Part 9 | Sebelum Jatuh Cinta

1.2K 229 98
                                    

A THING CALLED US | PART 9

[note: kindly listen to this song while reading this part. selamat nyesek🥺]

"Apa kau tahu ajaibnya perasaan?Yakni, tetap ada ketika tahu yangdicinta tidak punya rasa yang sama

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Apa kau tahu ajaibnya perasaan?
Yakni, tetap ada ketika tahu yang
dicinta tidak punya rasa yang sama."
─ Maharapall

[ KEENAN ]

Waktu malam adalah waktu favorit Hana. Biasanya, dia suka memandang langit malam kayak yang sedang gue lakukan saat ini. Ardika bilang, dulu sewaktu kecil mereka berdua sering melewati malam dengan berbaring di halaman rumahnya, menatap dan mengabsen bintang satu per satu. Tentu aja kegiatan itu milik mereka berdua, karena gue dan Keana yang notabenenya punya keluarga utuh, gak diperbolehkan keluar rumah ketika langit mulai gelap.

Tapi sesuka apapun Hana dengan malam, gue gak pernah lihat Hana bisa melek di atas jam sepuluh─bahkan di acara tahun baru juga, Hana selalu pulas tidur dan meniup terompet di pagi harinya. Gue menatap layar ponsel yang membuka ruang obrolan Hana, tanda online di bawah namanya menarik perhatian gue. Hana... tengah malam begini masih online?

Rasa penasaran menuntut gue buat bertanya, tapi sebelum sempat mengirim satu balon chat, gue memandang lagi ke kejauhan.

Pantaskah?

Tangan gue menjuntai di pagar balkon, angin malam mulai kerasa dingin di kulit, gue merapatkan selimut dan kembali menatap langit juga jajaran rumah di depan sana. Pada akhirnya, pesan-pesan itu gak pernah terkirim. Karena gue cukup yakin apapun alasannya belum tidur selarut ini, itu bukan sesuatu yang mau gue dengar.

Langit, titip rindu buat dia. Selamat malam.

***

Kantin Fakultas Ilmu Komunikasi udah sepi ketika gue sampai di sana. Hana duduk di salah satu meja di tengah-tengah, kemudian mengangkat wajah dari ponsel begitu gue menarik kursi di depannya.

"Baru bubar?" tanyanya.

Gue menggeleng sembari menaruh buku-buku di atas meja. "Masih ada kelas lagi nanti jam empat."

"Wedew, gila juga anak Hukum." Hana melotot menatap buku-buku yang gue bawa, sementara gue terkekeh melihat reaksinya. Sebagai anak Komunikasi, gue hampir gak pernah lihat Hana bawa buku selain binder berwarna biru langit yang isi kertasnya bahkan bisa dihitung jari. Wajar dia kaget lihat buku-buku bawaan gue. Dia memainkan lagi handphone-nya sejenak, sebelum beralih ke gue dengan mata memicing. "Semalam gue lihat lo sedang mengetik, tapi gue tunggu-tunggu chat lo gak masuk-masuk juga. Lo lagi ngapain?"

Mampus gue.

"Oh? Nggak, cuma heran aja kok lo jam segitu belum tidur."

Tiba-tiba, raut wajah Hana berubah sumringah. Sudut-sudut bibirnya tertarik ke atas, membuat lengkung senyum yang manis. "Gue semalam teleponan sama Kak Sean, dua jam! Dua jam dong lo bayangin kita ngobrol ngalor-ngidul??? Haduh, pening bidadari."

A Thing Called UsWhere stories live. Discover now