Bab 24

858 129 5
                                    

Bryan sering menatap Audi lama. Mengawasi ketika wanita itu mendorong kursi Kenant untuk berjalan-jalan di taman atau ketika weekend, Bryan sering melihat Audi berjemur untuk mendapatkan sinar matahari yang cukup demi janinnya. Bryan merasa ingin menyentuh perut Audi dan mengelusnya lembut tapi tangannya cuma tertahan di udara. Punya hak apa ia atas anak Audi tapi bukannya Bryan paman dari janin itu?

"Lihat apa sih sayang?" Monika yang baru membuat sarapan memeluknya dari belakang.

"Lihat Audi sama Kenant," jawabnya terus terang. Hal itu jelas membuat senyum Monika langsung sirna dan pelukannya langsung lepas.

"Kenapa lihatin mereka? Kamu masih suka sama Audi. Gak rela dia bahagia sama suaminya?" Tanya Monika ketus. Tapi ekspresi Bryan tetap datar. Pria ini bahkan tak takut jika sang istri marah.

"Bukan. Aku juga ingin merasakan kebahagiaan mereka dengan menantikan seorang anak. Kapan kamu hamil? Apa kita perlu program seperti mereka?"

Wajah Monika berubah pucat. Ia harus mencegah pikiran Bryan dipenuhi dengan impian memiliki seorang anak. "Kayaknya gak perlu. Kita nikah juga belum ada setahun. Kita masih sibuk. Kita juga masih muda. Masa memiliki anak masih panjang jadi gak perlu buru-buru ke dokter."

"Iya juga. Aku gak bisa bayangin bagaimana rewelnya kamu kalau hamil nanti. Pasti ngerepotin banget ya."

Kata-kata itu harusnya membuat Monika tersinggung tapi wanita ini malah tersenyum canggung karena tahu bahwa bayangan di kepala Bryan tidak akan pernah terjadi. Monika tidak dapat hamil dan menjadi ibu tapi itu tak membuatnya takut. Yang paling ia takutkan adalah kehilangan pria yang dicintainya, yaitu Bryan.

"Kalau aku hamil dan berubah jadi gendut kayak Audi. Kamu bakal berpaling gak Bry?"

"Gak masalah tubuh kamu mau sebesar apa yang penting kamu melahirkan anak yang lumayan banyak untuk aku. Berpaling pun kamu gak akan rugi. Anak-anak kita nanti akan mempunyai saham yang banyak di perusahaan. Punya anak itu mengamankan posisi kamu. Kalau aku jadi kamu, aku akan mempercepat hal itu terjadi."

Hati Monika seperti tertusuk ribuan panah. Air matanya siap menetes. Bryan kejam atau ia saja yang sensitif karena perkataan Bryan yang tak akan pernah dapat diwujudkan. Sampai kapan Monika dapat bertahan. Sampai kapan rahasianya aman. Pandangannya mengarah ke luar. Tiba-tiba rasa benci yang besar untuk Audi muncul. Kenapa wanita itu begitu beruntung, memiliki perhatian Bryan sekaligus dapat hamil dan melahirkan keturunan pertama Brawijaya.

🦊🦊🦊🦊🦊🦊🦊

Hari ini, hari ke sekian Kenant terapi untuk merangsang otot tangan, kaki dan mulutnya. Pria ini mempunyai keinginan tinggi baru dua bulan, Kenant sudah tidak menggunakan kursi roda. Pria itu memakai tongkat dan tak mau lagi dibantu berjalan. Ahli saraf yang semula hanya punya jatah dua kali seminggu datang ke rumah sekarang menjadi tiga kali seminggu karena tekad Kenant yang amat keras.

"Audi udah belanja baju buat dedek bayi?" Ujarnya sembari menjilati es krim. Kenant sembuh tapi cara bicaranya tetap saja seperti anak usia tujuh tahun.

"Udah. Kemarin dibeliin mamah. Sebagian yang belum bisa dicicil nanti."

"Gimana kalau sekarang belanjanya. Ken yang temenin. Ken juga pengen beli mainan."

"Boleh. Aku ganti baju dulu."

Audi tersenyum lalu mengacak rambut Kenant. Anak mereka akan lahir dan berkembang. Bisakah otak Kenant ikut berkembang juga seiring bertambah usia anak mereka. Semoga saja begitu. Kadang Audi takut kalau anaknya besar dan mengetahui kalau memiliki Ayah yang begini. anaknya nanti malu atau dengan lapang dada dapat menerimanya. Audi menggeleng, sudah jadi resikonya sebagai ibu berupaya keras menjelaskannya nanti.

Tapi ketika ia bergegas masuk ke rumah dan menaiki tangga. Audi merasakan badannya tak seimbang dan ia jatuh terpeleset. Badannya berguling-guling menuruni beberapa anak tangga dan naasnya perutnya yang menyentuh daratan duluan. Audi langsung berteriak kesakitan.

"Kenant!"

Kenant langsung melempar tongkat dan tiba-tiba dapat berlari menghampiri istrinya yang mengalami musibah.

"Audi gak apa-apa?"

"Ken. Perutku sakit, tolong panggilkan siapa saja. Ken aku udah gak Kuat!" Audi langsung pingsan seketika

"Tolong... tolong... tolong...!" Kenant berteriak, hingga semua orang yang ada di rumah datang menghampirinya. Beberapa pelayan kaget karena melihat Nyonya mudanya yang tengah hamil mengalami pendarahan dan pingsan. Kebetulan Bryan yang baru saja pulang langsung ke luar dari dalam mobilnya.

"Masukin mobil! Langsung bawa ke rumah sakit!" Teriak Bryan pada beberapa pelayan yang mengangkat Audi.

"Audi... Audi..." Dan Kenant terus meracau dan mengacau.

"Lo di rumah. Biar mama atau Monika yang temenin Audi ke rumah sakit!"

"Gak... Ken mau ada sama Audi."

Bryan akan pusing karena mengurusi wanita yang hamil dengan pria berotak setengah yang kini juga ikutan menangis.

"Lo di rumah!" Teriak Bryan sembari meraih kerah baju kakaknya. Untung Inggrita cepat datang dan melerai mereka.

"Mamah akan ikut Bryan. Kenant bisa nyusul pake mobil lain ya?" Inggrita yang berusaha menenangkan Kenant, membuat satu anaknya jadi tak sabaran.

"Mamah, cepetan! Audi butuh dibawa ke rumah sakit!"

Masak bodoh. Bryan langsung masuk mobil disusul ibunya yang tergesa-gesa. Kenant kalau pun masih ngeyel tak bisa berbuat banyak, sebab mobil Bryan melaju dengan sangat kencang. Sedang Monika semakin memberengut. Yang melahirkan kakak iparnya. Kenapa suaminya, Bryan seolah menjadi suami siaga. Sialan memang wanita itu selain merepotkan, juga meninggalkan seorang suami bodoh di rumah bersamanya.

"Kita nyusul pake mobil mana Monika?" Tanya Kenant setelah tangisnya surut. Ia menggigit jari karena terlalu khawatir akan keadaan Audi.

"Terserah! Tuh mobil ada banyak, tinggal pilih terus suruh supir. Gue gak ikut!" Tapi langkah Monika berhenti ketika meninggalkan Kenant. Kenapa ia yang jadi bodoh. Bryan kan ada di rumah sakit, di sana juga ada si Audi. Mereka tidak boleh dekat. Monika harus selalu ada di sisi Bryan.

"Ken, gue ikut. Tunggu gue ambil tas!"

my idiot boysWhere stories live. Discover now