16. Kok Deg-deg-an?

43 6 0
                                    

Awalnya ia tidak ada kabar, aku tidak berusaha untuk mencarinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Awalnya ia tidak ada kabar, aku tidak berusaha untuk mencarinya. Masih ada rasa gengsi atau semacam tidak ingin ketahuan bahwa aku kehilangannya. Hingga beberapa minggu kemudian Haruni memancing rasa ingin tahu.

"Kamu tahu kabar Habib kemana?"

"He? Entahlah."

"Gimana sih, bukannya sejak syukuran bebera minggu lalu kalian mulai akrab?" Haruni jeda sejenak,"kalian sedang tidak bertengkar, kan?" Bisiknya.

Aku berpikir sejenak. Sepertinya tidak ada, bahkan Habib mulai lebih terbuka dan ceria.

"Aku juga tidak tahu."

Hingga rasa penasaran itu memberanikanku bertanya pada HRD di kantor. Dia malah menasehati.

"Kenapa baru tanya sekarang? Bahkan hampir semua orang tidak peduli ada dia atau tidak, padahal dia itu keren, pintar, yaaa...memang sih rada dingin gitu."

"Trus, kamu tahu dimana dia?"

"Enggak tahu, yang ku tahu dia resign setelah kontraknya habis. Kemana pergi, dia gak ada kasih tahu."

Apa setelah itu aku mencarinya?

Iya, aku membuka nomor kontaknya. Menelponnya, tapi tidak diangkat. Kirim pesan chat, masuk tapi tidak dibaca, kirim sms? Sama, tetap tidak direspon.

Aku lakukan selang beberapa hari kemudian. Nomornya mulai tidak aktif, pesan chatnya juga tidak terkirim, sms sama, gagal terkirim.

Kemana dia? Tanpa kabar, tanpa berita.

Tidak ada yang tahu dimana dia, kecuali Allah.

Hingga sebuah kiriman paket, berisi buket bunga dan surat yang terparkir cantik ditangkainya. Ada dua surat kecil, pertama nama kafe Makko dan alamatnya, lalu yang kedua adalah puisi itu.

Tanpa nama pengirim, tapi entah mengapa pikiranku menduga dialah mengirimnya, entah mengapa hati ini klik bahwa ini dari dia. Habib.

Tapi, aku tidak berani menanyakannya langsung. Aku juga tidak ingin ternyata dugaan ini salah. Mencoba mengirim pesan lagi padanya. Sama seperti yang sudah-sudah, pesan gagal terkirim. Aku cek paket internet, tentu saja ada, baru beli 30 GB, puaslah jika mau menonton youtube.

Dia benar-benar menghilang.

Lalu sekian lama waktu berlalu, surat yang sudah mulai lusuh dan terlupakan, tiba-tiba muncul tergeletak tak berdaya di lantai kamar setelah membereskan barang-barang. Membuatku berani kembali mengirim pesan padanya karena ia sedang online. Tapi, semenit kemudian rasa penyesalan hadir.

Aku buka pesan dan segera menekan tombol chat untuk menghapus pesan yang sudah terkirim. Tapi, apa yang terjadi, pesan itu sudah di 'read' dan Habib sedang online.

Astaghfirullah.

Bagaimana ini?

Ku buang ponsel ke tempat tidur seperti benda yang menakutkan. Lalu, menampar pipi, apakah ini mimpi? Apa yang ku tunggu?

Waiting FoolishlyWhere stories live. Discover now