3. Kenalan Baru

187 8 2
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Aku membaca pesan dari Haruni. Dia memintaku untuk datang ke kafe seroja, tempat biasa kami bertemu. Aku tanya kenapa ia hanya bilang "datang saja". Aku punya firasat buruk. Setiap ia memintaku datang ke kafe seroja ia selalu mengajak orang asing untuk diperkenalkan padaku. Aku tidak suka dengan rencananya yang satu itu, meski begitu ia terus berusaha. Hal ini bermula ketika aku setiap sabtunya menunggu di depan pintu kafe yang selalu ada beruang siang harinya.

Dalam perjalanan menuju tempat pertemuan, aku melewati jalanan yang lumayan padat. Mataku terpaku pada kafe itu, yang tidak jauh dari kafe seroja.

"Fiuhh" aku menghela nafas panjang. Setiap melewatinya hatiku selalu berdesir.

Setiba di kafe seroja. Haruni melambaikan tangannya.

"Kitty, sini."

Aku berusaha tersenyum manis.

"Kenalkan ini Kitty." Haruni mengatakannya persis setelah aku duduk. "Kitty kenalkan ini, Rival"

Aku mengenalkan diriku padanya. Kali ini berbeda dengan orang asing yang selalu Haruni kenalkan, entah mengapa aku merasa sudah nyaman, apa karena ia ramah?

Kami pun bercerita tentang aktivitas dan kesibukan masing-masing. Ia tidak sekaku yang ku bayangkan di perjalan sebelum ke kafe.

"Kalian teman dekat dulunya?" Aku penasaran ingin tahu dari mana Haruni kenal sosok yang dihadapanku saat ini.

"Aku teman SMP Haruni dulu," jawab Rival.

"Oh ya?"

"Iya, dia ini dulu cowok popular di SMP." Terang Haruni. Aku mengangguk, dilihat dari wajahnya memang tak diragukan.

"Tidak juga." jawab lelaki itu sambil tersenyum. Apa itu basa-basi?

"Lalu, kapan kalian bertemu lagi?" tanyaku penasaran. Sebenarnya ingin memancing maksud Haruni kenapa memanggilku kemari.

"Kami beberapa hari yang lalu bertemu di tempat meeting dan bercerita banyak. Aku juga cerita tentang kamu, soalnya dia penasaran siapa partner kerjaku dulu waktu proyek tahun lalu."

"Owh," aku menyuruput cappuccino cincau.

"Maaf jika kami menganggu waktumu." Ucap lelaki berkulit putih dengan sedikit brewok itu.

"Tidak apa-apa kok lagian aku juga lagi kosong."

Setelah pertemuan dengan lelaki berkulit putih dengan sedikit brewok berakhir, kami pun pulang. Sebelum pamit Rival memberi ku kartu nama.

"Kapan-kapan hubungi aku jika kamu ada waktu." Aku mengangguk tersenyum, sambil bilang terimakasih.

Aku bisa menangkap maksud dari pertemuan ini. Tapi kali ini rasanya berbeda dengan sebelumnya. Terlihat alami dan tidak dipaksakan. Haruni pun tidak terlalu antusias memperkenalkan kenalaannya kali ini.

"Haruni, kali ini apa?" tanyaku ketika di mobil dalam perjalanan pulang.

"Eh apa?"

Aku menghela napas panjang. Dia pura-pura tidak tahu.

"Kitty, kali ini aku tidak bermaksud seperti sebelumnya, ya." Ia menjelaskan sambil menyelip mobil yang ada didepannya. Aku menatapnya tidak mengerti.

"Apa yang kamu ceritakan tentangku?"

"Partner kerja, sahabat, serta wanita yang sering menunggui seseorang yang tak jelas, haha." kalimat terakhir serta tawa yang mengiringi membuatku mual. Bukan hanya itu, ia dari tadi ugal-ugalan membawa mobil.

"Aku masih mau hidup, memangnya kamu ada urusan apa sampai ngebut begini." Ingin rasanya menimpuk kepalanya yang batu itu. Keras kepala sekali.

"Masih mau hidup karena masih ingin menunggu kepastian,kan?" Aku mendengus kesal, "Aku harus menjemput oma di bandara, jadi sorry, ya."

Aku rolling eyes  mendengar alasannya lalu berusaha duduk dengan tenang dan menutup mulut rapat-rapat agar tak tergigit lidah.

Bersambung...

Waiting FoolishlyOn viuen les histories. Descobreix ara