Part 1 | Wajah di Mading

6.9K 554 402
                                    

A THING CALLED US | PART 1

"Real love doesn't meet you at your best.
It meets you in your mess."
─ Js Park

[ HANA ]

            Gue ketemu cogan! |

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Gue ketemu cogan! |

Jari jemariku lincah bermain di atas layar, kemudian dengan semangat menggebu-gebu kukirim satu balon chat tersebut. Sembari menunggu balasan, minatku beralih ke galeri, membuka lagi foto-foto seorang lelaki yang berhasil kuabadikan secepat kilat─terimakasih jiwa reflekku, jasamu akan kukenang selamanya─dan, waw, ke mana saja aku selama ini? Kok, bisa-bisanya aku baru sadar kalau ada makhluk seelok ini di kampus?

Keana
| Emang ganteng, sih
| Lo gak kenal?

Kedua alisku lekas bertaut, berusaha mengingat-ngingat apakah ada memori tentang lelaki ini di kepalaku yang berkapasitas rendah. Dari pertama kali melihatnya keluar ruangan BEM, aku memang merasa lelaki ini cukup familier. Tapi aku yakin kami tak pernah bertemu sebelumnya.

Nggak, tapi mukanya kayak gak asing. Anak BEM bukan, ya? |

Balasan dari Keana datang lebih cepat dari yang kuduga.

Keana
| Mana gue tau wkwk
| Coba lo tanya aja di mading.

Mading yang Keana maksud itu adalah mading umum yang berdiri di sepanjang koridor utama kampus. Semua orang dari jurusan mana pun pasti bisa melihatnya. Selesai ospek, mahasiswa baru dipersilahkan mengisi mading tersebut dengan kesan dan pesan yang berkaitan dengan kegiatan ospek, jurusan, dosen, mata kuliah, bahkan beberapa ada yang terang-terangan mengirim pesan untuk senior.

Aku tahu yang terakhir itu tindakan gila, tapi apa salahnya mencoba? Kalau dari cerita-cerita halu yang sering kubaca di Twitter, si Pengirim dan si Penerima biasanya berujung dekat karena pengakuan bodoh semacam ini. Let's try!

Siap, laksanakan! Muehehehe. |

Keana
| Dih, seriusan lo?

Serius, dong! Cinta itu diperjuangkan! |

Kuliah ini boring, kurasa aku perlu sesuatu yang bisa membangkitkan semangatku untuk bangun pagi setiap harinya. Lagian, aku tidak mau ya menyia-nyiakan lelaki secerah masa depanku itu menjadi orang yang hanya bisa kukagumi dari fotonya saja. No way!

Karena dalam kamus perbucinan seorang Hana, menyukai seseorang berarti memperjuangkannya sampai titik darah penghabisan! Yok semangat, yok!

***

Pagi-pagi buta keesokan harinya, aku datang ke kampus berbekal selebaran yang baru saja kucetak beserta alat-alat tulis. Aku sendiri kagum dengan niatku mencari sosok lelaki yang kutemui kemarin. Deminya, aku bahkan rela mengurangi jatah tidur dan dengan semangat empat lima meluncur ke kampus tanpa mandi.

A Thing Called UsWhere stories live. Discover now