21. RENCANA

242 6 1
                                    


Thalia memutuskan untuk tidur siang setelah mengobrol singkat dengan Amanda. Sebenarnya ia tak mau, namun Ben selalu saja memaksa dengan alasan 'dia kakak kamu, temani dia setidaknya hingga mama mu pulang'

Sekarang ia harus berbagi kamar dengan Amanda. Jangan tanya sekarang Amanda sedang apa. Dia sibuk bercengkrama dengan mama nya di ruang tengah. Entah lah namun seperti nya Thalia cemburu.

Ckleeek

Pintu kamar Thalia terbuka, menunjukan sosok tampan masuk ke dalam kamar Thalia. Angga.

"Lo tidur?" tanya nya memastikan karna dilihat posisi tidur Thalia membelakangi pintu.

Thalia yang memang belum bisa tidur karna memikirkan Amanda terus menerus pun membalikan badan nya.
"Gak," jawabnya singkat.

Angga menghela hafas lalu duduk disamping Thalia yang masih posisi tiduran.

"Maafin gue ya soal yang kemarin. Gue kira kemarin lo boong sama gue," ucap Angga sungguh-sungguh.

Thalia menatap Angga yang masih memakai seragam potih abu-abu, sepertinya pulang sekolah dia langsung ke kamar Thalia.

"Gapapa."

Angga mengecup kening Thalia singkat. "Kenapa masih bad mood? Coba cerita," lanjutnya.

Thalia hanya diam. "Lo gak suka ada Amanda disini? Kenapa?" tebak Angga.

Sekarang Thalia dihadapan Angga malah terlihat manja. "Suka kok. Tapi lagi bad mood aja. Besok paling udah nggak. Gak tau," balas nya datar.

Angga memegang bahu Thalia. "Kalo ada apa-apa cerita. Jangan sampe lo ngelakuin hal yang macem-macem. Lo itu orang nya nekat. Gue gak mau lo kenapa-napa-"

"Kakak, sini dong, Manda pengen ditemenin buat kue," potong Amanda manja di tengah-tengah pintu kamar.

Thalia menatap Amanda datar. Angga tersenyum kepada adik kandungnya itu.

"Bentar ya. Kakak mau ngobrol dulu sama Lia," ucap Angga lembut. Thalia hanya menunduk dan pura-pura memainkan ponsel saat Amanda menatapnya.

Amanda merubah raut wajahnya menjadi kecewa. "Kakak gak sayang sama Manda. Jahat!" ia pergi setelah mengucapkan kekesalannya. Anak itu sangat manja. Thalia memutar bola matanya jengah. Sementara Angga merasa bersalah.

"Gue nyamperin Amanda dulu. Lo tidur aja. Istirahat," ucap Angga sebelum meninggalkan Thalia menyusul Amanda.

"Manda, kakak sayang sama kamu! Tungguin!"

Thalia mengehela nafas nya mendengar suara Angga yang kian menjauh.

Ia ingin menagis. Entah karena apa. Ia seperti sudah putus asa. Tentang masalah percintaan nya, dan soal Amanda yang sepertinya tidak ingin Thalia mendapatkan kasih sayang juga dari Angga dan mamanya.

***

Malam ini Gerald dan Thalia sedang berada di kafe. Gerald mengajak Thalia karna ingin meminta maaf masalah saat ia meminta Thalia menjadi pacar boongan nya.

"Tha, gue minta maaf soal kemarin. Gua gak tau kalo ternyata lo bakalan kecewa sama gue. Gue tau lo suka sama gua, atau mungkin lebih dari itu. Tapi maaf, gue gak ada rasa apapun sama lo. Hati gue buat seorang aja. Jangan berharap lebih sama gue."

Demi apa Thalia sangat sakit mendengarnya.

"Gue minta buat lo jadi pacar gue itu biar Amanda cemburu dan batalin keputusannya buat mutusin gue."

Thalia membelalakan matanya.

"Iya Amanda. Dia mantan pacar gue. Gue cuma cinta sama dia. Tapi,  dia malah minta putus sama gue. Gue gak dikasih alasan. Gue cuma pengen lo jadi pacar boongan gue biar dia cemburu. Tapi, kayaknya itu gak mungkin karna-"

"Apa? Karna gue cinta beneran sama lo? Apa menurut lo gue terlalu buruk buat jadi pacar boongan lo?! EMANG COWOK SEMUANYA BERENGSEK! ASAL LO TAU YA,  GUE UDAH SERING DISAKITIN SAMA COWOK! SEKARANG? LO JUGA NYAKITIN GUE! Cari aja sana cewek lain buat jadi pacar sewaan lo! Gue gak sudi!"

Thalia menatap Gerald dengan benci dan kecewa. Entahlah Thalia memang sepertinya tak ditakdirkan untuk bahagia.

Gerald lagi lagi merasa marah kepada dirinya sendiri. Ia selalu salah bicara. Terlanjur sekarang Thalia sudah membencinya.

***

Thalia melewati sepi nya jalan Jakarta malam ini sendiri. Air mata nya tak henti-hentinya keluar.

Gerald sudah mencarinya kemana-mana, namun Thalia menghapus jejak. Sekali lagi Gerald akan menjadi alasan jika terjadi apa apa dengan Thalia.

Gadis itu berjalan tanpa tujuan. Ia sendiri tak tau sedang dimana ia sekarang. Ia hanya ingin berjalan tanpa berhenti. Meluapkan kesedihannya. Jika sekarang ia ditakdirkan untuk mati pun ia tak peduli.

Di tikungan jalan yang sepi, tiba-tiba sebuah mobil berhenti menghalangi jalannya. Awalnya Thalia tak peduli, namun akhirnya ia penasaran juga.

Tak lama pintu mobil itu terbuka. Sosok berpakaian hitam bermasker turun dari mobil dan menghampiri Thalia.

Lalu semuanya tampak gelap.

Thalia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang