14. Suku Dagdha

759 47 0
                                    

Pagi ini, matahari bersinar begitu terang hingga menyilaukan mata siapapun yang menatapnya. Cahaya memaksa masuk ke dalam rumah berbahan dasar kayu itu melalui celahnya.

Perempuan yang terbaring pulas diatas kasur menggeliat, kelopak matanya perlahan terbuka. Tampaknya kicauan burung burung telah mengakhiri mimpi malamnya.

Raline terduduk di atas kasur, ia menengok kebawah mencari seseorang. 

kosong

Kemana dia?

Dari arah kiri, seseorang masuk ke dalam rumah itu membuat Raline menjadi waswas. 

Seorang gadis datang membawa setumpuk kain di tangannya. Senyum manis yang terukir di wajah mungil itu menular, membuat Raline sontak mengangkat kedua ujung bibirnya.

"Sudah bangun, Mba? Ini Yuni disuruh Datuk membawakan pakaian ganti buat Mba" Ujar gadis bernama Yuni itu. Wajahnya manis, tidak terlalu tinggi. Dia memakai baju tenun motif parang yang khas.

"Untukku?" gadis itu mengangguk.

"Mari saya antar ke pemandian sekaligus saya bantu bersiap-siap."

"Bersiap untuk apa?"

"Sebentar lagi akan diadakan upacara pagi untuk mengeratkan silaturahmi antar suku Dagdha. Para wanita dianjurkan memakai kain tenun untuk menjaga warisan leluhur. Mari ikut Yuni, mereka sudah menunggu" 

Raline mengangguk paham. Dia segera beranjak mengikuti langkah gadis itu.

Begitu keluar, mata Raline langsung terpana melihat betapa indahnya pemandangan di depannya. Perkampungan itu dikelilingi oleh rahmat Yang Maha Kuasa.

Bagaimana tidak? Dibelakangnya berdiri bukit-bukit hijau yang ditengahnya mengalir mata air murni pegunungan. Pohon cemara menjulang tinggi menaungi apa yang ada dibawahnya. Wangi kayu cendana menyeruak masuk ke indra penciuman Raline membuatnya terhanyut dalam kesejukan dan kenyamanan.

Saking terhayutnya, Raline tidak sadar jika dia sudah berada di pemandian yang diatasnya mengalir air segar. 

Kata Yuni, sumber air yang mereka pakai sepenuhnya berasal dari daerah hulu. Sehingga, terjaga kebersihan dan kesegarannya.

Di lain tempat, seorang laki-laki juga tengah bersiap memakai baju adat suku Dagdha. Ia terbangun lebih awal agar bisa segera kembali karena masalah proyeknya yang tak kunjung usai. Akan tetapi, rencananya gagal karena tiiba-tiba seseorang datang kepadanya membawa sebuah baju untuk dipakai upacara pagi. 

"Sial, Ini merepotkan." Gerutunya.

Tak lama kemudian, seorang yang tadi membawakannya baju datang dengan tergopoh-gopoh. "Tuan! Mari kesana, upacara sebentar lagi dimulai."

Ranu mengangguk malas kemudian berjalan dibelakang anak lelaki itu. saat baru keluar dari gubug, laki-laki itu langsung menjadi pusat perhatian gadis-gadis karena paras tidak manusiawinya. Tinggi menjulang, alisnya tebal, rahangnya tegas, dan jangan lupa otot di lengannya yang tercetak jelas saat Ranu membenarkan lengan bajunya. 

Ranu memakai baju adat laki-laki dengan atasan hitam polos lengan panjang namun olehnya digulung sampai siku. Untuk bawahan kaum lelaki wajib menggunakan kain tenun, cara menggunakannya mirip seperti sarung hanya saja kain tenun tidak dijahit tengahnya, hanya berupa selembar kain saja seperti selendang. Jangan lupa aksesoris berupa udeng hitam yang bertengger di kepala Ranu membuat gadis-gadis desa meleleh tak karuan.

Dari arah yang bersebrangan juga muncul penampakan wanita anggun yang rambutnya digelung ke belakang. Dia memakai baju tenun bewarna gelap membuat kulit putihnya semakin bersinar. Senyum manis tak pernah meninggalkan wajah cantiknya tatkala bertemu dengan segerombol anak-anak yang tengah kejar-kejaran di sekelilingnya. Sesekali dia ikut tertawa bersama anak-anak itu.

If Something Happens I Love YouWhere stories live. Discover now