6. GEMURUH YANG DATANG

2.5K 520 37
                                    

Tombak melangkah cepat menuju sisi terjauh halaman belakang dari pintu dapur. Pria itu menarik napas menatap layar ponselnya, sebelum mengarahkan benda hitam itu ke telinganya.

"Ya, Bos?" sapa Tombak lirih.

"Tom?"

Kening Tombak mengerut. Itu bukan suara mantan Bosnya.

"Ini gue."

"Arthur?"

"Iya. Gue pakai handphone Bokap biar lo langsung jawab."

Tombak mengusap rambut ikalnya dengan frustasi. Merasa sia-sia meninggalkan Aira begitu saja untuk panggilan ini. "Ada apa?" tanyanya seraya menghela napas.

"Bokap gue udah siuman. Tapi keadannya masih lemah banget."

Tak ada jawaban dari Tombak. Ia hanya mendengar lawan bicaranya dengan seksama.

"Bokap mau lo datang nemuin dia."

"..."

"Ada sesuatu yang mau dia omongin."

"Apa?"

"Lo temuin aja dulu."

Tombak membuang muka. Merasa sedikit kesal sekaligus janggal. "Gembul tahu ini?"

"Belum." Arthur terdengar menarik napas dalam-dalam. "Lo bisa ajak dia, dan adik gue buat nemuin Bokap."

"Kapan?"

"Secepatnya kalau bisa. Keadaan Bokap nggak menentu, Tom."

"Kenapa gue, Thur?" Tombak menanyakan sesuatu yang sedari tadi mengganjal benaknya. "Apa yang Bos mau dari gue?"

Lama Arthur terdiam. "Bokap gue butuh lo, Tom. Cuma itu yang gue tahu."

Giliran Tombak yang terdiam. Hingga panggilan terputus, pria itu hanya berdiri di tempatnya dan memikirkan segala kemungkinan apa yang akan terjadi saat mantan Bosnya bertemu dengannya. Beberapa menit berpikir, ia pun menelepon satu-satunya orang yang bisa ia ajak bicara mengenai hal ini.

"Oi, Boy. Ada apa?"

"Bos minta gue nemuin dia."

"Ha?" Suara gemerisik khas Gembul yang bergerak sedikit heboh menjadi penjeda menuju kalimat selanjutnya. "Buat apa?"

"Mana gue tahu? Arthur barusan telepon gue, bilang kalau Bos mau gue nemuin dia."

"Wah wah..."

"Lo bener nggak tahu tentang hal ini?"

"Bercanda lo? Gue aja kaget denger kabar dari lo."

Tombak menghela napas kasar. "Ikut gue ke sana, Mbul."

"Kapan?"

"Besok."

"Oke. Andrea gue ajak juga, ya?"

Sebaris perkataan Arthur saat menyebutkan nama Andrea tadi membuat Tombak tak bisa menolaknya. "Hm."

"Sip. Subuh gue jemput lo, Boy."

"Jangan! Gue aja yang ke sana."

"Hooo... Terserah lo dah."

Panggilan terputus. Dengan langkah lebar, Tombak berjalan menuju ke dalam rumah. Ia paham, berpamitan kepada Aira setelah apa yang ia lalukan kepada perempuan itu pasti tidak lah mudah. Tapi tidak berpamitan, sama saja dengan membuat semuanya menjadi lebih runyam.

BERTEDUHWhere stories live. Discover now