5. Ketahuan

1.2K 57 0
                                    

"WOY! LEPASIN ADIKKU ATAU KU PENGGAL ANUMU!" Raline membuka matanya lebar-lebar. Brianna?

Seketika dia merasakan pisau tajam yang hampir menikamnya tadi sudah tidak ada. Pria tua yang mencoba membunuhnya juga sudah lari entah kemana. Raline menghela napas lega, dia menyentuh lehernya yang sudah mengalir beberapa tetes darah. 

Aish tua bangka itu benar-benar! Kenapa harus di leher sih?! Umpatnya dalam hati.

"MANA DIA?! KELUAR BAJINGAN !" teriak Brianna, kepalanya celingak-celinguk mencari seseorang. 

Seorang laki-laki berkaus polos berwarna cream melangkah mendekati Raline dengan tatapan cemas "Raline, apa kamu terluka?"

Raline melihat laki-laki itu sekilas lalu memalingkan muka, dia tidak mau Ares melihat lehernya yang terluka.

 "Ngga papa. Jangan khawatirkan aku." Raline menggeleng sembari mengelap bekas darah yang keluar. Ia bersyukur luka di lehernya tidak menembus bagian dalam kulit, hanya menggores sedikit kulit luarnya. Walau begitu, Raline tetaplah manusia normal yang apabila tubuhnya terluka pasti mengeluarkan darah.

Ares mengerutkan alis melihat gelagat Raline yang terlihat menutupi sesuatu. Dia kemudian menarik tangan Raline yang sedari tadi sibuk memegang lehernya. 

Raline tersentak kaget.

"Apa yang—" ucapnya terpotong dengan tatapan tajam Ares.

"Begini kamu bilang ngga papa?" sinis Ares. Brianna yang sudah diam sedari tadi memerhatikan Raline pun hanya bisa menahan geram, Bagaimana ya? Mau marah tapi dia juga tahu memarahi Raline yang keras kepala itu tidak akan membuat Raline kapok.

Perempuan yang masih berpakaian serba hitam itu menatap Raline datar. "Ayo ke rumah sakit. Jangan berani nolak atau ku gorok lehermu sekalian" ujar Brianna tak kalah sinis dengan Ares.

Helaan napas berat keluar dari mulut Raline. Kali ini dia benar-benar tamat. Kedua orang ini sudah mengetahui dirinya dalam bahaya, dan dia yakin tidak akan bisa lepas, terutama dari Ares. Walaupun nada bicaranya tidak seketus Brianna, Raline yakin Ares akan memarahinya seperti biasa jika Raline tidak terluka. 

Jadilah Raline hanya berpasrah diri, untungnya Venya tidak bersama mereka, jika iya Raline pasti harus setengah mati menenangkan tangisan temannya itu. Venya adalah orang yang berhati lembut, dia sering menangis untuk mengungkapkan emosinya. Entah itu marah, senang, sedih, kesal, apapun jenis emosi yang dia rasakan dia pasti menangis.

Raline menarik napas dalam kemudian beralih menatap Ares "Aku beneran ngga papa. Ngga perlu dibawa ke rumah sakit segala, ya?" ujar Raline dengan wajah memelas.

Deg

Cukup dengan tatapan mata itu saja mampu membuat Ares membeku. Telah lama dia memendam rasa pada perempuan yang berdiri tepat di depannya ini. Memang sangat pengecut mengingat Ares tak pernah mencoba untuk mengutarakan perasaannya pada Raline. 

Ia tak tahu kapan benih-benih suka itu muncul, mungkin saat mereka pertama kali bertemu di panti asuhan Al-Bashiru. Saat itu, Raline yang baru pertama kali datang bersama Imran tidak suka bertemu dengan orang banyak. Bahkan, di panti, Raline jarang sekali bergaul dengan yang lain. Anak-anak panti lainnya pun enggan mendekati Raline, kecuali Ares. Ares adalah anak yang sedari bayi sudah ditinggalkan kedua orang tuanya di panti karena masalah ekonomi.

Kedekatan mereka berdua berawal dari Ares yang diam-diam memerhatikan Raline yang suka menyendiri di balik pohon saat ada acara di panti. Dia tidak suka keramaian, begitu kesimpulan yang bisa Ares dapatkan. Saat itu, Ares yang telah mengumpulkan banyak keberanian pun mendekati Raline. Ternyata Raline tak seburuk yang dia kira, dia adalah gadis manis penuh kasih yang tumbuh dengan pahatan luka dan kesedihan.

If Something Happens I Love YouWhere stories live. Discover now