Perhatian

69 9 17
                                    

Abel berdiri di samping pintu kelas Erik. Ia menunggu sosok cowok yang belakangan ini ia perjuangkan. Sampai keluarlah Erik dari kelas, kedua tangannya terselip di saku celana. Abel langsung mengimbangi jalan Erik begitu saja. Erik tentu saja kaget dengan kemunculan tiba-tiba cewek itu.

"Hai, Batu. Gimana kue buatan gue? Enak?"

"B aja" sahut Erik.

"Ck, puji dikit gak rugi tuh" decak Abel.

"Batu?"

"Apaan?"

"Lo jadi ikut olimpiade Fisika?" tanya Abel tiba-tiba saja ia teringat hal itu.

"Gak"

"Kenapa? Eh, kalau gitu ajari gue fisika aja. Soalnya gue lemah banget di pelajaran itu. Yah-yah! Mau ya, Batu?" rengek Abel penuh harap.

Erik menghentikan langkahnya, ketika melihat Kevin berjalan ke arah mereka bersama 3 teman barunya.

"Kok berhenti? Lo kenapa, Rik?" tanya Abel juga ikut berhenti memandang Erik bingung.

"Lo mau gue ajari fisika 'kan?" tanya Erik, Abel langsung mengangguk. "Kalau gitu jangan ngomong apapun sampai lo di kantin. Siapapun yang ajak lo bicara"

"Kok gitu?"

"Mau gak?"

"Iya mau. Oke, kunci mulut di mulai" Abel membuat gerakan mengunci mulut. Ia meraih telapak tangan Erik dan menaruh kunci kasatmata itu.

Kevin sampai di depan mereka. Pandangannya tertuju pada Abel, yang sebelumnya sempat melirik Erik sekilas

"Hai, Abel. Kamu mau ke kantin 'kan? Bareng yuk sama Kakak" sapa Kevin ramah.

Abel melirik Erik, ia masih menutup mulutnya rapat. Kevin yang menunggu jawaban mengeryit bingung.

"Kok gak di jawab? Kamu dengar aku kan, Bel?"

"Hmmm...emmm" Abel mengangguk dengan mulut terkantum.

"Kamu kenapa sih, Bel?" Kevin tambah keheranan.

Erik sedikit menarik sudut bibirnya, ia melangkah melalui Kevin begitu saja. Abel turut mengekori Erik, mengimbangi kemana cowok itu berjalan. Kevin berbalik memandang mereka yang semakin menjauh, ia berdecih.

"Jadi ini kerjaan tuh batu hidup. Liat aja nanti, berani banget kerjain gue"

Abel menaruh semangkuk bakso di samping Erik. Abel turut bergabung bersama Rifky dan Aldy.

"Lo gak punya teman lagi jadi gabung sama kita?" tanya Erik sinis.

"Ada kok. Dewi lagi sama yang lain. Cuma gue mau bareng lo aja" sahut Abel santai.

"Saudari Abel, bisakah jelaskan apa tujuan dan maksud Anda yang selalu terlihat mendekati Erik belakangan ini?" tanya Rifky, berlagak seperti wartawan.

"Gue mau PDKT" sahut Abel.

"Lalu, kenapa Anda lebih tertarik dengan lelaki galak seperti Erik? Bukankah kita berdua tak kalah tampan dan sangat ramah tamah?" sambung Aldi mengikuti permainan Rifky.

"Karena Erik lebih ganteng"

"Kenapa bisa begitu?" tanya Rifky.

"Emang kenyataan"

"Apa yang akan Anda lakukan jikalau Erik sama sekali tak tertarik dengan Anda? Apakah Anda akan membuka hati untuk saya?" tanya Rifky, sedangkan Erik hanya makan tanpa memperdulikan tingkah laku temannya.

"Gue gak akan nyerah. Gue pasti bisa mendapatkan dirinya" sahut Abel mantap mengepalkan tangannya.

"Apakah kiranya yang membuat Anda yakin kalau Anda mampu merebut hati Tuan Batu?" tanya Aldi.

"Karena gue cantik, imut, dan menarik. Gak ada yang menolak keindahan ini. Cuma waktu yang gue perlukan saat ini"

"Wahh, mari bertepuk tangan untuk Nona Kerdil yang mempesona ini. Sungguh kepedean yang hakiki" Aldi dan Rifky bertepuk tangan.

Tiba-tiba ada seseorang yang menumpahkan bakso tepat di tangan Abel. Sontak membuat Abel memekik karena tangannya melepuh.

"Aaaaaaaa....panas...panas banget" pekik Abel.

Erik dan kedua temannya sontak terkejut. Pelakunya adalah Salsa yang membawa mangkuk bakso.

"Maaf gue gak sengaja, Bel. Tadi tersandung" ujar Salsa dengan wajah pura-pura panik.

"Gimana sih lo, hati-hati makanya!" omel Erik. Entah keberanian dari mana, Erik menarik tangan Abel dan membawanya pergi. Salsa yang awalnya tersenyum diam-diam setelah kejadian itu, mendadak merengut kala Erik membawa Abel pergi.

"Aduh Neng Salsa, harusnya kamu hati-hati. Tuh Dedek mungil jadi sakit tangannya" ujar Aldi.

"Rese lo!" ketus Salsa, lalu menaruh mangkuk itu secara kasar di meja. Ia melangkah pergi menemui kedua temannya di meja ujung.

"Kok Erik malah bawa Abel sih, Sa?" tanya Flow.

"Benar-benar diluar dugaan gue. Gue pikir Erik benci sama Abel. Tapi dia perhatian gitu tadi" sambung Sinta.

"Malah Erik tadi ngomelin gue. Apasih istimewanya tuh cewek jadi dia belain. Pendek gitu juga!" cerca Salsa.

Di toilet, Erik membasuh tangan Abel dengan air. Ia juga sempat mengambil salep sebelum ke toilet. Abel meringis ketika lengannya yang melepuh di olesi salep.

"Duhh...perih banget, Batu"

"Bisa gak usah bawel gak? Gue tau!"

"Lo sedia salep? Buat apa?" tanya Abel.

"Kopi Kevin tumpah ke tangan gue kemarin" sahut Erik dengan nada malas.

"Oohh. Dimana kenanya?"

"Gak usah kepo. Udah selesai. Masuk kelas sana!" ucap Erik lalu menyimpan salep di saku celananya.

Erik melangkah lebih dulu keluar toilet, tepat saat itu Pak Darto melewati toilet perempuan.

"Ngapain kamu di toilet perempuan? Jangan macam-macam kamu, Rik" tanya Pak Darto menatap tajam.

"Sa-saya cuma..." tiba-tiba Abel keluar dan berdiri di samping Abel.

"Nah, kalian kenapa keluar samaan gini? Hayo, ngaku kalian lagi ngapain tadi di dalam? Awas aja sampai mesum di sekolah"

"Bukan kok Pak, tadi saya cuma bantu kasih salep tangan Abel yang melepuh" ujar Erik membela diri, ia sempat panik kalau-kalau Pak Darto tak mempercayainya.

"Iya Pak Darto. Erik tadi obati luka di tangan saya. Nih Pak, coba lihat. Tadi melepuh" ujar Abel menunjukkan lengannya.

"Beneran? Awas ya kalau ngibulin Bapak" mata Pak Darto memicing memastikan kebohongan keduanya.

"Beneran, Pak" sahut keduanya.

"Kalo kalian sampai terbukti macam-macam, bakal Bapak kawinin kalian berdua"

"Eh, beneran di kawinin, Pak?" tanya Abel antusias.

"Yaiya. Mesum itu perbuatan haram yang harus di atasi dengan pernikahan" sahut Pak Dardo. Abel tersenyum penuh arti.

"Berarti kalau kami ngaku, Bapak mau nikahin kami?" tanya Abel, sontak membuat Erik melotet dan mencubit pinggang Abel.

"Jangan macem-macem" ujar Erik melotot.

"Eheheh. Makanya lo harus ladenin gue kalau lagi Pdkt. Kalau dicuekin terus, gue bakal milih di kawinin aja. Biar Pak Darto yang kawinin"

"Jadi gimana? Kalian mau mengakui sesuatu?" bentak Pak Darto.

"Enggak Pak. Dia emang cewek aneh. Suka ngada-ngada. Kami beneran gak lakuin apa-apa kok" sahut Erik mengelak.

"Ya udah, bubar kalian. Kenapa tambah mepet gitu?"

Erik baru menyadari Abel berdempetan dengan tubuhnya. Sontak saja Erik mendorong Abel menjauh darinya.

"Sana masuk kelas!" titah Pak Darto.

Mereka berdua lalu meninggalkan tempat itu. Abel mencoba menggandeng tangan Erik, namun di tepis oleh empunya tangan.






-Bersambung-

TSUNDERE [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang