29. SELALU ADA DIA

13K 1.3K 91
                                    

Kini aku tahu, selamanya aku tidak akan pernah memiliki hatimu. Sekarang beritahu aku bagaimana caranya aku mengambil kembali hatiku yang terlanjur jatuh untukmu?

"Mama ... Mama ...," Ranice menghentikan permainan pianonya ketika menyadari Camilo tengah menarik bajunya dan berusaha memanjat ke kursi piano untuk bergabung dengan dirinya.

"Hai, Sayang! Milo udah bangun?" Ranice membantu Camilo untuk naik dan mendudukkan anaknya di pangkuannya.

"Iya." Bocah lucu itu mengangguk sambil tersenyum.

"Milo nggak nangis?" tanya Ranice sambil menatap Camilo penuh sayang. Bocah kecilnya yang kini sudah berusia dua tahun empat bulan. Bocah kecilnya yang manis dan penurut, yang sudah mulai banyak berbicara.

"Nggak!" Camilo menggeleng mantap.

"Anak Pintar!" Ranice memeluk tubuh mungil Camilo, menciumi pipi gembilnya.

"Mama, mau ... Lagu," pinta Camilo sambil menunjuk piano di belakang tubuhnya. Sejak lahir, Camilo sangat suka mendengar Ranice bermain piano, dan semakin lama ketertarikan bocah itu semakin besar. Dia sanggup duduk mendengarkan Ranice bermain piano selama hampir satu jam tanpa menjadi rewel dan gelisah.

"Milo mau dengar Mama main piano?" Ranice bertanya meski sudah bisa menduga maksud Camilo.

"He-eh," gumam Camilo sambil mengangguk-angguk.

"Milo mau ikut main piano sama Mama?" Ranice menawarkan. Dia senang melihat Camilo memukul-mukulkan tangan mungilnya ke atas tuts piano. Mata bocah kecilnya itu akan berubah menjadi sangat cemerlang ketika mendengarkan nada-nada yang dihasilkan oleh pukulan tangannya di atas tuts piano.

"Boleh?" Camilo memiringkan kepalanya sambil menatap Ranice penuh harap.

"Boleh, Sayang." Ranice bergerak memindahkan Camilo agar duduk di sisinya. Memainkan lagu anak-anak untuk Camilo, dan membiarkan bocah kecilnya ikut mengiringi permainan pianonya dengan pukulan tangannya yang tidak seirama dengan permainan Ranice sendiri.

Sekitar tiga puluh menit mereka bermain bersama hingga akhirnya Camilo mulai merasa bosan.

"Papa mana?" Bocah kecil itu mencari Leander. Keduanya memang sangat dekat, Leander selalu menghabiskan banyak waktu untuk menemani Camilo bermain, khususnya di akhir pekan seperti saat ini.

"Papa mungkin di ruang kerjanya, Sayang." Seingat Ranice, setelah mereka pulang ke rumah sehabis dari gereja tadi siang, Leander mengatakan ada sesuatu yang harus diselesaikannya.

"Lagi apa?" tanya Camilo dengan ekspresi lucu.

"Mungkin kerja, Sayang." Ranice tidak yakin Leander masih bekerja, mungkin pria itu sudah jatuh tertidur karena sudah hampir tiga jam suaminya itu diam di ruang kerjanya.

"Mau Papa," pinta Camilo sedikit merengek.

"Milo mau main sama Papa?"

"Iya. Cari Papa." Camilo menarik-narik tangan Ranice dan langsung bergerak turun dari kursi piano.

"Oke! Ayo kita cari Papa. Kita lihat apa Papa lagi sibuk atau nggak. Kalau Papa sibuk, Milo main sama Mama aja ya?" Ranice tidak ingin Leander terganggu karena kehadiran mereka.

Ranice menuntun Camilo berjalan ke arah ruang kerja Leander. Ranice mengetuk pintu ruang kerja Leander, namun tidak ada jawaban. Dibukanya pintu itu sedikit dan melongokkan kepalanya ke dalam. Dilihatnya Leander sedang tertidur sambil menelungkup di atas meja kerjanya, dengan laptop yang masih terbuka di depannya.

"Milo, Papanya lagi bobo. Jangan diganggu ya, Sayang?" Ranice berjongkok untuk berbicara dengan Camilo.

"Bobonya duduk?" Camilo ikut mengintip ke dalam ruang kerja Leander dan merasa heran melihat orang yang tertidur dalam posisi duduk. Dalam pemahaman Camilo, tidur tentunya dalam posisi berbaring dan di dalam kamar tidur.

Artificial WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang