Bab 18

849 119 5
                                    

Audi baru pulang dari kantor setelah selesai mandi ia biasanya akan mengunjungi Kenant namun begitu masuk rumah. Salah satu pelayan sudah memberitahunya bahwa sang nyonya utama, Inggrita menunggunya di ruang kerja.

“Mamah menungguku?”

“Duduk Audi.”

Ia menurut, memilih salah satu sofa tunggal sebagai tempat meletakkan pantat. “Ada masalah apa mamah ingin menemuiku?”

“Mamah hanya ingin membahas beberapa masalah. Ini bukan tentang perusahaan namun tentang Kenant.”

Ada binar cerah di mata Audi. Biasanya Inggrita akan menyampaikan sebuah pengobatan baru yang membuat harapannya terbangkitkan kembali. “Kenant akan di bawa berobat ke mana?”

“Ini bukan masalah pengobatan untuk Kenant. "

Barulah Audi kebingungan. Arah pembicaraan Inggrita mau di bawa ke mana kalau bukan pengobatan lalu apa. “ Kenant sudah lama sakit, semakin hari dia bukannya sembuh namun semakin sekarat.” Jangan bilang Inggrita mengusulkan opsi suntik mati maka Ia akan sangat marah. 

Audi tiba-tiba saja berdiri. “Mamah selalu berkata sama aku untuk tidak putus asa.”

“Itu beberapa tahun lalu ketika Kenant belum separah sekarang.”

“Lantas sekarang apa yang mamah mau?” tanya Audi yang sedikit menaikkan nada suara.

“Jangan marah.” Inggrita tahu audi begitu menyayangi putranya sampai usul yang menyinggung kesehatan Kenant bisa membuatnya marah namun ibu Kenant ini yakin jika usulnya akan sangat bisa diterima. “Kenant semakin sakit, mamah khawatir dengan keadaannya apabila terus begini. Mamah khawatir dengan keadaanmu juga. Mamah mengusulkan bagaimana jika kau mulai melaksanakan program kehamilan Audi.”

“Mamah mengusulkan hal ini? Apa mamah tidak melihat keadaan Kenant yang bangun saja kesulitan. "

“Ada banyak cara membuatmu hamil tanpa berhubungan intim. Kita bisa melakukan inseminasi buatan dengan sperma Kenant. Jaman sudah canggih, banyak cara asal kita punya uang.”

Audi agak meradang namun usul Inggrita pasti punya alasan yang tepat. “Kamu tidak keberatan kan? Mamah ingin Kenant mempunyai keturunan sebelum dia meninggal. Kita tidak boleh naif Audi. Berapa lama Kenant akan bertahan lagi pula tanpa anak bagaimana saham Kenant akan dipertahankan. Kamu memang wali Kenant tapi jika suamimu itu masih hidup. Terdengar kejam memang tapi itu kelemahan kita sebagai perempuan. Mamah tidak setuju jika semua kekuasaan Brawijaya akan jatuh ke tangan Bryan seorang.”

Audi mengelap wajahnya yang dihiasi keringat dengan sapu tangan Ini keputusan gila namun apa ia memiliki pilihan lain. Setidaknya jika Kenant meninggal, sisa kenangan atau dublikat lelaki itu masih berjejak. Anak mereka akan membuat Audi mengenang tantang Kenant seumur hidupnya. “Apa mamah sudah tahu berapa persen keberhasilan inseminasi ini?”

“Jadi kamu setuju melakukannya?”

“Demi Kenant, Audi rela melakukan apa pun tapi inseminasi buatan rentan gagal. Keberhasilannya kecil.”

“Soal itu tenang saja. Mamah akan mencarikan dokter dan rumah sakit terbaik yang penting kamu setuju dulu.”
Nampaknya pilihan ini harus diambil setidaknya saat Kenant tak lagi bersamanya, masih ada anak mereka yang menjadi pengikat. Audi tidak mau menjadi perempuan naif yang mengalah begitu saja tanpa berjuang. Jalan likunya sudah terlalu jauh untuk dapat sampai di atas sini.

🍌🍌🍌🍌🍌🍌🍌🍌🍌🍌🍌

Audi melakukan pekerjaan seperti biasanya sembari memikirkan usul mertuanya kemarin. Walau ia setuju dengan ide inseminasi itu namun banyak hal yang mesti dipertimbangkan. Inseminasi itu tak akan mengganggu kesehatan Kenant kan?

“Bu, Ini berkas yang ibu minta.” Sang asisten menyodorkan map tebal berwarna hijau. “Ibu sudah cek kembali email balasan dari perusahaan Globalindo?”

“Iya sebentar lagi akan saya buka.” Audi hampir melakukan kesepakatan penting yang ia tawarkan beberapa bulan lalu.

Namun tiba-tiba pintu ruangan terbuka, Bryan melangkah masuk ke ruangannya tanpa permisi dan sopan santun. Pria ini menguasai perusahaan seolah juga punya hak atas pekerjaan Audi.

“Bisa kita bicara berdua?” tanyanya dengan nada tegas. Asisten Audi langsung undur diri menyadari jika akan terjadi situasi yang genting.

“Silakan.”

Namun Bryan enggan duduk. “Ada masalah apa?”

“Kamu menyetujui beberapa dokumen penting tanpa memberitahuku?”

Audi merotasi matanya. Dengan Inggrita semuanya terasa mudah. Ibu mertuanya selalu memberikan kepercayaan dan memberi wewenang Audi untuk memutuskan hal-hal penting tanpa prosuder yang sulit. Mereka saling menanam kepercayaan, karena mereka berniat membangun perusahaan tanpa punya niat licik apa pun.

“Biasanya juga begitu. Tak ada masalah kan?”

“sekarang berbeda. Aku sebagai direktur merasa tersinggung karena kau langkahi wewenangku.”

Mata Audi menyipit satu, seolah perkataan Bryan hanya omong kosong. “Aku sudah menerima wewenang itu dari mamah sejak lama.”

“Semua berubah ketika aku menjabat.” Semua menjadi sulit sekarang, Bryan berusaha menunjukkan kekuasaan dengan menajamkan taringnya. Pria ini tak mau disaingi. “lain kali kau harus meminta ijinku terlebih dulu padaku jika ingin memutuskan sesuatu.”

Audi tak menjawab, Ia menganggap perintah Bryan memnag tidak membutuhkan kata iya. Bryan akan terus memaksa dan bersikap otoriter layaknya tentara. Audi kira masalahnya dengan BRyan hanya sebatas perijinan namun nyatanya kekuasaan Bryan merembet kemana-kemana. Selang beberapa hari perdebatan mereka masih berlanjut namun kali ini giliran masalah lain.

“Kenapa kita tetap menjalin kerja sama dengan perusahaan Tekniko walau tahu keuntungannya Cuma sedikit?”

Audi menggeleng pelan, ia sudah pusing dengan pekerjaannya merevisi beberapa dokumen lalu membatalkan perjanjian beberapa perusahaan yang menurut Bryan tidak memberikan keuntungan signifikan. “lalu apa maumu? Kita punya karyawan yang mesti digaji, keuntungan sedikit cukup untuk membayar mereka dan menutupi kebutuhan perusahaan. Kalau kerja sama ini dibatalkan memang kamu bisa menjamin kita akan mendapatkan penawaran lebih baik?”

“Aku sudah menemukan kerja sama yang lebih menguntungkan dengan perusahaan asing.”

“Lebih baik untung sedikit tapi kita bisa memajukan perusahaan lokal.”

Bryan tersenyum mengejek. “Sudah saatnya kita memikirkan keuntungan pribadi. Kau pikir perusahaan ini perusahaan sosial?”

“Beberapa karyawan akan keberatan dengan keputusanmu, belum lagi beberapa pemegang saham juga menentang.”

“Semua akan diam jika ada uang kan?” ucap Bryan sembari memasukkan tangan ke saku celana. Wajahnya menunjukkan kecongkakan serta kesombongan. Usul Bryan memang baik tapi kadang keambisiusan mendatangkan bahaya yang bisa mengguncang keadaan perusahaan.

Audi selalu berpikir dengan kepala dingin, memikirkan segala sudut sebelum mengambil keputusan. Memasukkan pihak asing pada perusahaan tidak sesuai dengan prinsip awal dibangunkan perusahaan ini namun jaman sudah berubah, Audi setidaknya harus mencoba usul Bryan.

🦊🦊🦊🦊🦊🦊🦊🦊🦊

Jangan lupa love dan komentarnya

my idiot boysWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu