7. Konseling

968 46 0
                                    

 "Selamat siang bu."

Sapa Raline dengan senyum mengembang pada seorang wanita berusia 30an yang sepertinya tengah menunggu kedatangannya. Di samping wanita itu juga berdiri seorang wanita yang usianya tidak jauh berbeda dengannya memakai seragam yang sama.

Wanita itu mengangguk "Dia telah menunggumu di ruang konseling." Ucap wanita itu sinis. Raline tidak tahu mengapa, tapi kedatangannya kali ini rasanya menimbulkan perasaan tidak suka dari perawat dengan nametag Lastri itu. Tanpa pikir panjang, ia langsung menepis pikirannya itu dan langsung memasuki ruang konseling.

"Kenapa harus perempuan magang itu sih" bisik perawat di samping Lastri.

"Aku juga tidak tahu. Tuan Gavin memang aneh. Dia memilih seorang pegawai magang yang masih piyik sebagai konselornya. Padahal ia baru sejenak melihat portofolionya tapi dia langsung tertarik. Bukankah itu aneh?"

Lastri mengangguk "Aku punya kenalan dukun pelet hebat. Mau coba?" ucapnya langsung diberi tatapan tajam dari teman sebelahnya "Kenapa kau baru bilang!!?"

Raline memasuki sebuah ruangan yang didominasi oleh warna putih. Saat baru membuka pintu ia sudah menyadari adanya sosok seorang pria yang sedang duduk sembari melihat ke luar jendela.

"Maaf membuatmu menunggu. Perkenal—" belum selesai Raline dengan perkenalannya, laki-laki itu tiba-tiba menyela.

"Saya sudah mengenalmu." Raline mengernyit "Maaf?"

Laki-laki itu menatap Raline yang kini telah duduk didepannya "Saya bilang saya sudah mengenalmu." Laki-laki itu menunjukan selembar kertas berwarna berisikan data diri beserta foto Raline. 

Benar. Portofolio.

Raline tersenyum kikuk.

"Bagaimana harimu hari ini?" tanya Raline tiba-tiba, ia tahu ini adalah pertanyaan bodoh yang ia ajukan pada atasannya. Hanya saja, sesuatu membuat dirinya penasaran. Ia baru pertama kali lihat yang seperti ini, melihat orang yang tak punya emosi apapun di balik tatapan matanya.

Laki-laki itu terkekeh "Baru pertama kali ada orang yang menanyakan hariku."

Raline hanya terdiam. Mencoba setenang mungkin sembari memerhatikan mimik wajah laki-laki di hadapannya itu. "Apakah itu aneh, Tuan Gavin?"

Laki-laki bernama Gavin itu menggeleng "Not really. Hanya saja aku belum terbiasa dengan hal itu,"

Gavin menarik napas panjang "Akhir-akhir ini aku mengalami beberapa hal buruk. Seseorang yang aku percayai mengkhianatiku."

"Aku ditipu olehnya. Aku benar-benar marah. Dia membuat orang-orang menjauh dari ku. Padahal, aku lah orang yang menghidupinya. Aku lah orang yang pertama kali datang saat dia kesusahan. Bukankah dia sangat keterlaluan?" Gavin bercerita sembari menatap ke arah luar.

"Kau sangat memercayainya?" Gavin mengangguk.

Raline menatapnya dengan teliti, ia mencoba masuk ke dalam iris laki-laki itu dan melihat apa yang dia pikirkan. "Lalu menurutmu, apakah alasan dia melakukan hal ini padamu?"

"Aku juga tidak tahu. Tiba-tiba saja dia datang dan menghancurkan hidupku. Dia mengurungku dalam tempat yang sangat gelap begitu lama." Ucap Gavin sembari menatap lekat wajah cantik di depannya. Keduanya saling bertukar kalimat dengan Raline cenderung lebih banyak mendengar cerita Gavin. Dia belum mempunyai banyak pengalaman konseling, itu sebabnya percakapan di antara mereka sedikit kaku.

"Lalu apa setelahnya?"

"Aku... ingin membunuhnya."
Ucapan Gavin sukses membuat Raline tercekat.

If Something Happens I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang