jahitan di perutnya. Rasanya aku ingin membunuh Jessy saat itu juga jika saja Lucas tidak menghentikan ku.

Apapun yang terjadi pada Lauren, aku bersumpah akan membalasnya.

***

"Tidak, jangan beri mereka hukuman mati. Siksa mereka hingga mereka sendiri yang ingin mati"

"..."

"Bagus, pastikan Wilton's Company bangkrut sampai ke akarnya. Buat mereka tidak bisa meminjam uang kepada siapapun dan sekecil apapun"

Aku akan pastikan mereka yang melukai gadisku akan sangat menyesal.

Aku masih setia menemani gadisku di rumah sakit sambil sesekali mengajaknya berbincang walau tak ada respon sedikitpun darinya. Yang aku tau, orang yang dalam keadaan koma masih bisa mendengar dan merasakan keadaan di sekitarnya. Aku sangat berharap, setidaknya dia menggerakan jarinya untukku.

Aku selalu membawa laptop dan berkas-berkas yang harus kukerjakan kesini. Bahkan aku selalu menginap disini. Aku ingin, jika gadisku membuka mata akulah yang pertama kali dilihatnya.

Akan yakin, Lauren akan membuka mata walau entah kapan itu. Dan aku akan tetap menunggunya sampai kapanpun.

Dia, Lauren adalah cintaku, hidupku, nafasku.

Akan ku lakukan apapun untuknya, akan ku berikan segalanya untuknya, akan kutunggu dia sampai kapanpun, akan ku korbankan milikku apapun itu bahkan nyawaku sekalipun untuk melihatnya bisa tersenyum, untuk bisa melihatnya bahagia, untuk melihatnya bisa menikmati indahnya dunia, untuk bisa merasakan betapa besar cintaku padanya.

***

Tuh Laurennya ngga meninggal, orang aku kemaren cuma bercanda kok. Wkwk 😂😂

Sorry ya semua... Anin mana tega biarin Dave jadi jones, kalian ngga mau juga. Padahal mah Anin juga mau gantiin Lauren kok 😳. btw makasih ya yang mau comment, yang sayang sama Lauren. Ilysm guys 😘😍

Ok. Dah ah segini ae. See you next time 👋👋

Love and hug
-AKP-

My CEO My Love [Completed]Where stories live. Discover now