Part 12 | Isn't She Lovely?

1.1K 196 49
                                    

A THING CALLED US | PART 12

"A sky full of stars and he was staring at her."
─ Atticus

[ KAMASEAN ]

Harus gue akui, ada sesuatu dalam kehadiran Hana yang membuat gue merasa bebas, sesuatu yang membuat gue relaks dan sedikit melupakan batasan-batasan tanpa khawatir akan seperti apa imaji gue di benaknya. Dia bahkan bisa membuat gue tertidur sepulas itu di dalam gondola yang berputar, padahal entah sejak kapan gue nyaris gak pernah tidur di bawah jam dua belas. Kehidupan gue secara gak langsung membiasakan gue buat jadi manusia nokturnal, pada awalnya karena tugas-tugas sialan yang harus gue kerjakan sampai begadang, lalu tugas kuliah mulai dibarengi dengan tugas organisasi, sampai akhirnya gue terbiasa terjaga dan gak lagi menemukan cara untuk tidur secara normal.

Tapi malam ini, jarum pendek di jam tangan gue bahkan belum nyentuh angka delapan, dan gue udah berulang kali menguap di balik kemudi.

"Masih ngantuk ya, Kak?" Pertanyaan Hana membuat gue mengusap wajah sambil terkekeh, malu banget sialan, orang goblok macam apa sih yang molor pas nge-date? "Sori ya kalau gue bangunin, abis abang-abang yang jaga bianglalanya melototin kita terus."

Mau mukul kepala sendiri, sakit gak ya?

"Gak apa-apa, salah gue juga kenapa malah tidur di gondola."

"Kakak tidurnya pulas banget, gue kaget." Hana kemudian terbahak-bahak, suara tawanya mengundang gue buat ikut menarik senyum.

"Lo aja kaget, Nye. Apalagi gue."

"Kakak suka begadang, ya?"

Sembari menurunkan kecepatan mobil, gue noleh ke dia. "Kok tau?"

"Kita ngobrol di telepon sampai tengah malam waktu itu, ingat? Suara lo gak kedengaran kayak orang yang ngantuk," jelasnya. Ingatan gue langsung melayang ke malam itu, malam ketika Sadewa mencaci gue habis-habisan karena terlalu menjijikan menurutnya. Sadewa gak tahu aja kalau menghadapi cewek yang gak biasa harus dengan cara yang gak biasa juga, buktinya gue sama Hana bisa sampai di titik ini. Suatu keajaiban lagi karena rupanya sesuatu yang gak biasa di diri Hana itu nyambung sama gue.

"Gue biasa tidur menjelang subuh, Nye. Makanya gue kaget kenapa sekarang gue ngantuk." Kecepatan mobil gue semakin menurun, sampai akhirnya benar-benar berhenti, terjebak di barisan mobil-mobil lain yang memanjang. Argh, gue lupa ini malam minggu. Tapi ini tetap malam hari, langit yang gelap di atas sana gak pernah gagal menghibur gue. "Awalnya gue gak bisa tidur karena tugas, tapi setiap kali lagi mumet dan nyari angin di balkon, gue selalu natap langit, akhirnya jadi suka."

"Sama langit?"

"Sama kamu," kata gue, sembari menatap wajahnya yang memerah meski gue gak bisa lihat dengan jelas karena cahaya yang temaram. "Sama malam, Nye. Gue suka dunia waktu malam."

Karena ketika malam, gue gak perlu menjadi siapa yang orang mau, melainkan menjadi siapa yang gue mau. Karena cuma ketika malam, tuntutan-tuntutan dan hidup penuh target yang harus gue lakoni bisa gue lupakan barang sejenak, gue bebas menjalani apapun yang gue suka ketika malam, dan karena itu mungkin, gue gak mau tidur. Gue gak mungkin tidur di waktu di mana gue bebas jadi diri gue sendiri.

Hana menghela napas di kursinya, ikut menatap langit yang dihiasi gedung-gedung tinggi. "Gue juga suka malam, waktu kecil gue suka ngitung bintang." Kalimatnya membuat gue menoleh lebih lama, memperhatikan matanya yang berbinar-binar natap langit meski dari sini gak terlalu kelihatan karena terhalang mobil lain dan gedung, Hana selalu mengejutkan. "Malam punya arti tersendiri buat gue," lanjutnya lagi, kali ini suaranya bergetar.

A Thing Called UsTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon