10. Office Old Man

2.7K 248 9
                                    

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam!’ Maka mereka pun sujud kecuali iblis. Dia adalah dari (golongan) jin, maka dia mendurhakai perintah Tuhannya.”

Q.S. Al-Kahfi : 50

Sebuah ayat yang sangat akrab disampaikan di berbagai majelis ilmu, tapi adakah manusia mengambil hikmah dari ayat itu?

Jauh sebelum pembangkangan yang dilakukannya, iblis adalah makhluk yang sangat taat. Makhluk ahli ibadah yang memiliki julukan Azazil di langit ketujuh itu telah mengabdikan dirinya kepada Allah selama ribuan tahun. Namun, kesombongan telah membutakannya sehingga ia melakukan sebuah pembangkangan yang membuat ia kekal di neraka.

Iblis, terkutuk karena melakukan sebuah pembangkangan bahkan setelah ia beribadah selama ribuan tahun. Lantas? Berapa tahun seorang manusia beribadah? Dan berapa kali seorang manusia itu menolak untuk bersujud? Dan berapa kali seorang manusia itu memohon ampunan dengan sesungguh-sungguhnya memohon ampunan?

Sunyi, sepi, khidmat. Jangkrik-jangkrik yang bernyanyi pun tak mampu menembus keheningan malam dalam sujud pria itu. Dahinya tertanam erat di atas sajadah bak sebuah pohon jati, tumbuh dengan cepat menembus langit demi menyampaikan setiap doa dan permohonan akan ampunan pada Yang Maha Mengijabah doa, Yang Maha Pengampun akan dosa.

Barulah satu per sekian detik setelah ia mengucapkan salam ke kanan dan ke kiri, napasnya mulai kembali mengembus, jantungnya mulai kembali berdegup, dan jangkrik-jangkrik mulai kembali bernyanyi. Ia kembali sadar akan alam sekitarnya. Sadarlah ia akan betapa kecilnya makhluk sombong ini dibandingkan alam yang menghidupinya. Lantas? Siapa yang menghidupi alam yang begitu luas ini? Seberapa besar Ia? Pantaskah kita memiliki sebiji rasa angkuh dalam diri? Namun faktanya, keangkuhan itu masih merasa nyaman bersemayam dalam hati yang kotor, layaknya tikus got yang dengan serakahnya berkeliaran mencari makan di antara lubang-lubang yang sesak akan sampah.

Denis menengadahkan kedua tangannya, mengadu akan segala keluh kesah yang ia alami dalam menjalani kehidupan di dunia yang fana. Angannya kembali terkenang akan masa-masa di mana ia masih menyimpan mimpi-mimpi besar. Mimpi mendirikan usaha raksasa, hidup serba ada. Bertolak belakang dengan fakta yang ia hadapi di mana ia hidup di tengah-tengah impitan ekonomi. Tentu saja tidak ada orang yang masa mudanya memiliki cita-cita menjadi seorang satpam seperti dirinya. Faktanya, hidup ini tak pernah semudah yang ia bayangkan ketika masih bermalas-malasan di bangku sekolah.

Penyesalan selalu datang di akhir. Kalimat yang begitu melegenda. Padahal, kalimat itu tidak akan begitu populer jika manusia mampu menyikapinya dengan baik. Namun, hingga kalimat itu disampaikan turun-temurun, kesalahan yang sama terus berulang hingga saat ini, dan rasanya masih akan terus berlanjut hingga generasi-generasi selanjutnya.

Malam adalah dingin dan gelap yang mendekap manusia untuk terlelap. Namun, mata seorang Denis kali ini tak sedang ingin bercinta dengan malam. Inderanya masih merindukan cahaya yang bahkan belum seperempat jalan untuk kembali mencumbunya. Tentu saja, tugas shift malam.

Denis mengikat erat tali sepatu dinas lapangannya, kemudian melangkahkan kaki menuju pos jaga yang terletak tepat di samping gerbang utama. Setiap langkahnya menciptakan suara yang nyaring di tengah kesunyian malam.

“Sudah selesai shalatnya, Nis?” ucap Pak Heru berbasa-basi. Ucapan yang jawabannya ia sendiri sudah tahu. Lantas untuk apa ia bertanya? Seperti itulah manusia. Penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang tak membutuhkan jawaban, sia-sia. Namun, bagi Pak Heru pertanyaan itu tak terlihat pertanyaan kosong belaka. Setidaknya pertanyaan tersebut membantunya menyembunyikan resah di raut mukanya.

“Sudah, Pak.” Denis melangkah memasuki pos dan menempatkan dirinya duduk tepat di sebelah Pak Heru.

Pria yang berusia nyaris dua dekade lebih tua dari Denis itu menghela napas panjang dan mengembuskan karbon dioksida yang ia hasilkan hingga berbaur dengan hawa dingin. Kedua tangannya saling merangkul, membantu jaket kulit lusuhnya menghangatkan tubuh kerempeng yang kekurangan lemak untuk menghangatkan diri sendiri. Kumis tebalnya yang nyaris seperti bulu zebra karena kombinasi warna hitam dan putih naik turun mengikuti irama napasnya yang berat.

"Does God Really Exist?"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang