5. Idealis, Hah?

5.5K 402 67
                                    

Introducing cast :

Kholidi Asadil Alam as Denis

***
============================

Denis berjalan dengan langkah tegas. Tak terlalu tegas, lebih tampak seperti berusaha terlihat tegas. Melawan rasa ragu dan takut di hatinya, melawan tatapan setiap mata yang memandangnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Salahkah ia memperjuangkan keadilan? Salahkah ia memperjuangkan hak para karyawan kelas bawah? Tidak. Ia tak salah. Yang salah adalah ia tak memahami siapa dirinya, dan siapa orang yang dihadapinya.

Yang ia pahami adalah setiap orang memiliki nurani yang dikendalikan oleh Sang Muqallibal qulub—Maha membolak-balikkan hati. Namun, bukankah Ibnu Qayyim telah memaparkan bahwa tidak semua qulub adalah qalbun salim—hati yang selamat? Di dunia seterkontaminasi ini, tak aneh ketika seseorang memiliki Ilah lain di masing-masing hatinya.

Bahasa Indonesia memang tak memiliki padanan kata yang sesuai untuk menerjemahkan Rabb(1) dan Ilah(2), dua kata yang memiliki makna berbeda.

Ketika sebuah pertanyaan “Siapa Tuhanmu?” diajukan pada seorang anak Adam, ia akan dengan mudah menjawabnya dengan makna Tuhan sebagai Rabb--Sang Pencipta, Sang Pemilik, Sang Penguasa. Namun, apakah ia selama ini telah benar-benar menjadikan Rabb sebagai Ilah-nya? Kepada siapa ia menyembah? Apa ia benar-benar menjadikan Rabb sebagai cinta yang paling utama? Siapa yang selama beberapa tahun terakhir, bulan terakhir, hari terakhir, jam terakhir, selalu menyibukkan pikiran dan hatinya? Siapa yang selalu ada dalam benaknya ketika salat? Lalu? Bukankah kalimat pertama syahadat itu Laa Ilaaha Illallaah? Bukan Laa Rabba Illallaah? Sebuah renungan yang hanya bisa dijawab oleh hati anak Adam itu sendiri.

Denis berjalan melewati tatapan-tatapan yang menganggapnya remeh itu, di setiap ruangan yang ia lalui, lantai demi lantai hingga ia terhenti di depan sebuah pintu di lantai lima. Selangkah kakinya memasuki ruangan yang ada di hadapannya, ia tahu ada seekor ular yang tengah menantinya. Seekor ular berbisa dengan segala siasat yang tak bisa ia duga.

***

Langkahnya tetap tegak layaknya pemuda. Andai saja rambutnya tidak putih, orang yang melihatnya dari belakang mungkin tidak akan ada yang mengira bahwa ia telah berusia lebih dari lima puluh tahun.

Kharisma yang ia miliki telah membawanya ke puncak karier sebagai pebisnis kelas atas. Tentunya tak banyak yang mengetahui bagaimana masa kecil seorang Norman yang kelam. Ditelantarkan orangtua, menjadi bahan bully teman-teman sekelas, diskriminasi guru, diasingkan masyarakat, baginya telah menjadi sebuah alasan yang cukup komplet untuk menjadikan ia orang yang keras dan tak berhati.

"Does God Really Exist?"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang