Bab 29

757 132 2
                                    

"Inseminasi lagi?" Tanya Audi marah. Ia tak habis pikir dengan otak mertuanya. Belum ada enam bulan anaknya meninggal tapi Inggrita mengusulkan hal gila dengan inseminasi kedua.

Tubuhnya bukan alat uji coba atau tempat menabur benih yang mertuanya inginkan. "Iya? yang pertama sebenarnya berhasil kan. Hanya gagal di akhir karena kecerobohanmu." Akhirnya kata keramat terucap. Audi disalahkan juga atas meninggalnya sang anak.

"Ma, aku belum siap. Beri aku waktu Mah. Kenant sekarang udah sehat, satu dua tahun gak masalah kan?" Jadi masalah jika Bryan mulai menyadari kekurangan Monika. Putra kedua Inggrita bukan anak bodoh. Bryan akan menceraikan wanita itu lalu meminang istri baru yang akan segera hamil.

"Kita gak tahu gimana nasib Kenant. Dia memang sehat tapi kamu tahu kan kalau bibit Kenant juga sangat rentan. Kenant mau berusia tiga puluh. Mamah cuma takut kalau bibitnya tidak subur seiring bertambahnya usia. Kamu paham kan Audi?"

Audi paham betul kalau ia tidak dianggap anggota keluarga melainkan sebuah alat untuk melahirkan pewaris Brawijaya tanpa ada yang sadar bahwa Audi memiliki perasaan terluka dan trauma. "Kasih waktu aku sampai setahun."

Inggrita dengan hati kejinya menggeleng pelan. "Mamah cuma akan kasih waktu kamu dua bulan dari sekarang."

"Ma..."

"Tidak ada tawar menawar."

Keputusan mutlak yang tidak dapat orang ganggu gugat. Audi sedari awal sudah bersedia menaruhkan hidupnya yang ditukar dengan setumpuk harta dan nama besar. Tanpa tahu bahwa konsekuensi dari keputusannya akan sangat panjang sekali. Ia akan diperlakukan sebagai budak belian tanpa memiliki keinginan.

🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿

"Kualitas spermamu sangat bagus. Kamu bersih Bryan. Kamu bisa memulai program kapan saja. Apakah istrimu tidak ikut periksa sekalian?"

Bryan termenung. Yang ia khawatirkan tidak terjadi. Tidak ada penyakit kelamin apa pun yang terjangkit. "Dia sibuk. Apa anda bisa memeriksa seorang wanita yang tidak bersedia, maksudku memeriksa wanita secara diam-diam?"

"Itu melanggar kode etik kedokteran."

"Anda adalah dokter langganan keluarga saya berpuluh-puluh tahun. Masak mengusahakan hal yang begitu tidak bisa?"

Dokter Gustav yang berusia hampir Lima puluh tahun itu hanya membenahi kaca mata. Ia sangat loyal pada keluarga Brawijaya tapi untuk hal itu... "sebenarnya istrimu pernah memeriksakan kesehatan reproduksinya sebelum Kalian menikah. Waktu itu saya sedang ada seminar di Singapura. Hasilnya bagaimana yang tahu asisten saya . Sayangnya dia sudah ke luar karena ikut suaminya."

"Lalu?"

"Aku akan mencari hasil pemeriksaan lama istrimu walau paling akurat adalah hasil dalam waktu dekat ini."

Bryan mengetukkan jemari di atas meja. Pemeriksaan setahun lebih lalu apa masih dapat berlaku. "Coba carikan sekalian. Saya akan mencoba membujuk Monika untuk mau diperiksa ulang."

"Baiklah. Mungkin butuh waktu beberapa hari. Beberapa hari lalu ibumu ke sini."

Bryan tersentak ketika nama ibunya disebut. "Apa dia mau menikah lagi atau mau memiliki bayi?" Tanyanya setengah bergurau.

"Tidak. Dia mau memulai inseminasi lagi atas menantunya, istri Kenant ." Tangan Bryan mengepal. Mamanya keterlaluan, lebih gila lagi kalau Audi setuju. Perempuan itu begitu menderita dan merana karena selalu kehilangan anaknya. Harusnya ibunya tahu dan tidak menghardik terlalu jelas. Audi bukan kelinci percobaan. Harusnya perempuan itu dapat menolak juga. Tidak mesti menuruti keinginan mamanya yang melampaui batas.

"Kapan inseminasi itu akan dilakukan?"

"Mungkin tidak lama lagi. Soalnya iparmu belum ke sini." Semoga saja Audi menolak.

"Bisa kau simpankan spermaku? Aku sepertinya tertarik melalukan bayi tabung atau inseminasi buatan."

Bryan berdiri dari kursi membiarkan sang dokter mengerutkan kening dan sibuk dengan pikirannya sendiri. Bryan menemukan rencana cadangan apabila terjadi sesuatu dengan Monika. Tidak ada salahnya menggunakan jasa ibu pengganti. Ditilik dari gaya Monika. Mungkin wanita itu tidak siap menggemuk, hamil kemudian jadi seorang ibu.

☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️☘️

Rapat dadakan di adakan setelah jam makan siang. Audi tak tahu apa yang akan para petinggi bahas tapi jika ibu mertuanya yang memaksa ikut, itu berarti ada sesuatu yang gawat dan berhubungan dengan Bryan. Audi sudah tak mempermasalahkan kepemimpinan Bryan. Bryan benar jika menyangkut kemajuan perusahaan yang semenjak Ayah pria itu tinggal seperti berjalan di tempat. Inggrita semakin jelas menentang setiap keputusan putra keduanya. apa hal ini ada hubungannya dengan pengelapan yang Bryan ungkap. Bukannya pria itu janji akan menutup masalah ini.

"Mereka mau menggulingkanku," ujar Bryan yang berjalan dengan sang sekertaris di lorong menuju ruang Meeting. Audi yang berjalan di belakangnya hanya memposisikan diri sebagai penguping.

"Aku memberikan mereka keringanan tapi ini balasan mereka. Mereka tidak akan mudah menggulingkanku."

"Kalau mereka menggabungkan jumlah saham maka saham anda tidak cukup kuat untuk menguatkan posisi anda." Diam-diam Bryan melirik Audi yang berjalan dengan tenang. Masalah saham memang sulit tapi semoga saja Audi dan beberapa petinggi lain masih berpikir waras untuk mendukungnya.

Bryan datang dengan sikap tegak, wajah mendongak serta jas rapi. Bahunya ia tegakkan, Bryan menatap satu-persatu pemegang saham yang duduk di samping sang mamah. Mamanya telah membuka jalan persaingan secara terang-terangan.

"Meeting ini sangat mendadak. Saya harap pertemuan ini akan membahas hal yang penting."

"Justru kami akan membahas hal yang penting. Kami di sini untuk memilih pemimpin perusahaan yang baru."

"Pertemuan yang seperti itu harusnya dibahas dengan matang, dipersiapkan dengan baik. Bukan serba tergesa-gesa dan mendesak! "

"Mendadak pun tidak masalah. Asal semua pemegang saham berkumpul." Tambah Inggrita sengit. Bryan menutup aksesnya ke keuangan perusahaan. Menutup beberapa kartu kredit serta melumpuhkan kekuasaannya. Inggrita tidak bisa bertindak di belakang layar lagi dengan leluasa. Ia salah mengambil langkah saat memilih Bryan sebagai pemimpin. Ingggrita kira Bryan masih sama seperti bertahun-tahun lalu. "Kita mulai pemilihannya."

"Siapa kandidatnya?"

"Aku dan kamu Bryan. Semuanya akan mudah kalau yang dipilih hanya dua."

Bryan menegakkan bahu. Mamanya menunjukkan taring yang disimpannya setelah sekian lama. Bryan tahu jika Inggrita bukanlah ibu kandungnya tapi semua terlupakan dengan kebaikan wanita itu tapi semakin Bryan besar maka wanita itu semakin menunjukkan watak aslinya.

"Angkat papan Warna merah untuk nyonya Inggrita dan jika memilih Pak Bryan angkat papan warna biru."

Bryan bersikap tenang padahal jantungnya berdegup kencang. Perusahaan ini peninggalan terakhir ayahnya. Klan Brawijaya harus sehebat Vindetta maupun Hamdan. Rencana untuk menghancurkan perusahaan harusnya dapat ia tangguhkan tapi papan biru serta merah hampir sama banyaknya. yang membuatnya terkejut, Audi mengangkat papan biru walau dengan ragu-ragu. Saham milik Kenant jumlahnya cukup banyak jika bergabung dengannya.

"Dukungan untuk Bryan sebanyak lima puluh lima persen. Sisanya mendukung nyonya Inggrita dan kita tahu Pak Bryan tetap berhak atas jabatannya."

Inggrita nampak menggeram marah tapi kemarahan wanita paruh baya itu bukan ditujukan pada Bryan melainkan pada Audi. Bisa-bisanya anak yang ia beri makan, nama, dan kemewahan malah berbalik mengigitnya. Audi sudah berani menentangnya, mengangkat tangan untuk Bryan. Audi harus ditunjukkan di mana seharusnya ia berada.

🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿

my idiot boysWhere stories live. Discover now