20

1.3K 126 10
                                    

Sehari sebelum pertunangan Mondy dan Bella, Mondy yang sangat gelisah dan penasaran mendatangi ayahnya untuk meminta penjelasan.
Mondy memasuki ruang kerja Hamzah, ia akan membuat Hamzah menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Mondy duduk di kursi depan meja Hamzah setelah Hamzah menpersilahkannya masuk.

"Apa yang ingin kau bicarakan ?" tanya Hamzah.

"Menurut papa ? Apalagi selain pertunangan itu" jawab Mondy datar.

Hamzah menghela nafasnya.
"Bukankah kau sudah setuju ?"

Mondy tersenyum sinis, tatapannya menajam.
"Mondy setuju karena papa bilang ini hanya sementara. Sebenarnya apa yang terjadi pa ? Apa yang membuat papa sangat menginginkan pertunangan itu disaat Mondy sudah memiliki Raya ?"

"Sudahlah Mon, tidak perlu dipermasalahkan lagi. Kamu hanya harus bertunangan dengan Bella, setelah itu papa akan mencari jalan keluar untuk kamu."

"Apa Restu dan Bella mengancam papa ?" tebakan Mondy membuat Hamzah tersentak. Bagaimana pun Mondy bukan anak kecil yang bisa dengan mudahnya di bodohi.

Hamzah terdiam bingung harus mengatakan apa kepada Mondy.

"Apa benar seperti itu pa ? Mondy mohon jawab." ucap Mondy tegas.

Hamzah memijit pelipisnya dan akhirnya mengangguk mengiyakan.
Mondy tidak terkejut karena ia sudah yakin dari awal bahwa ini bukanlah keinginan ayahnya.

"Apa yang mereka katakan ?" tanya Mondy datar.

"Restu mengancam akan menghancurkan keluarga dan bisnis kita kalau tidak menuruti keinginannya. Dan juga____

"Juga apa ?"

"Juga akan mencelakakan Raya." Mondy mengepalkan tangannya erat saat mendengar perkataan ayahnya. Wajahnya menahan emosi, matanya berkilat marah.
Tentu saja ia marah jika ada yang berani menyakiti gadisnya bahkan sedikit pun.

"Papa mohon terima dulu pertunangan ini, setelah itu kita cari jalan keluarnya bersama. Papa hanya takut mereka menyakiti Raya, kamu juga pasti berpikir begitu kan ?" ucap Hamzah.

Mondy terdiam. Ayahnya benar, Mondy tidak boleh egois saat ini, bagaimana pun Restu tidak bisa dianggap remeh mengingat level kekuasaannya yang berada di atas Mondy.

Mondy mengusap wajahnya kasar dan akhirnya menyetujui apa yang dikatakan ayahnya.
Ia akan mencari cara untuk segera keluar dari permasalahan ini nanti dan tentu saja melindungi gadisnya dari orang-orang jahat seperti Bella dan Restu.

*

Raya termenung di meja kerjanya, sepi. Itulah yang Raya rasakan saat ini. Saat dimana Mondy tidak masuk kantor dan Raya hanya sendiri di ruangan kerja Mondy yang dirasa sangat besar.

Raya melirik ke arah meja kerja Mondy dan menghela nafas panjangnya. Kaki jenjangnya ia langkahkan mendekati meja kerja Mondy, dan dengan santai ia duduk di kursi kebesaran Mondy.
Nyaman. Raya memejamkan matanya menikmati rasa nyaman dari kursi yang ia duduki.
"Seperti pelukan Mondy" gumam Raya dengan mata yang masih tertutup rapat.

Entah mengapa Raya sangat memikirkan Mondy. Padahal pria itu baru sehari tidak masuk kantor, setelah tadi malam ia menghubungi Raya dan mengatakan bahwa ia ada urusan mendadak di Bali.
Awalnya ia biasa saja, tapi berada dalam kesendirian membuat hatinya gelisah. Ditambah lagi Mondy tidak menghubungi dirinya sejak tadi pagi hingga kini, membuat pikirannya semakin tak menentu.

"Semoga kamu selalu bisa menjaga kepercayaanku Mon." lirih Raya.

**

Dilain tempat Mondy duduk gelisah di kursi yang telah dipersiapkan untuk dirinya.
Pria itu terlihat sangat tampan dengan tuxedo berwarna silvernya.
Pertunangan itu akan dilaksanakan. Ingin rasanya ia mengatakan tidak, tapi tak mungkin mengingat ia telah sepakat dengan ayahnya.
Terdengar bunyi langkah kaki dari tangga rumah tersebut.
Bella melangkahkan kakinya dengan wajah sumringah menuju ruang tamu rumahnya yang sudah di dekorasi untuk pertunangannya dengan Mondy. Walaupun tidak terlalu mewah karena mengingat pertunangan ini hanya dihadiri keluarga dan tidak dipublikasikan.

Kisah AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang