8. SESUATU YANG KAU SEMBUNYIKAN

2.4K 484 50
                                    

Punggung polos Aira yang tak tertutupi selimut adalah objek pandangan Tombak selama beberapa menit yang lalu. Semalam setelah bercinta dengannya, Aira tak segera menghambur ke pelukannya seperti biasa, melainkan memilih untuk tidur memunggunginya. Hingga Tombak terbangun pun, perempuan itu masih tertidur dengan posisi yang sama. Perasaan risau lalu menghampiri Tombak tanpa iba. Ia benar-benar tak tahu harus berbuat apa.

Tanpa membuat banyak gerakan yang bisa membangunkan Aira, Tombak berdiri dan keluar kamar. Lebih baik ia bergegas dan bersiap diri daripada semakin tenggelam dalam perasaan bersalahnya pada sang istri.

.

Sesosok perempuan berbalut selimut yang duduk di ujung tepi ranjang, adalah hal pertama yang Tombak jumpai ketika kembali masuk kamar setelah mandi. Tanpa berkata apa-apa, perempuan itu menoleh suaminya.

"Baru bangun?" tanya Tombak seraya mendekat perlahan.

"Aku telat buat sarapan."

Tombak menggeleng. "Kamu tidur aja kalau masih mengantuk."

"Kamu nggak bisa di sini lebih lama lagi?"

Langkah Tombak seketika terhenti.

Aira tersenyum getir. "Nggak bisa, ya?"

"Lain kali," jawab Tombak. "Aku janji lain kali bisa lebih lama di sini."

"Kamu kedengeran seperti orang asing di rumah ini."

Tak ada tanggapan berarti dari Tombak.

Aira lalu berdiri, membiarkan ujung selimut yang melingkari tubuh polosnya terjuntai begitu saja menyentuh lantai. "Nggak ada yang kamu sembunyikan dari aku, kan?"

Tombak menggeleng cepat. "Kenapa kamu berpikir begitu?"

Bibir Aira terkunci. Ia menunduk, menyembunyikan ekspresi wajahnya yang tiba-tiba tak terkontrol. "Maaf... aku cuma nggak mau kamu pergi lagi secepat ini."

Ulu hati Tombak bagaikan tertusuk benda tak kasat mata saat melihat sang istri mengusap pipi. Tepat di hadapannya, Aira baru saja meneteskan air mata.

"Ka-kalau memang bisa ditunda... kalau bisa-" Perkataan Aira terhenti saat Tombak memeluknya.

"Bisa." Tombak menunduk menghirup aroma tubuh istrinya. "Bisa ditunda."

Air mata Aira semakin deras. Ia membalas pelukan Tombak dengan putus asa. "Tombak..."

"Jangan menangis lagi, ya?"

Isakan Aira kembali terdengar.

"Aku mohon."

***

"Dia nggak kasih kabar gitu?

"Iya."

"Udah coba lo telepon?"

"Handphonenya mati."

Gembul menyandarkan punggungnya di jok mobil. Jemarinya yang bebas mengetuk-ngetuk roda kemudi. "Coba lo tunggu bentar lagi deh, Bram."

"Masalahnya sejam lagi kami harus ketemu klien, Mbul."

"Tombak nggak pernah mangkir dari tugasnya kalau bukan karena sesuatu yang bener-bener penting. Lo tunggu aja dulu."

"Bener, ya?"

"Iyaaaa. Lagian lo kenapa nanyain Tombak ke gue sih? Lo kira gu baby sitter-nya?"

Bram tertawa di seberang sana. "Nggak ada yang kenal Tombak sebaik lo, Mbul."

"Tai." Gembul mendengkus. "Ya udah kabarin gue kalau dia udah bisa dihubungi."

BERTEDUHWhere stories live. Discover now