Part 10 | Belongs to Someone Else

1.2K 205 66
                                    

A THING CALLED US | PART 10

"I don't want to be friends
I want all of you."
— milk and honey

[ HANA ]

Belakangan ini, aku dan Kak Sean semakin sering menghabiskan waktu bersama─meski kadang hanya sebatas berangkat dan pulang kampus bareng, mendengarkan lagu di radio ketika terjebak macet, kemudian mengobrol tentang apa saja. Tidak romantis, memang. Tapi jika dengannya entah kenapa kegiatan-kegiatan receh seperti itu pun rasanya menyenangkan.

Mungkin karena alasan yang sama juga, yang membuat hampir seminggu ini aku tak pernah bertemu teman-temanku lagi di luar jam kuliah. Biasanya, jika kelas kami bubar di waktu yang berdekatan, kami akan main ke mall, bersama-sama mengacak-ngacak mobil Keenan sekaligus mengemis traktiran darinya, dan pulang sebelum salah satu orangtua kami ada yang menelepon. Tapi tidak bermain selama seminggu tidak membuatku merindukan mereka juga, sih. Dan sepertinya baik Keana dan Ardika, keduanya paham tentang kedekatanku dengan Kak Sean.

Aku menatap Keana yang sedang fokus dengan ponselnya. Sedikit kecewa karena setelah aku meluangkan waktu untuk berkunjung ke rumahnya begini, aku malah diabaikan. Yang semakin sebalnya lagi adalah, Keana nampaknya tidak penasaran sudah sejauh mana hubunganku dan Kak Sean berjalan. Huft.

"Keanaaa!" Kutendang pelan kakinya yang ia luruskan di atas meja.

"Hoh?" tanyanya, masih sibuk menatap layar ponsel. Aku memutar bola mata, tapi tak ayal bercerita juga.

"Jadi begini...."

"Wah, gak baik itu!"

"Gue belum cerita, codot!"

"Astagfirullah, kamu kok udah disuruh istigfar sama Kak Kamasean ngomongnya masih kasar, Ukhti? Gue cepuin mampus." Keana terbahak sembari menaruh handphone-nya di atas meja, lalu menatapku dengan raut wajah curiga. "Mau apa, sih?"

Aku berdeham, kemudian mengambil posisi di sebelahnya sembari memeluk bantal sofa. "Jadi gini, K. Gue kan udah semakin dekat sama Kak Sean, dia tuh sering banget beliin gue susu pisang. Gue rasa gue harus balas juga, deh. Menurut lo enaknya gue ngasih apa?"

"Susu," selorohnya.

Mataku langsung membulat. "Udah edan lo?"

"Kasih susu rasa lain maksud gue." Aku tahu itu alasan yang baru dipikirkannya, Keana tertawa semakin kencang melihatku mendengus. "Dia sukanya rasa apa gitu kan. Yaelah, kawat nyamuk suudzon amat sama omongan gue."

"Gue gak tau dia suka rasa apa."

"Dia suka rasa yang tertinggal." Keana benar-benar punya masalah dengan penyaringan kalimat di otaknya, asal bunyi banget jadi orang. "Ya tanyain lah, gitu aja repot," protesnya kesal karena aku memukul belakang lehernya dengan gemas. Mendengar kalimat terakhirnya itu, aku pun buru-buru mengeluarkan ponsel dari dalam tas kemudian membuka ruang obrolan Kak Sean.

Kakkk |

Kak Kamasean
| Yes baby

Ih apaan sih >:( |

| Wkwkwkwk kenapa onye?

Coklat, stroberi, mangga, mengkudu, biji duren... Kakak suka rasa apa? |

| Hm... gue suka coklat
| Tapi lebih suka kamu
| Ada gak? Rasa Hana?

Huhuhuhu cringe banget tapi aku sayang, gimana dong?

Gak tau, ah. Males, mau beli truk. |

Mengakhiri obrolan yang semakin tidak jelas itu, aku kembali memasukkan ponsel ke dalam tas kemudian berpaling lagi pada Keana. Kataku, "K, dia suka rasa coklat, nih. Jadi gue beliin susu coklat aja ya?"

A Thing Called UsWhere stories live. Discover now