Bab 19

961 135 3
                                    

Inggrita sudah lama mengamati menantunya yang selalu pulang dengan lesu dan mengunjungi Kenant dengan mata panda. Apa yang terjadi, ia memang meninggalkan perusahaan namun bukannya tanpa pengawasan. Keputusan-keputusan gegabah Bryan membuatnya khawatir namun bagaimana mengajari anak itu kalau bukan dari kesalahannya sendiri tapi sejauh itu kah Inggrita bertindak. Menjatuhkan Bryan dengan mempertaruhkan kelangsungan perusahaan, Inggrita harus lebih bijak dan menyiapkan rencana cadangan.

“Mamah sudah menemukan rumah sakit dan dokter yang hebat untuk melakukan inseminasi Audi.”

Audi yang semula ingin membuka buku cerita untuk Kenant, mengurungkan niatnya ketika melihat Inggrita datang. “Mamah atur saja semuanya, aku hanya kan menurut dan melaksanakannya.”

“kenapa Audi? Kenapa kamu terlihat lesu dan tidak bersemangat. Apa pengangkatan Bryan mengganggumu?”

Audi menggeleng lemah bukan pengangkatannya namun keputusan Bryan. “Tidak mamah. Kami bisa bekerja sama dengan baik.”

“Lalu kenapa kamu terlihat kelelahan setiap pulang kerja.”

“Aku hanya perlu menyesuaikan diri dengan kebijakan yang Bryan buat. "

Inggrita tersenyum pahit. “maklumi saja Bryan, semangatnya begitu menggebu-gebu. Dia ingin dihargai sebagai pemimpin. Dia tak mau dianggap sebagai aji mumpung. Dia tidak mau dianggap tidak kompeten.”

“Aku paham Mah. Lagi pula itu perusahaan Bryan, jadi terserah dia mau dijadikan bagaimana.”

Inggrita mendekat, mengelus lembut bahu menantunya. “ Bersabarlah,” Audi mengangguk pelan. Apa yang ia miliki sekalin kesabaran dan kesetiaan. Nyatanya dendamnya pada Bryan tidak semembara dulu. Pria itu meninggalkan pengalaman pahit tapi Audi sudah memaafkan. Tidak ada gunanya menyimpan sakit hati, jika melupakan akan terasa lebih ringan.

🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️🐿️

“Bagaimana gaun pengantinku?”
Hal yang paling membosankan, menyebalkan dan juga membuatnya muak Yaitu menemani Monika mencoba gaun pengantin, menggantikan posisi Inggrita karena mertuanya sedang bersama Eva.

“Bagus, sangat bagus.”

“Gaunmu sudah dicoba?”

Gaun sederhana untuk ipar sekaligus pengiring pengantin. Sekali lihat dan coba rasanya sudah cukup. “Sudah.”

“Gaunmu warnanya senada dengan gaunku kan?”

“Iya.”

Monika sepertinya tak berhenti membuatnya iri hati. Audi tahu mungkin wanita ini pernah mendengar kisahnya dengan Bryan dari Diaz. Mungkin dengan pamer Monika merasa menang tapi apa yang mau dimenangkan jika Audi saja sudah bersuami.

“Bagaimana gaun pegantinmu dulu?” pertanyaan menyebalkan ketika Audi harus diingatkan dengan pernikahannya yang sederhana. Tanda tangan di depan pengacara dan seorang saksi. Pernikahannya sah menurut hukum tapi entah agama. Kenant tidak normal dan mereka tidak pernah melakukan
 hubungan intim hingga sekarang.

“Aku tidak memiliki gaun pengantin. Pernikahanku hanya di catatan sipil.”

Monika sengaja menutup mulut, pura-pura kaget. “Malangnya nasibmu. Setiap wanita pasti menginginkan gaun pengantin istimewa di hari spesial, tapi aku lupa kau menikah dengan siapa. Aku juga ingin bertanya padamu bagaimana kau bisa betah dengan Kenant bahkan sampai sekarang di saat dia sakit. Kau sangat setia ya Audi?”

Audi menggeram rendah, Monika sosok yang menjengkelkan. Kenapa harus bertanya sebuah pertanyaan yang tidak mungkin ia jawab. Menurut kebanyakan orang, Audi hanya gadis miskin yang gila harta dan kekuasaan. Karena terhimpit ekonomi, ia tak punya pilihan selain menerima tawaran Inggrita. Kasarnya ia menukar jiwanya dengan uang yang banyak. Benarkah begitu? Jika diteliti itu memang benar adanya .

🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉🍉

Bryan menggulung kemejanya hingga siku sembari mengangkat gelas berisi wiski. Pekerjaannya menelan pikiran dan waktu namun begitu juga ayahnya dulu, menerima tanggung jawab berat tanpa mengeluh dan sesekali bersenang-senang hingag melampaui batas. Apa uang itu penting atau kesenangan yang lebih diutamakan? Kenapa setelah mengumpulkan bertumpuk-tumpuk uang, kehidupan mereka menjadi lebih baik kenapa juga rasa bahagia dan terpuaskan enggan datang.

Telinga Bryan menajam tatakala mendengar langkah kaki seseorang yang terdengar dari ruang tamu. Rupanya Audi baru saja pulang dengan wajah menunduk lesu dan langkah kakinya seolah sedang malas untuk diseret.
  
“Baru pulang dari jalan-jalan Audi?”
Audi mendongak lalu dalam hati ia mengumpat. Hari ini bersama Monika sudah melelahkan kenapa pas pulang juga harus bertemu dengan Bryan.”

“Iya.” Matanya lebih fokus ke tangga, naik ke sana lalu merebahkan diri di ranjang terdengar melegakan.

“Senang menjadi nyonya rumah, bebas berjalan-jalan lalu menghamburkan uang?” Kenapa setiap mereka bertemu Cuma berdua, Bryan selalu menyindir, memulai masalah dan bebas merendahkannya. Audi seperti yang sudah-sudah, membiarkannya. Toh mungkin Bryan tengah mabuk karena saat ini di tangan pria itu ada segelas minuman keras.

“Terserah apa katamu.”

“Aku tidak menyangka kau melakukan hal sejauh itu demi uang. Menyetujui Inseminasi buatan?” dahi Audi mengerut, dari mana pria ini mengetahui kesepakatannya dengan Inggrita. “Nampaknya kau ketakutan kehilangan harta sampai melakukan tindakan tidak bermoral. Mendapatkan anak dengan mengambil sperma Kenant hanya demi memenuhi keserakahanmu. Kau memang berniat memiliki hak Kenant sampai ke akarnya kan?”

“Cukup!” kesabarannya cukup terkuras. “Memang apa pedulimu? Aku istri Kenant. Setiap istri dalam pernikahan menginginkan anak, entah didapat dengan cara apa. Kenapa kau yang merasa takut bahwa ada hal bisa melekatkanku selamanya pada nama Brawijaya?”

“Dasar tidak tahu malu!” Telunjuk Bryan mengacung tepat di depan wajahnya. “Perempuan serakah! Ku kira terkaanku salah, namun ternyata kau perempuan lebih hina Audi!”

Audi tidak akan pernah menangis jika menyangkut Bryan, hatinya ditempa untuk kuat untuk menanggapi hinaan. Ia dongakkan wajah dengan penuh percaya diri, yang berdiri di hadapan Bryan adalah seorang wanita, kakak ipar pria itu yang harusnya mendapatkan tatapan hormat bukan gertaan apalagi umpatan namun Mata keduanya berkobar menyimpan amarah yang disembunyikan bertahun-tahun sekaligus hasrat dan emosi yang dibentengi rasa benci.

Bryan murka namun murka pada takdir yang membelit mereka. Mengapa dari semua perempuan harus Audi yang menjadi istri Kenant, mengapa perempuan ini yang terpilih untuk menantangnya, kenapa Audi begitu berani dan tak gentar menghadapi mulutnya yang tajam. Perasaan Bryan terasa tercampur aduk sekarang, semakin ia dihalangi maka semakin ia ingin memiliki.

Bryan meraih tengkuk audi, lalu memaksa untuk melesakkan bibirnya diatas bibir kakak iparnya itu. Ia memaksa Audi menerima ciuman menjijikkan sekaligus penghinaan ini agar perempuan ini sadar siapa yang lebih kuat, siapa yang harusnya ditakuti namun tindakan Bryan mendapatkan hadiah yang sangat menakjubkan.

Plakk

Sang kakak ipar menamparnya.
“Lancang sekali kau!”

“Bukannya kau bisa mendapatkan sperma gratis tanpa melalui insimenasi. Kami sama-sama Brawijaya kan? Tidak ada yang tahu itu anak kakakku atau anakku?” Bryan menyeringai ketika mengetahui wajah Audi yang merah padam karena menahan amarah serta rasa malu. Ia naik tangga dengan tergesa-gesa meninggalkan Bryan yang tertawa terbahak-bahak berharap mendapatkan perhatiannya. Lelaki itu sungguh kurang ajar, masih menganggapnya seseorang yang murahan.

Padahal di balik tawa Bryan ada kesedihan yang ia simpan. Bibir Audi masih menggairahkan seperti dulu dan mampu menciptakan gelegar aneh dalam hatinya. Namun sayang Audi sangat serakah, bukan hanya puas menikmati harta yang sepantasnya perempuan itu dapatkan namun Audi kini ingin memiliki juga bagian Kenant. Mamahnya juga gila mengusulkan inseminasi buatan seolah memaksakan kehendak. Jika kakaknya mati lalu apa ruginya, masih ada dia yang bisa memimpin perusahaan dan meneruskan darah keluarga Brawijaya.

🏖️🏖️🏖️🏖️🏖️🏖️🏖️🏖️🏖️🏖️  

Jangan lupa vote dan komentarnya

my idiot boysWhere stories live. Discover now