52. Hakikat Mencintai

405 23 0
                                    

Pada ruangan yang terdominasi oleh warna putih, terlihat seorang pria sedang begitu telaten menyeka tubuh seorang wanita tak sadarkan diri.

Lengan kemeja putihnya tergulung setinggi siku. Tangan kekar itu menunjukan ototnya kala memeras handuk kecil bewarna putih. Diusapnya begitu lembut tangan dan kaki putih yang sudah tak bergerak selama lebih dari satu bulan.

Ya. Raline sudah terbaring tak sadarkan diri dalam keadaan koma selama satu bulan penuh. Melalui serangkaian pemeriksaan, dia dinyatakan mati otak beberapa hari lalu oleh para dokter profesional di bidang spesialis. Artinya, tidak ada lagi aktivitas saraf pada otak ataupun batang otaknya.

Para dokter tampak mulai menyerah begitu juga dengan empat orang yang menatap sendu dari balik bilik kaca tebal pemisah ruang tunggu dan ruang ICU. Brianna, Venya, Ares dan Jay sangat prihatin dengan seorang pria yang masih setia menunggu tanpa lelah sembari terus berharap tanpa niat berhenti.

Setiap pagi, Ranu selalu datang dan menyeka tubuh wanita yang terbaring lemah di atas bangsal dengan banyak peralatan penunjang hidupnya. Dokter sudah menjelaskan dengan penuh perhatian bahwa kemungkinan Raline untuk bisa siuman sangat rendah. Wanita itu tak bisa bernapas tanpa bantuan ventilator walau jantungnya masih berdetak.

Faktanya, jantung masih dapat berdetak di luar tubuh. Namun tanpa bantuan ventilator dan alat lainnya untuk menjaga oksigen tetap mengalir ke seluruh tubuh, denyut jantung bisa berhenti dengan sangat cepat. Dana Investasi dengan jumlah besar yang diberikan Ranustra Zander pada rumah sakit ini membuat Raline bisa bertahan lama meskipun dinyatakan mati otak.

Umumnya pasien yang dikatakan mati otak dapat secara resmi dinyatakan meninggal. Namun, Ranu secara tegas tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Baginya, Raline hanya sedang tertidur dan suatu saat pasti akan terbangun.

"Ada seseorang yang aku cintai sebelum kamu." Ucap Ranu sembari menggenggam tangan yang terhubung selang infus.

Setelah selesai menyeka tubuh Raline, Ranu duduk di samping bangsal sembari menatap wajah cantik wanita yang kehilangan teduhnya sejak sebulan lalu.

"Dia ibuku. Wanita yang sangat lembut dan penuh kasih sayang sama sepertimu. Ayahku sangat mencintainya sampai tak sadar membuat ibuku terluka. Dia dijebak oleh seseorang hingga membuat ibuku tersiksa karena dituduh mengkhianatinya." Ranu mengambil jeda sejenak, matanya berkaca-kaca.

"Setiap hari, wanita itu rela disiksa oleh suami biadabnya sampai meninggal. Dia mati dalam keadaan tidak bersalah. Setelah kematiannya, Aku sangat menderita. Itu sebabnya aku bertekad untuk tidak mencintai siapa pun. aku berjanji pada diriku aku sendiri bahwa aku tidak akan kehilangan orang yang aku cintai. aku berjanji untuk hidup tanpa pernah merasakan cinta lagi,"

Hening. Ranu menengadahkan kepalanya menahan air mata yang hendak jatuh.

Kembali ia meratapi Raline "Ayahku pada akhirnya tahu kebenarannya beberapa tahun kemudian, lalu dia menghilang. Aku tidak tahu bagaimana keadaannya. Tapi...kurasa aku tahu apa yang dia rasakan. Aku.. tak jauh berbeda darinya kan? Aku membuatmu menderita. Tanpa berpikir lebih dulu aku menuduhmu, membentakmu, menghinamu, memukulmu, bahkan..." napas Ranu tertahan, ia berhenti cukup lama sebab air matanya mengalir deras tak terkontrol.

"Aku berharap yang terburuk untukmu,"

Tangan Ranu bergerak membelai kepala Raline.

"Karena itu kamu marah dan tidak mau bangun, hm? Aku tahu aku memang salah. Jadi Raline, kumohon buka matamu supaya aku bisa minta maaf dengan benar. Mau sampai kapan kamu menyiksaku seperti ini? Asal kamu tahu saja, aku tidak akan berhenti menunggumu," bibirnya bergetar menahan isak.

Empat orang yang terdiri dari dua laki-laki dan dua perempuan di balik kaca melihatnya pilu. Laki-laki itu masih saja mempertahankan Raline yang secara umum bisa dikatakan meninggal. Setiap hari Ranu selalu datang dan mengajaknya bicara namun hanya bunyi monitor pasien yang menyahut.

If Something Happens I Love YouWhere stories live. Discover now