Terimakasih Abel

74 6 0
                                    

Abel mencungkil jendela gudang dengan berbagai cara yang sempat ia tonton di Youtube sebelum berangkat tadi. Dengan gigihnya, jendela itu terbuka juga. Dengan amat hati-hati Abel membuka jendela itu. Jendela itu tidak tinggi, sehingga mempermudah Abel menaikinya.

Abel meraba lantai dengan kakinya, pencahayaan yang tidak ada sama sekali, membuat Abel melawan rasa takutnya. Abel terpikir sesuatu, ia merogoh ponsel dari saku celananya. Dia menyalakan senter ponsel untuk di jadikan penerangan. Cahaya ponsel Abel menyorot kesegala penjuru ruangan, hingga sinar itu tertuju pada seseorang yang tergeletak dengan barang-barang bekas menutup tubuhnya.

"Erik" gumam Abel bergetar, ia menutup mulutnya agar tak menjerit. Lekas Abel menghampiri Erik.

"Erik...Batu...! Bangun dong" bisik Abel menyentuh wajah cowok itu. Ternyata Erik tak sepenuhnya pingsan, ia masih sadar walau sudah lemas.

"Ba-bantu gue..." lirik Erik dengan suara serak. Abel gemetar melihat pelipis Erik yang berlumur darah.

"I-iya, Erik. Gue bantu, lo tahan bentar ya" ujar Abel bergetar. Dengan perlahan Abel menyingkirkan barang-barang yang menimpa tubuh Erik.

Erik mencoba untuk bangun, Abel langsung membantunya untuk itu. Badan mungil Abel kesusahan menahan berat badan cowok yang ia papah.

"Kita lewat jendela lo bisa gak?" tanya Abel tak yakin.

"Coba aja dulu" sahut Erik pelan dan lemah.

Dengan susah payah, akhirnya mereka berdua berhasil keluar dari gudang tersebut. Tapi saat hendak pergi dari sana, Erik meringis memegangi kepalanya.

"Ssstt.."

"Eh, kenapa Rik? Sakit banget ya? Aduh, sabar ya. Kita ke rumah sakit deh. Motor gue ada dekat rumah lo kok" ujar Abel seraya memapah Erik perlahan.

"Lo bisa bawa mobil aja gak? Gue gak kuat kalau harus naik motor. Pusing banget"

"Ya gak bisa" sahut Abel cemberut. "Oh, gue pesan taksi online aja deh. Bentar ya" Abel merogoh ponselnya, ia memesan taksi untuk mereka ke rumah sakit.

"Udah gue pesen. Lo tahan dulu, kita keluar dari sini. Tapi Satpam bisa lihat kita nih"

"Gak papa, biar gue ngomong sama dia. Cepetan jalan" sahut Erik. Mereka akhirnya berjalan menuju pagar rumah Erik. Benar saja, Satpam langsung menghampiri mereka dengan ekspresi panik dan waspada.

"Den Erik kenapa nih? Kamu siapa?"

"Udah Mang Juan, aku gak papa. Ini teman aku, tolong jangan bilang sama siapa-siapa kalau kami kabur. Titip motor teman aku yang gak jauh dari sini, yang warna pink, Mang" ujar Erik susah payah. Satpam tersebut mengangguk.

"Iya. Hati-hati, Den"

Taksi mendarat di muka rumah Erik. Erik dan Abel segera masuk taksi tersebut.

***

Di rumah sakit, Abel menunggu dengan perasaan khawatir di depan UGD. Apalagi saat di jalan tadi, Erik sempat pingsan kembali. Sudah setengah jam tapi pintu dengan nama UGD itu belum juga terbuka.

"Mudahan Batu gak kenapa-kenapa deh. Darahnya ngalir terus dari tadi. Pasti kena kaca deh tuh" gumam Abel gelisah.

Tiba-tiba pintu UGD terbuka, menampilkan sosok Dokter keluar dari sana. Abel langsung bergegas menghujani Dokter tersebut dengan rentetan pertanyaan.

"Dok, gimana keadaan Batu? Eh, Erik maksudnya. Baik-baik aja kan? Kurang darah? Atau ada sesuatu yang serius, Dok? Tolong selamatkan Erik saya, Dok" cerocos Abel dengan wajah paniknya.

TSUNDERE [COMPLETED]Where stories live. Discover now