3. HANYA AKU

3.6K 668 52
                                    

Sepanjang perjalanan, konsentrasi Tombak terbelah dengan jalanan gelap di hadapannya, serta tatapan kosong Aira yang selalu menghadap jendela. Sejak masuk ke dalam mobil, perempuan itu tak mengucapkan barang satu kata pun sebagai pemecah sunyi di antara keduanya. Terjebak dalam keadaan seperti ini, lama-lama membuat Tombak frustasi juga.

"Aira?"

"Hm?" Tak sedikit pun Aira menggerakkan kepala ataupun bola matanya.

"Perjalanan kita berdua setelah ini... kamu maunya ke mana?"

Detik berlalu, hanya keheningan yang menyelimuti. Tombak pun menggenggam kedua tangan Aira yang saling bertautan di atas paha perempuan itu.

"Aira?"

"Ya?" Aira menoleh dan kembali nampak hidup dengan ekspresinya kali ini. "Ada apa, Tombak?"

Tombak menghela napas dan menepikan mobilnya. "Kamu banyak melamun dari tadi. Kamu nggak apa-apa?"

"Oh ya?" Aira mengusap wajahnya dan turut menghela napas besar. "Maaf, ya? Fokusku sedikit terganggu."

"Apa yang kamu pikirkan?"

Aira menghadap jalanan gelap di depannya seraya berpikir. "Nggak ada sebenarnya. Nggak tahu."

Dahi Tombak mengerut.

"Mungkin aku cuma capek."

"Kamu yakin?"

Kepala Aira mengangguk untuk meyakinkan suaminya. Perempuan itu bahkan menunjukkan senyum kecil. "Ayo pulang. Semakin cepat aku tidur bakal semakin baik."

.

Gembul terlihat berdiri dari kursi teras saat mobil Tombak memasuki halaman. Pria bercambang tipis itu tersenyum ramah dan membungkuk sedikit menyambut kedatangan para pemilik rumah. "Gimana rasanya kencan sama Mas Tommy, Ra? Seru?"

Aira tertawa kecil. "Seru dooong!" jawabnya seraya berjalan menuju teras.

"Syukurlaaaah." Gembul melirik Tombak yang sedang mengeluarkan beberapa barang dari mobil.

"Andrea mana, Mas?"

"Habis makan malam tadi langsung masuk kamar, sih. Telponan kali sama pacar-" Gembul berhenti seketika untuk menatap Aira lekat-lekat. "Kamu pucat, Ra. Sakit?"

Kepala Aira menggeleng cepat. "Cuma ngantuk, Mas. Nggak apa-apa."

"Yakin?"

"Yakin." Aira menoleh Tombak yang kini berjalan menaiki undakan teras. "Kamu mau aku bikinkan kopi untuk nemenin Mas Gembul ngobrol?"

"Nggak perlu. Kamu cepat masuk kamar. Istirahat."

Aira membentuk lingkaran dengan telunjuk dan ibu jarinya. Setelah berpamitan kepada Gembul, perempuan itu berjalan masuk ke rumah.

"Lo yakin Aira nggak apa-apa, Boy?"

Tombak hanya memperhatikan punggung Aira yang menghilang di depan pintu kamar sebelum menatap Gembul. "Ada yang mau lo omongin, nggak? Kalau nggak, gue mau masuk."

Gembul mengangguk cepat. Wajahnya berubah serius seketika. "Ada yang mau gue diskusikan."

"Tentang apa?"

"Perkembangan organisasi." Gembul memberi waktu bagi Tombak untuk merespon perkataannya dengan ekspresi. "Nggak lama sebelum lo datang, gue dapat telepon langsung dari Bos."

"Apa yang terjadi?"

"Tapi, Boy..." Gembul nampak kesulitan. "Gue sebenarnya nggak enak ngobrolin ini sama lo. Lo kan... udah bukan anggota lagi."

BERTEDUHWhere stories live. Discover now