11. KITA PERNAH DI SINI SEBELUMNYA

2.3K 450 46
                                    

Seingat Andrea, ia tidak memesan makanan apapun pagi ini. Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan adanya seorang kurir makanan yang berdiri di luar pagarnya saat ini.

"Dengan Mbak Andrea?"

"Ya?" sahut Andrea seraya mendekati gerbang.

"Ini ada kiriman makanan untuk Mbak."

Andrea menerima sebuah tas kain bersablon nama sebuah restoran yang tak asing baginya. "Kiriman?"

"Iya, Mbak. Dari Pak Delvi."

Untuk sesaat, Andrea hanya tercengang di tempat.

"Selamat menikmati, Mbak." Kurir pria tersebut memakai helmnya lagi.

"Bentar, Mas. Em..." Andrea memejamkan mata, mencoba sadar dari keterjutannya. "Ini untuk saya?"

"Iya, Mbak."

"Tapi saya nggak pesan."

Kurir pria itu tertawa. "Ini pemberian Pak Delvi, Mbak."

Andrea semakin bingung harus berbuat apa. "Boleh saya minta kontak Pak Delvi?"

"Waduh, Mbak." Rasa bersalah terlintas di wajah kurir itu. "Maaf, saya hanya kurir. Atasan saya bukan Pak Delvi langsung."

Walau butuh waktu, Andrea toh mengangguk dan memahami. "Oke, saya minta maaf juga. Terima kasih, Mas."

"Sama-sama, Mbak."

Selama kurir pria itu menjauh, Andrea hanya berdiri dan mencoba menemukan alasan di balik tas berisi makanan yang ia pegang sekarang.

***

"Jadi karena masih kangen sama cucu-cucunya, tapi di lain sisi Mas Faisal harus pulang karena ada kerjaan, Tante Ida memilih ikut ke rumah Mas Faisal? Gitu?"

Tombak menahan senyum mendengar penjabaran Aira. "Hm."

"Berapa lama Tante Ida di sana?"

"Belum tahu. Sepuasnya Tante Ida."

Aira menganguk paham.

"Ayo siap-siap. Siang ini mereka mau makan di restoran Delvi sebelum pergi ke bandara." Tombak berdiri dari sofa ruang tengah dan berjalan ke arah kamar.

.

.

Sebagai pemilik restoran, merupakan hal yang biasa ketika Delvi ataupun keluarganya mengadakan acara di restorannya sendiri. Di ruang VIP restoran bernuansa Jawa itu, anak, menantu, keponakan, hingga cucu Farida berkumpul untuk makan siang bersama sebelum saling melepas kepergian.

"Jadi Mas Delvi bakal tinggal sendirian dong, Tante?" tanya Aira seraya menoleh Delvi penuh simpati.

"Halah, Raaaa. Dia udah tua, udah bisa ngurus diri sendiri."

"Bilang dewasa lebih enak didengar loh, Ma," sahut Delvi cepat.

Seisi ruangan tiba-tiba tertawa.

"Kalau Delvi bawa cewek ke rumah gimana, Tante?" Kali ini Tombak ikut menimpali.

Faisal yang memangku Novan tiba-tiba tertawa kencang.

"Tuh, Masnya aja ndak percaya, Tom. Apa lagi Tante?" Farida melirik Delvi sewot.

"Kalau aku bawa beneran gimana, Ma?"

"Nggak apa-apa."

"Bener?" goda Delvi.

"Hm."

"Oke, siap-siap. Mama pulang nanti bakal disambut sama cucu Mama yang ketiga."

"Cucu ketiga? Kamu mau pelihara kucing?"

BERTEDUHWhere stories live. Discover now