Part 2 | New Secret Admirer

3.3K 417 218
                                    

A THING CALLED US | PART 2

"Once in a lifetime you meet someone who changes everything."
─ Unknown

[ KAMASEAN ]

Menjadi seorang Kamasean Dawala, berarti menjadi seseorang yang kehidupannya selalu dipengaruhi orang lain. Setiap harinya, gue harus rela kehadiran gue jadi pusat perhatian. Gerak-gerik gue diawasi, gue nguap aja tiba-tiba masuk ke insta-story. Sekonyol itu, kadang.

Menjadi Kamasean Dawala, berarti gue gak punya ruang buat diri gue sendiri.

Tapi, yaudah. Itu konsekuensi yang harus gue terima sebagai salah satu orang paling berpengaruh di kampus. Dan gue gak menyesal sama sekali ada di titik ini, mematahkan keinginan orangtua yang mau mengirim gue ke Universitas ternama di luar negeri dengan menjadi Presiden BEM di Universitas pilihan gue sendiri, sejujurnya gue merasa bangga.

Bangga dan takut.

Takut kalau suatu hari nanti gue akan mengecewakan mereka karena pilihan yang gue ambil ini.

Sejak kecil, gue terbiasa memenuhi harapan orangtua gue. Anak tunggal memang punya takdir untuk selalu jadi apa yang orangtuanya mau kali, ya? Sean harus begini, Sean harus begitu, dan blablabla. Dua tahun lalu, Papi mau gue melanjutkan studi di California─belajar bisnis dan manajemen di sana lebih menjanjikan, katanya. Tapi gue gak mau, gue masih punya keinginan-keinginan kecil yang cuma bisa dilakukan di Indonesia. Berselancar di kubangan air banjir, misalnya?

Itu, jadi pertama dan terakhir kalinya gue membangkang, dan sayangnya gue hampir mati. I really would have been died that day if someone didn't hit my head.

Kesalahan gue waktu itu secara gak langsung ikut mendewasakan gue juga. Gue jadi lebih menghargai hidup, meski gue tetap harus berpura-pura demi memenuhi ekspektasi orang-orang. Tapi gue masih hidup hari ini, bukankah itu lebih dari cukup?

Lagi pula, jadi pusat perhatian gak selamanya buruk.

Sebelum jadi ketua BEM, gue toh memang udah dapat perhatian lebih dari yang seharusnya gue dapatkan. Iya, gue sadar pesona. Anggap aja jabatan yang gue emban ini cuma bonus.

"Congratulations, Bro! You get a new secret admirer." Chandra tersenyum memandangi papan mading, kemudian kedua alisnya naik berulang kali begitu berpaling ke gue. "Paguyuban degem Kamasean bertambah satu anggota, should we have a party?"

Gue mendengus sembari menoyor kepalanya. "Party party mata lo segitiga!"

Chandra ketawa renyah, kedua tangannya ditaruh di pinggang. Pose belagu mode on. "Uhm, ralat. Ini gak secret lagi sebenarnya, gue tau siapa yang nempel. Tapi gue gak akan kasih tau lo secara cuma─"

"Siapa juga yang mau tau?" tukas gue akhirnya.

Hari ini gue baru sempat tidur sekitar tiga jam setelah sibuk mengejar laporan tugas-tugas yang menggunung sampai nyaris subuh, dan sialnya belum juga matahari terbit gue udah diburu untuk datang ke kampus perihal agenda ini dan itu yang kejar tayang. Gue gak sedang dalam mood yang bagus buat menanggapi kepopuleran gue saat ini.

Gak maksud takabur, sorry.

Sekali lagi, fokus gue kembali ke mading. Pakaian yang gue pakai di foto adalah pakaian yang gue pakai kemarin, itu berarti foto ini juga diambil kemarin. Untuk beberapa saat, gue tepekur membaca pesan yang ditulis dengan tulisan tangan itu. Tulisannya cantik, tapi isinya konyol. Maksud gue, siapapun orang yang nulis ini pasti konyol. Pertama, dia gak tahu ketua BEM kampusnya sendiri. Kedua, dia mengambil foto orang lain tanpa izin. Ketiga, dengan childish-nya memajang foto orang yang gak dia kenali di mading, beserta embel-embel pertanyaan tentang alamat rumah dan hal privasi lainnya.

A Thing Called UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang