20. Bukankah ini saatnya (End)

54 7 2
                                    


Suasana masih saja sejuk meski waktu siang sudah menyapa

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Suasana masih saja sejuk meski waktu siang sudah menyapa. Di penginapan Bunda memang tempat yang pas untuk menemukan mood yang baik. Di tengah hiruk pikuk kota, tempat ini sangat cocok untuk melepas penat atau stress.

Begitu juga sepertinya untukku. Namun, lebih dari sekedar melepas penat atau stress. Aku disini untuk menemukan kebenaran yang selama ini ku hindari, atau mungkin tidak. Sesuatu yang seharusnya sudah lama ku lepas.

Lelaki itu menatap ke arah pemandangan air mancur. Matanya yang sendu memberi makna ambigu. Apakah ia sedih atau merasakan ketenangan. Tak lupa angin lembut menyentuh poni depan yang hampir menutup matanya. Meski terkesan berantakan, ia masih saja terlihat tampan. Dengan kaos hitam dan celana jeans birunya. Membuat degup jantung yang semula normal kini berdetak lebih kencang. Aku mengatur nafas, agar lebih tenang. Dan tak lupa membaca bismillah. Semoga urusan ini segera berakhir.

"A-assalamu'alaikum, Habib." Suaraku sedikit tercekat. Sedari tadi ketika aku baru saja sampai di penginapan Bunda dan bertemu dengannya di kafe keluarga, kami tidak bertegur sama sekali. Ada Rachel di sampingnya.

"Wa'alaikumussalam, Kitty." Ia mengangkat badannya, menatapku penuh tanya.

Aku mengambil nafas panjang, "Ada yang ingin ku bicarakan."

***

Sebelumnya...

Ciutan pagi masih menemani. Sinar matahari sudah mulai menyengat. Sebotol air dingin menyejukkan tenggorokanku yang kering.

"Bagaimana perasaanmu? Sudah mendingan?" Tanya Rival.

Aku melap mulutku yang basah, "hm."

"Kamu boleh tanya apa saja, aku akan jawab—"

"Habib maksudku Dean dan Rachel, seperti apa hubungan mereka?"

Rival terdiam sejenak. Ia berdeham.

"Aku tidak tahu."

Aku mendesah, kecewa. Katanya tanya apa saja. Tapi, jawabannya malah tidak tahu.

"Apa mereka sudah lama saling kenal?"

"Rachel, Dean dan aku adalah teman sejak SMA. Dulunya Rachel hanya berteman dengnku. Persisnya kami dekat karena satu kelas. Sedangkan Dean beda kelas. Mulanya, Rachel hanya penasaran dengan Dean yang selalu bersamaku jika pulang sekolah. Ia minta dikenalkan. Ya...aku kenalkan. Tapi, bukan Dean namanya jika tidak cuek. Rachel selalu dibuat rasa penasaran dengan sikap dinginnya. Dan setelah kami lulus SMA....semuanya terjadi diluar dugaanku."

Aku terus menyimak ceritanya, tapi ada yang aneh, seperti ada sesuatu yang menganggu Rival. Ia tidak melanjutkan lagi, membuatku jadi bertanya.

"Hanya sampai situ." Jawabnya.

"Ceritamu gantung, apanya yang diluar dugaan?" tanyaku mendesak. Dia hanya mengangkat bahu.

"Dirimu sendiri, sudah dapat jawaban?" Dia mengalihkan pembicaraan dengan menembak ke diriku.

Waiting FoolishlyWhere stories live. Discover now