Thirteen

4.1K 458 44
                                    

Safitri benar-benar panik ketika mobil Thomas membawanya pergi. Mobil itu bergerak dengan kecepatan tinggi, membelah jalanan, melewati tempat yang ia tak ketahui dimana. Thomas sendiri begitu erat memegang setir. Matanya cuma fokus ke depan. Dia juga tak peduli jika wanita yang berada di sampingnya meringkuk dekat pintu karena ketakutan. Thomas selalu mendapatkan apa yang ia mau, termasuk juga Safitri.

"Turun!!"

Safitri menyipit ketika melihat tempat Thomas membawanya. Bukan apartemen yang biasa pria itu gunakan untuk menuntaskan nafsu. Tapi sebuah bangunan yang seperti ruko dua lantai yang berjajar-jajar.

"Ini kita dimana?"

Thomas tak peduli. Ia memilih menarik tangan Safitri agar ikut melangkah bersamanya. Mereka menuju ke bangunan di lantai pertama. Bangunan yang luasnya tak seberapa tapi mampu menampung beberapa orang jika di gunakan sebagai tempat tinggal.

"Ini ruko 2 lantai."

Safitri masih tak paham. Tapi tangan Thomas tak mau melepaskannya sama sekali. Pria berbadan tegap dan tinggi itu malah memaksanya untuk naik tangga. Safitri bukannya tidak melawan, tapi seperti sebelum-sebelumnya. Ia selalu kalah karena terlalu lemah.

"Lo bisa bikin usaha apa pun di sini terus  lo tidurnya di lantai atas. Jadi lo gak joinan usaha lagi." Safitri kira tuannya akan melakukan tindakan pelecehan. Tapi Thomas nyatanya malah memberinya kejutan.
"Gak perlu ketemu Diaz, terus lo juga jauhin cewek gak berguna kayak Audi."

Safitri kaget, telinganya berdengung nyaring. Bayangan beberapa waktu lalu saat hidupnya hanya berputar pada Thomas. Bahkan ia tak punya teman akrab karena tak boleh keluar rumah. Waktu sekolah juga tak bebas. Beberapa anak laki-laki yang datang ke rumah atau sekedar menyapa. Akan Thomas ancam, kalau masih nekat mungkin tangannya tak segan-segan melayangkan tinjuan.

Dunia Safitri seolah di persempit. Yang ia temui pagi, siang dan malam adalah Thomas. Ia seperti tak punya kehendak sendiri, semua Thomas atur. Dia tak mau mengulangi kesalahannya beberapa tahun lalu.
"Saya gak mau. Saya juga pingin punya kehendak sendiri, punya temen juga."

Apa gunanya semua barang mewah, rumah bagus kalau tak ada secuil pun celah untuk Safitri bernafas. "Usaha saya itu, saya rintis dengan kerja keras. Tapi terima kasih. Maaf jika tawaran Tuan saya tolak."

"Lo tahu gue kan? Gue gak suka di bantah." Safitri menegakkan wajah. Mengais keberanian, ia harus berani bukan malah lemah dan berakhir dengan menangis.

"Saya hafal watak Tuan dari lama tapi saya sudah memutuskan jika tak akan pernah lagi mengambil uang dari Tuan."

Safitri merasa, pembicaraan mereka sudah isai. Harga dirinya tak boleh digadai lagi dengan setumpuk uang. Walau harus menahan lapar, atau tidur di jalan tak mengapa. Asal ia tak kembali jadi pelacur Thomas. Namun ketika Safitri hendak pergi, lengannya sengaja Thomas cengkeram.

"Lo harus terima semua pemberian gue. Lo harus ninggalin tempat laundry lo yang bobrok itu. Nurut sama gue, patuh sama gue seperti dulu."

Sayangnya Safitri menolak, ia lebih suka jadi perempuan miskin daripada perempuan bayaran. Thomas yang mendapat penolakan tentu marah. Ia mencengkeram erat kedua lengan perempuan lemah ini. Memojokkannya di dinding, lalu melumat bibir yang sedari dulu memang tercipta hanya untuknya. Tak peduli bahwa Safitri mengamuk, berteriak atau mencoba mendorongnya agar menjauh.

Thomas bahkan tak segan-segan dengan kasar, menjatuhkan tubuh Safitri ke lantai yang keras. Lalu menindihnya, agar tak bisa bergerak kemana pun. Di lucutinya kancing pakaian perempuan ini. Hubungan mereka akan tetap sama, kembali seperti dulu.

Tapi nampaknya si perempuan sudah banyak berubah, akalnya telah banyak meningkat. Safitri sengaja menggigit tangan Thomas dengan kencang sehingga lelaki itu mengerang kesakitan. Ia kabur namun berhasil Thomas tangkap kembali. Nyatanya perlawanan mendatangkan sikap Thomas yang semakin brutal.

my idiot boysWhere stories live. Discover now