13. Melupakan dan Kangen

77 6 0
                                    

"Tidak bisa ditemui lagi?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Tidak bisa ditemui lagi?"

"Maksud Bunda, dia sudah tidak mau bertemu dengan Maryam lagi, meski Maryam pun sudah mau membesarkan hati untuk pergi menemuinya dalam rangka meminta maaf."

Aku menarik nafas lega. Ku kira kenapa-napa dengan wanita itu.

"Maafkan Bunda, ya."

Aku menggeleng pelan, "Bunda sudah minta maaf tadi, dan Kitty sudah memaafkan."

"Bunda tahu, kamu maunya Maryam yang langsung minta maaf ke kamu, kan?"

Aku tertegun, menelan ludah. Sepertinya aku sudah salah bicara. Secara ego iya, aku ingin Maryam lah yang langsung menemuiku bukan perwakilan, tapi melihat dirinya tadi sore, khawatir nanti bukan makin dingin suasananya malah makin panas.

"Bunda ingin segera menemui kamu, meminta maaf sebagai Ibu dari Maryam, sebenarnya ingin Maryam saja yang menemui, tapi dia masih belum mau bicara apa-apa, dia mengurung diri. Bunda juga masih belum bisa bicara banyak padanya. Rival juga sudah berusaha untuk menemui Maryam, tapi dia menolak. Dia butuh mendinginkan kepalanya, setelah itu Bunda akan bicara baik-baik padanya."

Aku mengangguk paham.

"Maafkan Kitty juga ya, Bund—"

"Lho? Kok malah kamu minta maaf?"

Aku tersenyum getir, "Karena keberadaan Kitty membuat suasana penginapan ini jadi panas."

"Itu bukan salah kamu, ini terjadi karena kesalahpahaman. Tapi, benar kamu tidak ada hubungan spesial dengan Rival?"

Aku terdiam sejenak, mengambil nafas, "Cuman rekan kerja, Bund. Tidak lebih."

Bunda, wanita yang saat ini memakai make-up lebih tipis dari pertama kali aku melihatnya, mengangguk paham. Semoga Bunda bisa pelan-pelan menjelaskan pada Maryam.

Setelah bicara panjang lebar, Bunda pun pamit, ia juga memberiku buah-buahan dan obat untuk lukaku.

"Kalau ada apa-apa, jangan lupa pencet tombol ini, ya." Bunda menunjuk tombol di samping pintu. Aku menganguk. Lalu menutup pintu kamar setelah Bunda keluar.

Urusan ini, kapan ya bisa mereda?

***

Cicitan burung di pagi hari membuat persen suasana hatiku sedikit bertambah. Aku juga membuka gorden kamar, ku tatap pemandangan penginapan dari luar jendela kaca yang besar ini. Sinar pagi menyirami ruanganku.

Aku masih sibuk bercermin, pelan-pelan menyentuh pipi kanan yang bengkaknya sudah mulai hilang, tapi bekas luka disekitar bibirku masih sakit, seperti kena sariawan. Bahkan saat sarapan lewat room service tidak habis ku makan, padahal sudah pesan bubur jagung agar mudah ku telan.

Tiba-tiba tidak ingin keluar kamar. Aku ingin diam di ruangan ini saja. Rasanya lebih enak.

Aku menggeleng menepis rasa malas itu, baru aja masuk kerja sudah malas.

Waiting FoolishlyWhere stories live. Discover now