Cinta dan Beasiswa

56 20 0
                                    

Semakin aku mengenalmu, semakin kusadar betapa aku tak pernah benar-benar mengenalmu.

Bintang tak pernah mencintai renang. Dia hanya menganggap dia bisa melakukannya dan cukup handal mengepakkan lengan di dalam air dengan kecepatan yang mengagumkan.

Bintang tidak merasa mencintai renang ketika dia berhasil melawan ketakutannya tenggelam di dalam air. Tidak juga cinta ketika dia berhasil jadi perenang tercepat di antara teman-temannya bahkan beberapa kali menjuarai lomba renang sewaktu masa kecilnya. Tidak juga ketika dia berhasil mendapatkan medali dan mengharumkan nama SMA Nusa Bakti. Namun, ketika impiannya nyaris pupus untuk kuliah di Uni Sports Academy, pencetak lulusan atlet renang terkenal yang sering Bintang lihat di siaran youtube, Bintang baru tahu cinta bisa menelusup begitu halus sampai Bintang tak sadar kapan renang jadi hal yang dicintainya.

Baru memikirkan bahwa dia tidak bisa kuliah di sana, jantung Bintang berdegup tak karuan.

Dan demi impian kuliah di akademi bergengsi itu, Bintang harus membayar kebodohannya berleha-leha latihan karena telat menyadari betapa dia mencintai renang.

Bintang pikir, semua orang pasti akan bergantung padanya. Tak ada gunanya latihan bila Bintang selalu jadi yang terdepan. Namun perkataan Sena mencubit dasar hati. Menampar keras pipi bahwa bakat tak selamanya jadi syarat agar seseorang diistimewakan. Semua orang punya kesempatan yang sama bila sama-sama bekerja keras.

Dan oleh karena itu, Bintang bertekad membujuk Rasi kembali ke klub renang agar Sena memperbolehkannya mengikuti lomba. Bukan lomba biasa, tapi lomba yang sangat menjadi perhitungan untuk mendaftar ke Uni Sports Academy lewat jalur beasiswa. Menggenapkan keyakinan, Bintang mantap ingin kuliah di sana.

"Ntang, ngicep, Ntang!"

Keno memanggil, tapi tak ada tanggapan. Keno pun mengikuti arah pandangan Bintang yang tampak mematung. Senyum Keno begitu saja terpulas. Tepat arah jam dua, Rasi dan dua temannya duduk di sana.

Di kantin sepanjang tiga kelas dengan nuansa biru langit ini, Bintang, Keno, dan Bagas memilih duduk di bangku putih pojok yang paling jauh dengan pintu keluar. Bagas dan Keno mengikuti saja kemauan Bintang sampai Keno akhirnya paham alasan apa yang Bintang punya sampai membuat Bintang malah terbengong seperti ini.

"Bintang kecil di angkasa! Woy! Lo napa, sih?"

Giliran Bagas yang melambaikan tangannya di depan wajah Bintang, tapi cowok itu tetap tidak sadar seolah pikirannya hanya terpusat pada satu hal. Gadis di arah jam dua. Bagas dan Keno pun bertukar pandang. Bibir mereka menyeringai jahil kemudian.

Ayunan sendok berisi kuah soto terus mengarah pada mulut Bintang. Mulutnya melumat, tapi matanya mengarah pada Rasi hingga gerakan tangannya pun ikut melambat. Bintang tak mempersiapkan diri bertemu Rasi di kantin lagi. Setahunya, Rasi benci makan di kantin karena berisik, jadi ketika Bintang melihatnya, otaknya konslet seketika.

Ngapain Bintang gue di sini? Jangan-jangan sengaja duduk di sana karena tahu gue duduk di sini, lagi? Tahu aja kalau gue lagi kangen sama dia.

Terlalu larut dalam keterkejutan, Bintang sampai tak sadar sendok yang sudah terangkat di depan mulut diisi sambal penuh oleh Keno. Bintang pun melahapnya. Sedetik dia mencecap, detik itu pula lidahnya terbakar. Mata Bintang memerah. Hidungnya seperti tertusuk ribuan jarum. Bintang pun berusaha meraih minuman di atas meja yang dijauhkan Keno, teman laknatnya, dengan sengaja.

"Huah, Ken! Keno!"

Pemilik nama terbahak puas sembari menyambut tos dari Bagas yang duduk di seberang meja.

Bintang mengelap lidahnya dengan tisu makan. Wajahnya tampak seperti akan menangis.

Sudut mata Keno dan Bagas sampai berair karena tertawa. Keno pun menggeser lagi gelas es teh manis yang langsung disambar sama Bintang.

Swimmer RollsWhere stories live. Discover now