Nine

5.5K 531 24
                                    

"Safi!!," Teriak Audi dari kejauhan ketika melihat sang sahabat baru keluar dari apotek dekat dengan kampus. Safitri yang terkejut dengan kedatangan Audi menyembunyikan kantong kresek obat pencegah kehamilannya di tas. "Kamu ke sini beli apa?."

"Biasa obat masuk angin sama obat anti nyeri pas datang bulan," Di tanya seperti itu, Safitri jadi gelagapan. Namun Audi hanya membulatkan mulut membentuk huruf o

"Habis ini gak ada kuliah kan? Kita makan yuk!," Anaknya sambil memeluk bahu Safitri. "Kamu bawa bekal apa hari ini?."

"Bawa telur ceplok sama oseng kacang," Safitri terbiasa membuat dan membawa bekalnya sendiri ke kampus. Uang jajan orang tuanya tak seberapa, mengguna uang Thomas untuk makan entahlah rasanya seperti salah saja.

"Ajarin aku masak dong, terutama masak ayam tepung." Audi ingin bisa masak, setidaknya bisa memasak makanan yang jadi favorit Kenant.

"Kenapa?."

"Kenant suka ayam tepung, aku pingin masak buat dia." Safitri mengamati wajah Audi agak lama sebelum mengiyakan permintaannya. Cukup terkejut juga sih saat Audi mengatakan kalau dirinya sudah menikah dan suaminya menurut Safitri yah agak keterbelakangan mental. Tak menyangka saja. Ia kira dirinya saja yang menjual diri ternyata Audi juga walau dengan cara yang bisa di katakan benar.

"Aku mau ngajarin tapi dimana kita belajar masaknya?." Audi nampak menimbang-nimbang agak lama, tak apakan mengajak Safitri mesti rumah bambu. Apa perlu ia ijin mertuanya dulu? Kenant bukannya juga sudah kenal dengan Safitri.

"Entar aku pikirin deh." Mereka melenggang menuju kantin. Seperti biasa Safitri akan duduk di pojok sedang Audi maju ke depan memesan makanan serta tak lupa minumannya. Biasanya mereka hanya akan makan berdua saja tapi kenapa hari ini ada Diaz, hang hadir di antara mereka.

"Di, bagi baksonya dong!." Audi yang tahu baksonya mau di ambil, mengangkat mangkok.

"Gak bisa yah, mie gue baksonya cuma empat. Mau loe comot." Diaz berdecak sebal sambil menusuk telur ceplok milik Safitri.

"Jadi orang kayak Safitri dong, gak pelit!!," Safitri membawa telur ceplok dua, di ambil satu masih ada. Audi tahu kalau Diaz gak bakal comot cuma satu baksonya.

Namun Diaz dasarnya emang berjiwa pengemis, sudah minta telur ceplok masih mau nasi dan sayur yang Safitri punya. "Makanan loe enak dari pada yang di jual di kantin."

"Yah jelas dong, makanan rasa gratisan emang luar biasa enak."

Safitri sebenarnya agak sungkan juga harus berbagi makanan dengan laki-laki asing. Namun entah kenapa Diaz seperti mengakrabkan diri dengan mereka.
"Eh gue pingin buka usaha, buka sewaan PS. Kira-kira prospeknya bagus gak?."

"Apaan loe!!." Semprot Audi. "Loe ngrusak anak bangsa, anak-anak bakal doyan main PS lupa belajar atau malah kadang sampai nilep uang SPP." Diaz langsung murung. Audi si mulut api, kenapa juga tadi Diaz harus curhat sama dia.

"Kalau loe punya duit mau usaha apa!." Tanya Diaz pada keduanya yang gadis itu.

"Jualan baju ama pulsa." Jawab Audi sekenanya.

"Mau sih bukan usaha laundri kiloan deket kampus". Jawab Safitri yang bisa di bilang nalarnya bagus.

"Laundri? Loe punya pengalaman kerja di tempat itu?."

"Gak sih tapi kan kerjaan aku nyuci baju sama nyetlika. Kamu kan tahu kalau aku dan ibuku itu pelayan keluarga Tompson," Cicitnya lirih karena agak malu.

"Gue punya ruko deket kampus yang gue mau buka sewaan PS. Gimana kalau itu buat usaha laundri aja." Audi melongo, kenapa otak di Diaz jadi berbelok arah. Dari PS ke laundri kayak dari Amerika ke Jepang.

my idiot boysOnde as histórias ganham vida. Descobre agora