10. KAU YANG KUBUTUHKAN

2.1K 438 49
                                    

Aira meregangkan otot-otot tubuhnya saat merasa sinar matahari mengganggu kedua matanya yang masih terpejam. Tidurnya cukup nyenyak semalam, karena ia tak terbangun sama sekali seperti malam-malam biasanya. Perlahan tapi pasti, otaknya memproses apa yang ia lihat saat ini.

Ternyata Tombak sudah tak ada di sampingnya sejak ia membuka mata.

Setelah menghela napas, Aira bangun dan berdiri. Ia mengikat rambut seraya berjalan dengan langkah menyeret keluar kamar.

"Baru bangun?"

Aira segera menoleh sumber suara dari dapur. "Kamu belum pergi?" tanyanya tanpa pikir panjang.

Tombak menegakkan tubuh dan memandang Aira sesaat, sebelum senyumnya terukir tipis. "Aku di sini selama beberapa hari."

"Serius?" Kedua mata Aira melebar memancarkan binar ceria.

"Hm." Tombak lanjut menuangkan susu hangat ke dalam gelas. "Cuci muka, lalu duduk di sini. Aku tunggu."

.

.

Secangkir susu dan kopi hitam tersaji di atas meja makan saat Aira kembali. Tombak lalu meletakkan sepiring pisang goreng hangat sebelum duduk di samping Aira.

"Kamu beli di mana?" tanya Aira.

"Aku buat sendiri."

Bibir Aira berkedut menahan tawa.

"Kamu nggak percaya?"

Aira menggeleng.

Tombak menghela napas, lalu mengangguk. "Aku titip Bu Giman."

"Bentuknya aja profesional banget." Aira meraih satu pisang goreng dan menggigitnya. "Mana percaya aku kalau kamu yang buat?"

Tak ada tanggapan dari Tombak. Pria itu lebih memilih menyesap kopinya, sebelum memangku dagu memperhatikan dengan seksama bagaimana Aira menghabiskan satu buah pisang goreng yang ia bawa.

Menyadari tengah diperhatikan, Aira melihat gaun tidur panjangnya. "Mukaku aneh ya?" tanyanya sebelum meminum isi gelasnya.

Tombak menunggu Aira menaruh kembali gelas susunya terlebih dahulu. Pria itu mendekatkan kepala, dan mengusap setitik minyak di ujung bibir istrinya. "Setelah ini ke psikiater ya? Aku temani."

Butuh sepersekian detik Aira mencerna perkataan Tombak. Perempuan itu pun berdehem dan menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. "Oh... ini sebenarnya nggak separah dulu sih. Aku nggak-"

"Tetap saja, Aira," potong Tombak lirih. "Kamu harus periksa."

Aira memandang kedua tangannya yang bertautan di pangkuan. "Mungkin cuma kambuh biasa."

Saat Aira tak melanjutkan kalimatnya, Tombak menarik perlahan tangan perempuan itu agar duduk di pangkuannya. "Apapun itu, harus kita obati di tangan yang tepat. Oke?"

Kedua mata Aira menatap ke dalam dua mutiara hitam nan tajam milik Tombak. Seluruh rasa rindunya untuk pria itu pun tiba-tiba mengalir deras hingga membuat relung dadanya terasa sakit.

"Aku..." Tombak menghela napas dan memejamkan mata sesaat. "Aku nggak bisa lihat kamu seperti ini, Ra."

Aira mengangkat kedua tangannya, merangkum kedua pipi Tombak dan mengusapkan ibu jarinya dengan lembut di dagu pria itu. Tak ada kata yang keluar dari bibirnya, melainkan hanya sorot penuh luka menatap suaminya. "Aku kan pernah bilang kalau cuma butuh kamu."

Tak ada sahutan dari Tombak.

"Aku kangen kamu, Tombak."

Tombak menurunkan tangan Aira. Sebagai gantinya, ia mendekap tubuh tubuh perempuan itu.

BERTEDUHWhere stories live. Discover now