Terpana Kecantikan

80 11 6
                                    

Abel membuntuti Erik dari belakang. Abel mengikuti setiap langkah cowok itu hingga sampai di parkiran. Abel sedikit terkejut ketika Erik menuju parkiran motor, apalagi ketika Erik menunggang motor di samping motornya. Abel segera mendekatkan diri.

"Lo pakai motor? Tumben. Cie parkir motor di samping motor gue. Biar bisa modus ke motor cantik gue 'kan? Ngaku lo" ujar Abel menggoda Erik. Erik tampak cuek sambil memasang helpnya.

"Tangan lo gimana?" tiba-tiba saja Erik menanyakan hal itu.

"Gimana apanya? Ya gini tangan gue"

"Enggak. Maksud gue masih sakitkah?"

"Duuh, perhatian banget sih lo. Jadi geer deh" Abel tersenyum malu.

"Ck, nih salep. Bawa aja, gue udah gak butuh" Erik melempar salep ke Abel begitu saja. Untung Abel dapat menangkap dengan tepat.

"Ikhlas gak sih" keluh Abel. "Oh iya, Batu. Sesuai janji, lo harus mau ajari gue fisika. Gak ada kebohongan di antara kita"

Erik berpikir sejenak, ia menatap Abel sebentar. "Datang ke rumah gue" ujarnya, lalu menjalankan motornya meninggalkan parkiran sekolah.

"Eh, beneran? Ini beneran, Rik? ERIK GUE GAK TAHU RUMAH LO"

***

Sesampainya di rumah, Erik berjalan menuju ruang tengah. Ia melempar ranselnya di sofa dan duduk disana. Bi Izah datang menghampiri Erik.

"Den Erik sudah pulang? Mau makan langsung, Den?" tanya Bi Izah, pembantu di rumah Erik.

"Boleh deh, Bi. Tapi di bawain kesini aja ya. Erik malas ke meja makan"

"Baik, Den" Bi Izah segera kembali ke dapur.

Kevin datang dan meriah remot TV. Kevin memakai baju kasual dengan celana boxer. Erik sama sekali tidak melirik orang di sampingnya.

"Lo suka sama Abel 'kan?"

Erik melirik sedikit dengan malas. "Enggak Tuh" sahutnya malas.

"Tinggal ngaku aja apa susahnya sih. Lagian gue gak masalah kok kalau harus bersaing sama lo, cih"

"Tapi gue gak minat saingan sama lo. Gak perlu usaha pun gue bisa dapetin dia dalam sekejap asal lo tahu" sahut Erik dengan nada dingin.

"Owh, sudah mulai percaya diri lo ya. Bagus deh, terlepas dari rasa suka. Gue mau lo saingan sama gue untuk dapetin Abel, sebagai pembuktian kalau lo bukan calon bujang lapuk. Siapa sih yang tahan sama batu hidup macam lo" cerca Kevin, ia beranjak dari saja usai mengatakan itu.

Erik mencari kontak Abel di ponselnya. Ia mengirimkan pesan berisikan suruhan untuk Abel agar ke rumahnya hari ini juga.

Di sisi lain, Abel yang habis dari warung, merasakan ponselnya bergetar. Abel langsung merogoh ponsel dari sakunya.

Cowok Batu

Lo mau belajat fisika? Datang ke rumah gue sekarang.

Abel berbinar, ia melompat-lompat kegirangan di jalan.

"Aaaa...akhirnya ada titik cerah dalam masa Pdkt gue. Pokoknya kali ini gue harus lebih gencar lagi. Tinggal 3 minggu waktu gue untuk mendapatkan kata cinta dari Erik"

Abel langsung berlari supaya cepat sampai rumahnya. Abel menaruh belanjaan di dapur dan melesat ke kamar. Bunga yang melihat itu sempat keheranan.

"Gue harus dandan yang cantik biar Batu ngiler sama gue. Pokoknya hari ini dia harus jatuh cinta sama gue. Harus!"

Abel mengeledah isi lemarinya. Ia mengambil mini dress ungu. Abel tersenyum ketika memandang dirinya di cermin.

"Gue ini emang imut sejak lahir. Gak pake baju ginian juga oke padahal. Tapi gak papa deh, kali ini gue harus totalitas buat rebut hati Batu"

***

Motor Abel berhenti di halaman luas rumah Erik. Ia meraih tootbag yang berisi buku. Tiba-tiba dari arah atas terdengar suara deep yang amat Abel kenal.

"Cewek kerdil"

Abel langsung mendongkak ke atas, ternyata itu Erik yang menegoknya dari balkon. Abel tersenyum lebar melambaikan tangannya.

"Langsung ke samping rumah yang ada kolam. Masuk aja, gue tunggu!" ucap Erik lalu pergi begitu saja.

Abel dengan sedikit ragu berjalan ke arah pintu, ia bingung harus mengetuk atau tidak. Tapi akhirnya, ia langsung membuka pintu tersebut dan masuk sesuai permintaan Erik. Abel berjalan pelan menoleh ke arah samping, dapat ia lihat dari pintu kaca Erik sedang duduk di sebuah kursi yang ada meja di depannya. Abel berlari kecil menuju samping rumah itu.

"Hai, Batu. Maaf ya jadi tungguin gue" ujar Abel berdiri di depan Erik.

Erik melongo melihat dandanan Abel seperti layaknya pakaian untuk ke pesta. Mini dress ungu di padukan dengan sepatu ungu pula. Ia menggerai rambutnya menghiasi dengan bandu tipis berwarna putih.

"Kenapa sih? Gue cantik ya? Udahlah biasa aja, gak usah mangap gitu" ujar Abel lalu duduk di kursi kosong.

"Lo mau belajar bareng atau mau pesta? Dandanan sudah nyentrik gitu" ujar Erik, sangat di luar dugaan Abel.

"Iih, Batu. Biarin kenapa sih, puji kek. Cantik banget, gitu" keluh Abel.

"B aja"

Abel merengut, dandanannys yang super ini hanya di tanggapi biasa saja oleh cowok di hadapannya. Menyebalkan.

"Jangan pelototin gue kek gitu. Mau belajar gak?"

"Iya mau" sarkas Abel mengeluarkan bukunya. Diam-diam Erik tersenyum samar.

Mereka mulai belajar, Abel yang sudah tidak mood menarik perhatian Erik, hanya memilih serius dengan belajarnya. Sedangkan Erik, tak dapat ia pungkiri kecantikan cewek di hadapannya. Abel benar-benar membuatnya tersihir.

Cantik juga si cewek kerdil. Pasti dia dandan gini buat gue deh. Tapi gue malah gak bisa jujur sama dia.

"Ini gimana jadi dapat 3? Rumusnya benar gak sih, Rik?" tanya Abel, namun tak mendapat sahutan dari Erik yang asik dengan dunianya. Hingga Abel menoleh pada Erik, cowok itu mendadak gugup mengalihkan pandangannya.

"Kenapa gak nyahut sih? Oh, gue tau. Lo terpana kan lihat kecantikan gue? Ngaku lo" goda Abel mencolek dagu Erik.

"Apaan sih lo colek-colek. Gak usah geer, gue tadi lihat ada bulu mata lo yang lepas satu helai" sahut Erik mengelak.

"Hah, bulu mata? Dimana?" Abel mencoba meraba bawah matanya dengan jari."Mana sih, Rik? Ambilin dong"

"Ambil sendiri"

"Batu! Cepetan, gue mau taruh di atas rambut gue. Biar nanti tumbuh lagi bulumatanya"

"Bawel banget sih lo. Sini!" akhirnya Erik bersedia membantu Abel. Sebenarnya tidak ada satu helai pun bulu mata yang lepas, hanya saja itu alasan mendadak yang Erik dapatkan. Erik gugup sendiri ketik wajah Abel begitu dekat dengannya, lama ia terpana melihat keindahan tepat di depan matanya.

"Ketemh gak sih? Suda belum, Batu?" tanya Abel, ia juga tak berani menatap Erik yang begitu dekat dengannya. Tapi Erik tak kunjung menyahut, Abel memberanikan diri menatap mata Erik. Mata mereka pun bertemu tatap. Sejenak momen itu membuat waktu seakan berhenti.

"Kalian ngapain?"






-Bersambung-






TSUNDERE [COMPLETED]Where stories live. Discover now