Serba Salah

23 8 0
                                    

Ibarat sang rembulan. Kamu terangiku menyusuri pekatnya malam. Bodohnya kumemuja, padahal aku hanya salah satu yang kamu terangi. Bukan satu-satunya.

"Mentang-mentang udah pinter, mau nunjukkin kali kalau dia nggak butuh olimpiade itu sampe minta Adel gantiin."

"Anak pendiem disulut emosinya, ya meledak lah!"

"Kalau udah kepilih ya udah kali, kenapa pake dilempar-lempar segala, sih? Ribet lo, Ras!"

Rasi terpaku bersama rahang yang mengetat. Roknya pun mengerut saat tangan mencengkeram erat kain itu. Ia biarkan hujatan menghujani diri. Tatapannya terlanjur terkunci pada Adel yang tampak sangat emosi. Ironis, orang yang ingin ia bantu, justru orang yang mempermalukan dirinya.

Jemu akan jeda panjang yang semakin memerdekakan penghujat kelas, Seril berdiri mengalihkan atensi Adel.

"Apaan, sih maksud lo, Del? Gue udah tahu dari Yuli kalau lo emang nunggu-nunggu kesempatan jadi perwakilan olimpiade, 'kan?" tukasnya, "Rasi cuma niat bantuin lo! Harusnya lo ngeliat itu."

Adel terkekeh sinis. Tampak sisi yang jarang ia tampilkan. Sudah kepalang tanggung! Kekesalannya sudah tak mampu lagi ia bendung. Biarlah pandangan dan tatapan aneh terarah padanya. Toh, manusia memang senang menghujat, bukan?

"Siapa yang butuh bantuan dari dia? Gue bukan barang pengganti yang bisa gitu aja nempatin posisi yang nggak mau dia ambil!" Adel menyentak. Napasnya berembus cepat.

Yuli, si provokator kelas tak mau ketinggalan untuk menyiramkan bensin di tengah api yang menyala. Sembari mengipasi diri dengan kipas bergambar upin-ipin, ia menimpali, "Dengerin tuh, Ril! Lagian gue bilang gitu bukan buat minta kalian bertiga buat ngasihani Adel, kok! Kalau gue, sih bakal nyakar muka kalian kalau diginiin," cetusnya semakin meriuhkan anak kelas menyiar cercaan pada Rasi, Seril, dan Vanya.

Vanya muak telinganya disumpal sindiran, ia harus memadamkan. Karena masalah Rasi, masalah Vanya juga. Namun ketika dia hendak berdiri, sorot Rasi yang terarah padanya berisyarat. Walau tak puas, Rasi menggantikan Vanya berdiri. Dari jendela, tampak guru sedang berjalan ke kelas.

"Kita lanjutin ini sepulang sekolah. Pak Eka lagi jalan ke kelas," ucap Rasi bersamaan dengan pintu kelas yang terbuka, menampilkan sosok yang baru saja Rasi sebut namanya.

{{}}

Ketika niat membantu telah disalahartikan, apa guna pembelaan diri yang takkan pernah didengar?

Rasi kembali menghadap Adel di depan loker sesuai kesepakatan mereka sepulang sekolah. Tak ingin memutus ikatan pertemanan apalagi menciptakan sensasi di dalam kelas, Rasi meminta untuk membicarakan ini berdua saja.

"Gue mau minta maaf kalau tindakan gue salah di mata lo. Niat gue cuma ngebantu lo, Del," tukas Rasi.

Adel tak mengindahkan pernyataan itu. Napasnya terhempas kasar seiring mata yang menajam. "Cuma? Cuma kata lo itu udah ngusik ketenangan gue! Cuma kata lo itu udah nunjukkin seberapa nggak berharganya gue karena ngambil tempat yang lo buang, Rasi!"

Adel menggeram. Emosi yang meluap, menggoyahkan penglihatan. Air mata bergumul di sana. Tak sudi ia tumpahkan, Adel tahan sekuat tenaga.

Rasi terkekeh tak percaya. Tak jauh berbeda dengan Adel, Rasi tak semudah itu menahan amarah. Bahkan kepalan tangan pun gagal menahannya. Rasi tak pernah ingin punya masalah dengan orang lain, tapi mengapa orang lain seakan senang membuat masalah padanya?

Pandangan Rasi yang turut menajam pun terlempar pada Adel. "Terus gue harus gimana? Kalau lo nggak mau, gue bisa ambil alih lagi, kok. Gue tinggal--"

Omongan Rasi terputus. Toyoran Adel yang mendarat ke sebelah bahu Rasi penyebabnya. Tak mampu berpura-pura, Rasi terkekeh tak percaya.

Swimmer RollsWhere stories live. Discover now