15. KEPUTUSASAAN YANG NYATA

2K 430 54
                                    

All I know,
Loving u is a losing game ...

.

.

.

Untuk beberapa hari sebelumnya yang terlalui dengan perasaan bersalah, khawatir, dan juga rindu, Tombak begitu mensyukuri kesempatan yang ia dapatkan sekarang. Memandang wajah Aira saat tidur dari dekat, dan meletakkan tangan di punggung perempuan itu sepanjang malam, sedikit banyak telah mengobati gundah yang akhir-akhir ini di bersemayam.

Akhirnya .... setelah beberapa hari Aira tak mengijinkannya tidur bersama, semalam perempuan itu meminta ditemani karena merasa tak sehat sejak berbelanja.

Tombak memindahkan tangannya untuk mengusap perlahan pipi Aira. Ia sengaja tak melanjutkan tidur di pagi hari yang dingin ini hanya karena ingin berlama-lama menatap wajah damai istrinya.

"Cepat sembuh, ya," bisik Tombak nyaris tak bersuara.

Dengan sangat perlahan Tombak beringsut dari ranjang. Di sisa waktu sebelum Aira bangun, ia ingin menyiapkan sarapan yang nanti bisa dimakan perempuan itu. Sosok perempuan paruh baya pun terlintas di pikiran Tombak.

"Bu Giman," gumamnya saat membuka pintu kamar.

Jarum jam masih menunjukkan pukul setengah enam saat Tombak selesai mencuci wajah. Setelah meraih jaket tebalnya di atas sofa ruang tengah, ia berjalan menuju pintu dan membukanya.

"Boy!"

Tombak yang sedang menutup pintu, seketika membalik badan dan menatap Gembul yang tengah berdiri di samping mobil seraya melambaikan tangan. Gembul lalu berjalan mendekat. Tombak segera menengok ke dalam rumah, memastikan istrinya tak terlihat di sana.

"Gue tungguin lo dar-"

"Pergi, Mbul!"

"Ha?" Gembul menatap heran Tombak yang berjalan cepat ke arahnya.

"Lo pergi." Tombak mendorong Gembul untuk masuk ke dalam mobil. "Temui gue jam sembilan di tribun kolam renang yang pernah kita datangi."

"Gue dari jam tiga di sini, Boy. Ngantuk banget nungguin lo bangun. Gue mau numpang tidur ben-" Perkataan Gembul terhenti saat Tombak mencengkeram kerah jaketnya.

"Jam sembilan. Tribun kolam renang. Ngerti?"

Gembul tak menyahut lagi. Melihat ekspresi dan tatapan mata Tombak, tak ada lagi yang harus ia lakukan selain mengangguk dan menuruti perkataan rekannya itu.

***

Tepat jam sembilan pagi.

Tak butuh waktu lama bagi Tombak untuk menemukan Gembul yang tengah berbaring di jajaran kursi tribun. Tanpa memanggilnya, Tombak lebih memilih membangunkan temannya itu dengan melempar tas kresek tepat ke arah perutnya.

"Apa nih, bangsat?" umpat Gembul saat beranjak duduk. "Astaga, Boy. Gue kirain siapa."

Tombak duduk di samping Gembul. "Ada nasi pecel di dalamnya. Lo belum sarapan, kan?"

Dengan segera Gembul membuka tas kresek pemberian Tombak. "Ini pasti idenya Aira, kan? Nggak mungkin lo," ucapnya penuh keyakinan.

"Apa yang mau lo omongin?" Tombak memilih fokus pada tujuannya ke sini.

Gembul diam sejenak, sebelum meletakkan tas kresek di sampingnya. "Organisasi sekarang dipimpin Arthur."

"Hm. Bagus, dong?"

"Bagus pala lo! Posisinya yang sekarang bisa hasut semua tetua, dan kasih perintah semua anggota buat nangkep lo!"

Tombak menghela napas berat. "Jadi gue sekarang buronan organisasi?"

BERTEDUHWhere stories live. Discover now