Part 3 | Found You

2.7K 375 140
                                    

A THING CALLED US | PART 3

"I found you.
And it was enough. And it was everything."
─ Alisom Malee

[ HANA ]

Keenan bilang, ia belum dibolehkan keluar rumah sakit, dan itu membuatnya mati bosan.

Karena alasan itulah, ia memanggilku beserta Keana dan Ardika untuk menemaninya─atau lebih tepatnya memporak-porandakan ruang rawatnya yang tentu saja kami sanggupi dengan senang hati. Di atas meja, sekotak piza dan beberapa paket ayam geprek langsung diserbu oleh Keana, sementara Ardika sibuk mengganti saluran televisi. Aku sendiri melenggang masuk tanpa tertarik dengan ajakan Keana untuk memamah biak makanan yang sengaja dipesankan Keenan, alih-alih melakukan itu, aku memilih merebahkan diri di ranjang.

"Geser, dong!" gerutuku, membuat Keenan mendengus sembari menarik selang infusnya menjauh dariku. Aku terkikik geli di dalam hati, Keenan pasti trauma karena aku pernah tak sengaja menduduki tangannya yang sedang diinfus sampai darahnya tersumbat dan harus diinfus ulang. "Sempit banget ranjangnya, Ken. Lo bisa pindah ke sofa aja gak?"

"Teman gak tau diri mah gitu." Itu bukan jawaban Keenan, itu Ardika.

"Keenan aja gak protes kenapa lo yang sewot?" Aku mencebikkan muka, kemudian beralih pada Keenan yang menaikkan kedua alisnya begitu tatapan kami bertemu. "Yakan, lo gak keberatan kan gue sabotase ranjang lo?"

Keenan menghela napas, namun tak ayal senyumnya mengembang juga. Dia mengacak-ngacak rambutku. "Nggak, asal guenya jangan disuruh turun."

Keana langsung terbatuk-batuk. "Masih siang, Bego. Jangan pada mesum lo pada, sengaja mau digrebek satu rumah sakit apa gimana?"

"Iri mah bilang aja," seloroh Ardika sembari menjilati sendok eskrim yang langsung saja ditimpuk Keana dengan bungkus saos. Aku menggeleng memperhatikan kebodohan mereka, sejak dulu aku sudah bosan melihat Ardika dan Keana yang seperti Tom and Jerry. Selama berbelas-belas tahun kami berempat terjebak dalam pertemanan ini, rasanya tidak ada satu hari pun kami lewati tanpa pertengkaran Ardika dan Keana. "Sini sini, cuddle sama gue, K."

"Najis," balas Keana sengit.

Aku doakan suatu hari nanti mereka berjodoh.

"Lo gak makan, Na?" Keenan menunjuk meja yang sedang menjadi medan perang Ardika dan Keana. "Gue pesenin kebab juga buat lo."

Ah, Keenan. Tahu saja aku tidak pernah bisa menolak kebab. Tapi aku tidak boleh goyah, aku sedang galau dan kebab tidak cukup menghiburku!

"Nggak mau, lagi gak napsu, gak mood."

"Kenapa? Tumben?" Keenan beringsut mundur, lalu menumpukan kepalanya di tangan agar bisa mengamatiku. "Bukannya lo bilang gak ada mood khusus buat kebab? Kebab kan selalu enak buat lo. Jangan pura-pura, kebab lo mau dimakan Dika, tuh."

Aku langsung bangkit, tapi tetap tak beranjak dari ranjang. "Dika, jangan berani-beraninya sentuh kebab gue, ya!"

"Makanya sini dong, makan. Bukannya malah lenjeh-lenjeh di ranjang, kalau mau rebahan mah balik aja lo," jawab Keana.

"Ih, gue gak mau makan. Gue lagi gundah gulana tau, gak?"

"Nggak."

"Itu gue kasih tau."

Ardika menoleh padaku. "Siapa?"

"Gue lah!"

"Yang nanya?" lanjutnya, membuat satu ruangan itu tiba-tiba dipenuhi tawa. Termasuk Keenan di sebelahku, bisa-bisanya ia ikut menertawakan ledekan Ardika.

A Thing Called UsKde žijí příběhy. Začni objevovat