15. Harapan Terakhir

1.9K 235 12
                                    

Tak peduli seberapa besar jasa yang telah diberikannya untuk manusia, api tak pernah lepas dari stigma negatif. Nyatanya api memang sangat jarang terlihat tenang seperti air, padahal air pun tak selamanya menyejukkan.

Mereka menyala di tengah terik, menciptakan kepulan asap yang membubung ke langit. Kertas-kertas putih yang baru saja dilahapnya tak memiliki cukup waktu untuk mengucapkan perpisahan pada sepasang mata yang kini menatap mereka sendu.

Kedua bola mata itu melelehkan tangis, menggugurkan harapan, menyalakan keputus asaan.

“Apa yang kau harapkan dari kertas-kertas itu, Mey?” Maylene menghardik putrinya yang masih bersimpuh di hadapan abu surat cintanya.

“Ini harapan-harapan terakhirku untuk sembuh, Ma.” Mey menjawab gemetar.

“Surat-surat dari anak SMA itu? Bahkan para psikiater pun selalu kewalahan menyembuhkan penyakitmu.”

Mey hanya terdiam.

“Papa dan Mama akan segera mencarikan psikiater terbaik untuk menyembuhkanmu.”

“Hanya Tuhan yang bisa memberiku petunjuk, Ma.” Mey berucap lantang sambil membalikkan wajahnya, menatap sang ibu tajam.

Wajah yang ia tatap tampak terkejut di bawah sinar matahari di pekarangan belakang rumah mereka. Raut marah yang bercampur sembab melengkapi ekspresi Maylene yang tak lagi menampakkan sinar-sinar usia muda.

“Rupanya teman berkerudungmu itu sudah terlalu meracunimu. Mama tidak tahu apa yang akan Papa-mu katakan,” tutupnya sambil berlalu meninggalkan Mey yang masih enggan untuk berdiri.

Tak lama kemudian, dari pintu tempat sang ibu masuk ke dalam rumah, Zen terlihat berlari menghampiri Mey.

“Dia kabur, Mey,” ucap Zen memberi informasi tentang Ramo, sesaat setelah ia tiba di hadapan gadis yang masih terduduk di atas rerumputan.

“Kesialan sudah terlanjur datang, Zen.” Mey kemudian bangkit lalu berlalu meninggalkan abu dan asap yang telah ditelantarkan sang bara api.

Zen sepintas menatap tumpukan abu yang sedikit demi sedikit membubarkan diri karena tak sanggup menahan empasan angin, setelah itu ia berlari mengikuti langkah Mey yang lemah.

***

Siang berganti malam, Mey masih belum mampu membenamkan diri dalam tidur. Bukan karena dengkuran kecil Zen di sampingnya. Ia sudah terbiasa akan hal itu. Berkali-kali ia bangkit dari ranjang, meraih buku dan berusaha menuliskan hal-hal yang ia ingat tentang surat-surat itu, tapi kemudian ia menyoret dan menyobeknya kembali, menyadari upayanya hanya akan berbuah kesia-siaan belaka. Esok hari Maylene akan menemukannya lagi, kemudian membakarnya lagi. Bahkan bisa-bisa kesempatan selanjutnya akan menjadi giliran Mey yang jadi abu.

Setelah menyoret tulisannya, ia akan berusaha terlelap, menanti hari esok di mana ia telah lupa akan semua hal itu. Namun, hatinya terlalu jujur. Ia tak mau melupakan semuanya.

Tanpa alasan yang mampu ia pahami, Risma, orang yang bahkan belum pernah ia temui secara langsung itu telah menanamkan harapan pada jiwa Mey. Harapan yang tak ingin ia lupakan. Berkali-kali pula ia meneteskan air mata, kemudian menyapunya kembali, berusaha menguatkan diri untuk lupa akan semuanya.

Kenapa orang asing itu begitu bermakna? batin Mey yang masih disesaki kegundahan tak berhenti mencegah kelopak matanya untuk mengunci diri.

Detik demi detik, menit demi menit, hingga jam berganti jam berlalu begitu saja. Pikirannya yang semakin lelah tak cukup untuk membangkitkan rasa kantuknya. Ia berhenti berguling-guling di atas tempat tidur, kemudian bangkit terduduk.

Untuk ke sekian kalinya ia menyalakan lampu kamar, kemudian meraih laci lemari dan mengambil sebuah buku tulis yang terletak paling atas. Diambilnya pena yang teronggok kesepian di depan cermin, tapi kali ini ia berjalan dengan lebih mantap.

Jika sebelumnya ia membawa benda-benda itu ke atas kasur, kali ini ia berjalan menuju tempat favoritnya. Dibukanya gorden cokelat tua yang menghalangi cahaya bulan menembus pintu dan jendela kaca kamar. Dengan satu gerakan ia membuka kunci pintu menuju balkon. Suara gesekan gerigi kunci terdengar jelas di tengah keheningan, kemudian ia membuka pintu itu, seketika hawa dingin merasuk berhamburan memenuhi kamar, seakan berlomba mencari tempat beristirahat dari malam yang gelap.

Sejurus kemudian ia telah duduk mantap di atas kursi, di hadapan meja putih yang selama ini menjadi sahabat bisunya. Dingin yang menusuk tulang sesekali membuat ia menggigil dan menggosok-gosokkan kedua tangan, sembari menghimpun informasi yang diterima otaknya, membiarkan pikiran-pikirannya mereka berlarian dengan liar mencari kalimat-kalimat yang siap mereka konversi ke dalam bentuk goresan-goresan tinta.

Ketika semua informasi dan kalimat itu terkumpul, tangannya akan tahu. Hingga beberapa menit lamanya ia merenung sambil terus menggesek-gesekkan tangannya dan sesekali mendekapkan mereka pada tubuh, tangan kanannya lalu bergerak mantap. Apa saja yang otak dan hatinya cari kini telah terkumpul dan siap dituangkan dalam kertas putih.

Disobeknya lembaran itu kemudian dilipatnya hingga berbentuk persegi, kemudian dituliskannya di bagian luar lipatan, PENTING.

Ia selipkan kertas itu di antara lembaran lain, kemudian menutupnya. Dihelanya napas dalam, memejamkan mata, kemudian sesaat menatap langit, tempat di mana bulan purnama tengah memandanginya.

Tuhan, aku masih ingin menemuimu, jika Kau memang ada, pertemukanlah aku dengan tangan cahayaku.

Saat itu ia baru menyadari bahwa dingin telah semakin menggempur lapisan kulitnya. Ia mengepalkan tangan, membulatkan tekad lalu bangkit dari tempat itu dan bergegas kembali ke tempat tidurnya, mengembalikan kegelapan dan mengusir dingin yang sebelumnya bersemayam. Berharap, saat besok ia lupa akan segalanya, harapan itu masih ada. Berharap, saat esok ia tak tahu apa yang ia cari, tangan cahaya itu masih menantinya.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Hey guys, akhir-akhir ini kok banyak jangkrik di sini ya.

Maafkan author yang dulu sempet gak apdet2 😅

Sekarang mau rajin kok.

Btw beberapa part terakhir ko berasa ada yang kurang ya.

Kasih tau dong.

Kira-kira gimana ya nanti saat Mey bangun dan ternyata dia beneran lupa sama Risma? 😢

Kita lihat di part selanjutnya deh. Keep reading! 😁

"Does God Really Exist?"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang